93. Percakapan Tengah Malam

1.1K 167 19
                                    

Camelia tak dapat memejamkan matanya walau hanya sekejap. Dia malah bolak-balik dari satu sisi ke sisi lainnya. Tidak seperti biasanya yang dapat langsung tidur begitu Junno menutup pintu.

Dia meraba sisi kosong di samping di mana biasanya Junno berbaring setiap malam, tapi beberapa hari belakangan pria itu tak ada di tempat.

Camelia sadar, beberapa kali dia mengusirnya setiap kali mereka hendak pergi tidur dan entah mengapa itu hanya terjadi di malam hari, padahal sepanjang siang mereka biasa saja.

Dia menghembuskan napasnya di udara. Rupanya kehamilan ini begitu mempengaruhi kondisi tubuh dan psikisnya sehingga banyak perubahan yang dialami. Dan selayaknya sebagai pasangan suami istri, dia sudah terbiasa tidur bersama suaminya.

Camelia bangkit, lalu berjalan ke arah pintu yang tertutup rapat. Dia membukanya ragu-ragu, takut membangunkan Junno yang mungkin sudah tidur pada tengah malam seperti ini.

Keadaan ruang tengah cukup temaram pada saat Camelia mengintip tetapi televisi masih menyala menayangkan entah acara berita atau apa. Dia mengendap keluar dan melangkah sepelan mungkin takut membangunkam Junno yang mungkin sudah terlelap.

“Kau mau apa?” Tapi ternyata pria itu masih terjaga dan dia hanya berbaring di sudut sofa.

“Eh, aku kira kau sudah tidur?” Camelia berhenti kemudian terkekeh.

“Kau butuh sesuatu?” Junno pun bangkit sambil menyugar rambut hitamnya yang mulai memanjang.

“Tidak. Aku hanya ….” Camelia mencari ide untuk tetap berada di sana karena Junno pasti akan menyuruhnya untuk kembali ke kamar. Pria itu memang sangat ketat jika berhubungan dengan jam istirahat apalagi keadaannya yang tengah berbadan dua.

Tiba-tiba saja perutnya berbunyi dan itu cukup nyaring, sehingga Junno yang tengah menatapnya pun tertawa.

“Kau lapar ya?” Pria itu berjalan ke arahnya.

“I-iya. Habis muntah-muntah tadi sepertinya perutku kosong lagi.”

“Baiklah, kau mau makan apa?”

“Tidak tau. Enaknya apa kalau tengah malam seperti ini?” Camelia balik bertanya.

“Kau mau nya apa?”

Camelia berpikir. “Mau nasi goreng, omelet dan cah sayuran.” 

“Banyak sekali?”

“Makanannya kan untuk berdua.” Perempuan itu menyentuh perut dengan kedua tangannya.

“Baiklah, tunggu sebentar.” Dengan sigap Junno segera beralih ke dapur dan mengeluarkan beberapa bahan makanan dari kulkas. Kedua tangannya dengan cekatan memotong sayuran, mengocok telur dan bahan bumbu lainnya.

“Aku boleh membantu?” Lalu Camelia mendekat dengan segala rasa penasarannya.

“Mau bantu apa? Kau kan tidak bisa memasak?” Junno menyiapkan perabotan untuk masak.

“Apa saja.”

Junno tersenyum kemudian menyalakan kompor.

“Kau siapkan piring dan mangkok saja.”

Tanpa menunggu perintah lagi Camelia segera mengeluarkan beberapa alat yang ditunjuk oleh Junno lalu menatanya di atas meja makan.

“Kau sudah tidak mual lagi?” Pria itu memulai kegiatan masaknya. Irisan bawang dimasukkan setelah mematangkan sebutir telur sebelumnya.

“Hanya sedikit.” Sementara Camelia berdiri di sampingnya memperhatikan bagaimana lihainya pria itu mengolah semua bahan hingga tampak menggiurkan untuk dimakan. Aroma bumbu menguar begitu saja sehingga membuat perutnya menjadi keroncongan.

My Hot BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang