81. Ayah #2

1.2K 170 21
                                    

"Kau harus menerimanya karena aku tidak ingin ada penolakan." Sigit berdiri menghadap jendela yang menampilkan pemandangan di halaman belakang rumah mewahnya, di mana Arneta dan kedua anak remajanya berada.

"Tidak perlu mengatakan apa-apa pada Camelia, cukup hanya kau saja yang tau," lanjutnya, saat dia merasa Junno akan menolak pemberiannya. Sengaja, dia memanggilnya lagi untuk menyerahkan sesuatu yang ingin diberikan sejak kemarin.

"Tapi saya tidak bisa menerima ini, Pak. Saya masih mampu untuk memberikan semua yang Camelia butuhkan." Junno meletakkan sebuah amplop dan map besar yang pria itu berikan tak lama setelah dirinya tiba di tempat tersebut.

"Aku tau!" Lalu Sigit memutar tubuh, dan dengan sorot tegas dia menatap Junno. "Tapi aku ingin memberikan sesuatu untuk putriku."

"Kenapa Bapak tidak memberikannya sendiri pada Camelia? Setidaknya dia tau kalau ayahnya menaruh perhatian."

"Dia tidak akan menerimanya, apalagi jika tau kalau tiket bulan madu dsn sertifikat rumah itu dariku."

"Lalu bagaimana saya akan memberikan alasan kepadanya?"

"Kau ini seorang prajurit, tidak mungkin akalmu buntu hanya untuk menghadapi masalah seperti ini."

Junno sedikit menahan nafasnya sebentar.

"Aku tidak suka basa-basi apalagi mengumbar perhatian semacam itu karena hasilnya akan sia-sia saja. Camelia akan tetap membenciku."

"Bagaimana kalau dengan begitu ternyata membuat perasaannya berubah?"

"Aku tau bagaimana putriku. Aku sangat mengenalnya dengan baik. Pikirannya tidak akan berubah dengan mudah hanya karena seseorang yang dibencinya memberikan atau melakukan sesuatu. Dia itu sangat pendendam."

"Kalau tau begitu kenapa Bapak malah berbuat hal yang membuatnya marah?" Junno membalikkan semua pernyataan Sigit.

"Kau tidak akan pernah mengerti meski aku menjelaskannya sampai mulutku berbusa. Karena yang tau bagaimana rasanya adalah yang mengalami hal itu."

Junno mendengus pelan.

"Jadi, ambillah. Dan lakukan apa yang aku katakan."

"Anda bukan atasan saya, Pak. Jadi jangan memberi perintah semacam itu."

"Aku tidak sedang memerintahmu, tapi sedang memintamu melakukan sesuatu untuk putriku. Anggap saja itu sebagai ganti uang yang sudah kau berikan kepada Alif. Aku tidak mau berhutang kepada siapa pun."

"Itu bukan hutang, Pak. Hanya sesuatu yang saya lakukan sebagai seorang pria. Dan itu adalah bentuk tanggung jawab saya terhadap istri saya."

Setiap jawaban yang Junno lontarkan atas perkataannya membuat Sigit kehilangan kata-kata. Bagaimana tidak? Pria yang baru menginjak usia 30 itu benar-benar menguliti dan menekan egonya habis-habisan. Dan tidak tidak ada yang pernah berani melakukanya selain dia yang secara langsung sudah berstatus sebagai menantunya tersebut.

"Hanya lakukan saja. Ini adalah permintaan seorang ayah untuk putrinya." Kini Sigit sedikit melembutkan suaranya. "Aku rasa Camelia pantas mendapatkannya setelah semua yang dia lewati selama ini." Bibirnya tampak bergetar.

"Ya, aku bersalah kepadanya. Seharusnya aku tidak meninggalkan mereka begitu saja tanpa pertanggungjawaban sama sekali sehingga dia yang harus menanggung beban yang seharusnya aku pikul. Jadi aku mohon terimalah." Akhirnya kalimat itu keluar juga dari mulutnya dan Junno melihat ke dalam matanya yang berkaca-kaca.

"Terima dan pergilah. Beri dia alasan apapun agar percaya tanpa memberitahunya bahwa itu semua adalah pemberianku."

Junno masih terdiam.

My Hot BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang