63. A Beast #2

1.2K 145 26
                                    

Junno menerima satu kaleng minuman dingin dari Adam begitu mereka tiba di markas, juga Camelia. Mereka memboyongnya setelah menyerahkan sang produser kepada Rama yang segera membawanya ke kantor polisi dan memprosesnya secara hukum. Berbekal rekaman cctv yang terletak di sudut langit-langit teras villa saat pria itu masuk dan mencoba menodai Camelia.

"Kau baik-baik saja, Mel?" Adam memberanikan diri bertanya pada Camelia.

"I-iya," jawabnya, sambil mengangguk. Kemudian dia menyesap minuman dinginnya setelah Junno buka kan penutupnya.

"Dari pengakuannya, dia tidak sempat berbuat lebih kepadamu, apa itu benar?" tanya Adam lagi, dan Camelia kembali mengangguk untuk menjawab.

"Aku rasa ya, dia hanya sempat memukul. Setelah itu, aku pingsan."

Garin muncul dengan membawa sehelai kain dan sebungkus es batu yang kemudian dia serahkan kepada Camelia. "Mungkin ini bisa membuatmu lebih baik." Lalu dia menyodorkannya pada perempuan itu.

"Terima kasih." Camelia pun menerima dan segera menggunakannya untuk mengompres pipinya yang tampak membengkak.

"Apa mau diproses secara hukum atau bagaimana? Sepertinya kasus ini sangat serius?" Adam pun duduk di seberang mereka.

"Kau ini bercanda ya? Tentu saja harus diproses secara hukum. Kalau tidak, biarkan aku menghajarnya sampai mati saja!" sahut Junno yang bangkit kemudian menegakkan tubuhnya. Emosi masih tampak kentara dan dia tak dapat menutupi kemarahannya atas kejadian tersebut.

"Kau ini emosian sekali? Aku kan cuma tanya." Adam menjawab ucapannya.

"Pertanyaanmu tidak masuk akal. Kira-kira apa yang akan kau lakukan jika seseorang melakukan hal yang sama kepada istrimu? Kau akan menjebloskannya ke penjara atau membunuhnya?"

"Ish, mengerikan sekali isi pikiranmu itu? Ngeriiii."

Junno mendengus keras, tetapi dia kembali menghempaskan punggungnya pada sandaran sofa. Kemudian perhatiannya beralih ketika ponselnya berdering dan nomor kontak Lina yang memanggil. Dia menggeser tombol hijau ke atas dan menjawabnya dalam mode loudspeaker.

"Junn?" Suara perempuan itu langsung terdengar.

"Ya?"

"Apa yang kau lakukan?"

"Apa?"

"Kau melaporkan Pak Haris ke polisi? Atas dasar apa?"

"Kau sudah tahu?"

"Tentu saja. Kabarnya sudah menyebar ke semua manager."

"Cepat sekali ya?"

"Apa yang kau lakukan? Aku dengar kau juga menghajarnya? Di mana pikiranmu?"

"Sebaiknya kau tujukan pertanyaan itu kepadanya, bukan untukku. Kalau saja dia punya pikiran, sudah pasti tidak akan melakukan apa-apa pada Camelia."

"Apa maksudmu?"

"Aku pikir kau mengerti maksudku, Lina."

"Soal apa?"

"Kau juga menjual Camelia pada produser itu, hum?" Junno kembali menegakkan tubuhnya, dan ucapannya membuat Camelia terhenyak.

"Jangan bicara sembarangan!" Lina terdengar berteriak.

"Tidak perlu berteriak. Jawab saja ya atau tidak?"

"Kau ngawur! Lagipula, apa urusannya denganmu? Tugasmu hanya menjaga Camelia saja dan hari ini kau gagal. Semuanya kacau dan perbuatanmu ini berpotensi menghancurkan karier nya."

Junno menoleh ke arah Camelia yang tampak membeku di sisinya.

"Camelia tau soal ini?" Junno bertanya lagi untuk mengorek keterangan lainnya.

"Hah, tau apa dia soal ini. Yang penting dapat pekerjaan yang layak dengan bayaran setimpal. Urusan produser, aku rasa dia sudah mengerti." Lina menjawab tanpa ragu, sedangkan Junno masih menatap sang artis yang perlahan menitikan air mata.

"Jadi, Camelia tidak tau soal ini ya?"

"Tentu saja tidak. Dan sebaiknya kau tidak usah banyak bicara. Kau mengerti keadaanya, bukan? Sama seperti permasalahan Bima. Dan sebaiknya kau diam saja jika ingin tetap bekerja dengan kami."

Junno tampak mendengus keras. "Kalau aku memutuskan untuk memberitahunya soal persekongkolanmu dengan beberapa orang, bagaimana?"

"Persekongkolan apa?"

"Soal menggunakannya sebagai tambang uang kalian? Memerasnya seperti budak dan menjadikannya sebagai pelancar jalan untuk beberapa proyek artis baru kalian?"

Camelia mendongak.

"Tutup mulutmu, Junno! Kau tidak tau apa-apa soal itu."

"Benarkah?" Junno mengeluarkan sebatang rokok dari kotaknya, kemudian menyalakannya seperti biasa. "Aku punya beberapa file perjanjian kalian dengan beberapa pihak, yang didalamnya melibatkan Camelia sebagai imbalan."

"Omong kosong!"

"Lebih omong kosong lagi bualanmu, Lina." Dia menyesap rokoknya hingga ujungnya berpendar kemudian meniupkan asapnya di udara.

"Jangan coba-coba, Junn! Kau mau memerasku ya? Sekarang katakan di mana Camelia?"

Junno mendengus lagi.

"Junno?"

"Tidak usah khawatir, dia aman di sini. Bersamaku."

Tak terdengar suara apa pun dari seberang. Tampaknya Lina kehilangan kata-kata setelah menyadari bahwa sebenarnya Camelia ada di sana dan sedang mendengarkan percakapan mereka.

"Dan sepertinya kau harus mencari artis lain untuk menggantikannya. Karena aku yakin setelah ini Camelia tidak akan bersedia bekerja lagi untukmu." Dia kembali menatap Camelia yang tergugu di tempat duduknya.

"Junno, jangan macam-macam! Kau tidak —" Segera saja dia mematikan ponsel untuk memutuskan percakapan.

"Haih, kesal sekali aku pada perempuan ini!" geramnya yang meletakkan benda pipih itu di atas meja kemudian kembali menyesap rokoknya.

"Kau dengar, Mell? Kau hanya dijadikan sapi perah oleh mereka. Hargamu tidak lebih dari komoditas perdagangan yang menghasilkan uang bagi siapa pun yang menginginkannya, dan kau digunakan sebagai alat tukar yang paling menggiurkan." Junno berbicara tanpa basa-basi dan dia mengatakan apa pun tepat pada maksudnya. "Dan aku rasa kejadian tadi pun sudah sepengetahuan Lina makanya dia bisa bicara begitu."

Camelia mati-matian menahan air mata dan tangisnya yang sudah mengganjal di tenggorokkan. Tetapi itu tampak jelas dan Junno maupun Adam dan Garin bisa melihatnya.

"Dan aku rasa, mau selama apa pun kau bertahan di sana, mereka akan tetap menjadikanmu boneka untuk dimanfaatkan seperti ini. Kau mau seperti itu terus?" Junno mematikan rokoknya yang sudah hampir habis. "Aku rasa aku tidak mau membiarkanmu terus begitu. Tapi itu semua terserah padamu. Apa mau tetap ada di sana dan melakukan hal-hal seperti ini? Membiarkan mereka merusakmu sampai nanti kau tidak berguna lagi, atau berhenti sebelum mereka membuangmu ke jalanan?"

Camelia terdiam, sementara pria itu bergeser ke dekatnya setelah beberapa saat.

"Percayalah, tidak ada yang akan memperlakukanmu dengan baik di sana. Jadi saranku, berhenti saja."

Camelia mendongak.

"Aku tau, karirmu akan hancur. Kau akan ditinggalkan banyak penggemar dan teman-teman di dunia hiburan akan menjauhimu tepat setelah kau memutuskan untuk mengundurkan diri, apalagi dengan munculnya kasus ini. Tapi hidupmu akan selamat."

Camelia menatap wajah Junno lekat-lekat.

"Aku beri tau, Haris sudah Rama bawa ke kantor polisi dan semua prosedur hukum sudah pasti dijalankan. Dan mulai besok, hidupmu tidak akan tenang. Kabar pasti akan segera menyebar dan wartawan akan memburu berita tentang kasus ini. Mereka seperti burung pemakan bangkai yang siap memangsa mayat segar sebagai santapan mewah. Dan mayat itu adalah kau, Mell."

Air mata kembali mengalir dari kedua mata Camelia, dan Junno segera menariknya ke pelukan. "Tapi jangan khawatir, aku akan menemanimu melewati ini." Dia merangkul tubuh perempuan itu yang tangisannya segera pecah setelah dirinya mengatakan banyak hal.

Sementara Adam dan Garin memutuskan untuk keluar saja dari ruangan itu. Mereka memilih untuk membiarkan dua orang tersebut berbicara dan mungkin memutuskan sesuatu.

My Hot BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang