92. Dendam Dan Gejala Kehamilan

1.2K 162 17
                                    

Camelia dan Junno berhenti tepat di tangga paling atas kantor polisi ketika di saat yang bersamaan Bima dan beberapa orang staf nya keluar. Dan pria itu pun sama berhenti.

Camelia mundur kemudian menyembunyikan dirinya di belakang Junno sambil memegang tangannya erat-erat.

Tak ada kata yang terucap. Mereka hanya saling memindai untuk beberapa saat sebelum akhirnya Bima memilih untuk pergi dari hadapan dua orang itu.

“Bagaimana kabar kalian?” Rama duduk sambil membaca berkas di tangannya.

“Kenapa bertanya? Bukankah setiap hari kau bertemu kami?” Junno menarik kursi untuk Camelia lalu mereka pun duduk.

“Hanya bertanya.” Rama memutar bola mata sambil menggelengkan kepala.

“Basa-basi.”

“Astaga! Kenapa dia ini, Mell? Sedang pms ya? Galak sekali.” Rama kemudian beralih pada Camelia yang tertawa mendengar percakapan mereka.

“Sudahlah, cepat apa lagi yang mau kau tanyakan? Sepertinya selalu saja ada pertanyaan baru yang muncul? Kenapa tidak sekalian saja direkap nanti kalau semua korban sudah dimintai keterangan?” protes Junno yang mengeluhkan soal proses hukum pada kasus yang sedang mereka hadapi.

“Ini yang terakhir, Junn. Aku janji. Semua korban sudah hadir dan mereka memberikan keterangan yang sama. Intinya mereka dipekerjakan untuk kepentingan komersil.”

“Kan memang begitu, sejak kemarin kau tidak mengerti?”

“Kesimpulan hanya bisa diambil jika semua keterangan yang dibutuhkan sudah didapat dan orang yang ada hubungan dengan ini memberikan kesaksian. Kau seperti orang awam saja.”

“Habisnya kau lambat.”

“Bukannya lambat, tapi prosedurnya memang seperti ini, Junn.”

“Harusnya bisa lebih dipersingkat, jangan terlalu bertele-tele. Kau pikir waktu kami ini banyak apa?”

“Alah, pengangguran saja kau sok sibuk. Bagaimana dengan aku? Terjun jadi penyidik untuk kasus ini sedangkan ada tugas rahasia yang juga harus dijalankan. Kau pikir aku santai?”

“Buktinya kau masih bisa bekerja di sini?”

“Itu karena ada regu dua yang turun, jadi kami bisa santai sedikit.”

“Regu dua?”

“Ya.”

“Masih pasukan hantu?”

“Ya. Aku bilang regu dua, kan?”

“Mereka seperti kita?”

“Ya. Kau tau sendiri lah bagaimana seharusnya, kan?”

“Memangnya bisa?”

“Ya harus bisa. Kalau hanya mengandalkan kita berempat, bagaimana dunia bisa selamat? Harus ada generasi dan regu-regu lainnya agar semua kasus bisa ditangani. Kau tau, semakin hari semakin banyak saja hal gila terjadi di duni. Dan satu pasukan saja sepertinya tidak cukup untuk menanganinya. Jadi, negara memang membutuhkan lebih banyak orang untuk menjaga kestabilan situasi.”

“Tentara dan militer kita kan banyak.”

“Itu saja tidak cukup. Lagi-lagi kau seperti orang awam saja melihat situasi ini.”

“Aku kan hanya bertanya, kenapa sih kau ini?”

Rama berdecak menatap wajah rekannya di pasukan hantu tersebut.

My Hot BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang