25. Urusan Pribadi

1.1K 91 8
                                    

Camelia tertawa sambil mengunyah makanannya. Segelas teh tawar panas sudah hampir habis dan satu porsi bubur ayam sudah pindah ke perutnya. Dan ini pertama kalinya setelah beberapa tahun dia memakan makanan di pedagang kaki lima. Dan yang paling menyenangkann dari itu adalah dirinya bisa makann dengan tenang tanpa gangguan.

Sepertinya ide Junno untuk berpenampilan biasa saja berhasil untuk menghindarkannya dari banyak perhatian. Selain beberapa orang yang menatap heran seperti mengenalinya, tapi mereka tidak mendekat karena mungkin mengira jika dia adalah orang yang berbeda.

"Menurutmu aku benar-benar berbeda dengan penampilan seperti ini?" Dia meneruskan percakapan.

"Ya, tentu saja."

"Apa lebih baik?"

"Jika untuk sekedar jalan-jalan tentu saja lebih baik. Lain cerita kalau kau sedang syuting." Pria itu sedikit berbisik.

Camelia terkekeh.

"Tapi, kenapa juga kau memikirkan pendapat ku? Ini hanya sudut pandang ku, lho. Kalau misalnya kau ingin berdandan seperti biasa ya tidak apa-apa. Itu kan dirimu."

Camelia menggelengkan kepala. "Saranmu cukup penting."

Ucapannya membuat Junno mengerutkan dahi. "Kenapa saran dan pemikiran orang lain penting untukmu? Padahal kau yang menjalani hidupmu? Apa karena kau artis, sehingga ingin membuat orang senang kepadamu? Atau mendapat pengakuan itu seperti sebuah kebanggaan untukmu?"

Perempuan itu berpikir.

"Seharusnya kau melakukannya untuk dirimu sendiri, bukan karena orang lain yang mengatakannya bahwa kau harus begitu. Pendapat orang lain tidaklah penting jika kau tidak merasa nyaman dengan itu." Junno menyuapkan potongan roti bakar ke dalam mulutnya.

"Kau nyaman?" Lalu dia bertanya.

"Hum?"

"Kau nyaman dengan hidupmu dan semua yang kau jalani?" Pria itu memperjelas kalimatnya.

"Jika nyaman ya lakukan saja, yang penting kau bahagia." Dia kemudian meneguk kopi su*u yang dipesannya dari pedagang di sebelah.

"Sebenarnya aku tidak terlalu suka." Lagi-lagi Camelia berbicara.

"Hum?"

"Kau tahu, cita-citaku adalah menjadi guru."

"Guru?"

Camelia menganggukkan kepala.

"Kau bercanda!"

"Tidak. Dan guru TK sepertinya menyenangkan. Bertemu anak-anak dengan bermacam karakter dan kepribadian mereka. Aku tahu tidak mudah karena tanggung jawab mendidik anak orang lain itu lebih besar, dan lagi menghadapi semua kericuhan yang mungkin terjadi. Tapi aku rasa itu akan menyenangkan." Camelia tertawa pelan.

Wajahnya berbinar ceria dan dia tidak seperti  Camelia Abigail yang sering muncul di layar televisi dengan segala pencapaian, gosip dan pemberitaan.

"Lalu kenapa kau malah menjadi pemain sinetron?" Kemudian Junno bertanya.

Baik, kali ini dia benar-benar tak dapat menyembunyikan ke penasarannya. Karena meski bisa saja dia mencari tahu dari artikel, atau internet mengenai jati diri perempuan di depannya, tetapi mengetahui bagaimana dia secara langsung mungkin lebih baik.

"Karena aku harus." Camelia menjawab.

"Harus? Ada yang memaksamu?"

Lalu dia menggelengkan kepala.

"Lantas?"

"Karena itu satu-satunya kesempatan bagiku untuk bisa mengurus seluruh keluargaku," katanya. Dan entah mengapa dia setenang itu membicarakan hal tersebut kepada Junno.

My Hot BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang