“Bagaimana Camelia, Junn? Apa dia baik-baik saja?” Suara di seberang sana terdengar khawatir. Kedua orang tuanya segera menelpon begitu mendapat balasan atas pesan yang mereka kirimkan beberapa saat sebelumnya.
“Dia baik-baik saja, Bu. Tidak usah khawatir.” Junno menoleh ke arah Camelia yang meringkuk di sofa sambil menatap layar televisi yang menayangkan berita soal konfrensi persnya pagi tadi. Yang segera menjadi headline di seluruh acara gosip dan hiburan tanah air.
“Larang dia menonton berita, Junn. Ngeri sekali kalau mendengar apa yang mereka ucapkan seolah tau yang sebenarnya,” ucap Surati lagi.
“Iya, Bu. Nanti aku bilang.”
“Untung sebelumnya kalian sudah cerita kepada bapak dan Ibu, jadi kami sudah tau harus bagaimana menghadapi pertanyaan orang di sini.”
“Ada yang tanya juga di sana, Bu? Para tetangga bagaimana?”
“Ada. Mereka hanya tanya benar atau nggak. Ya Ibu jawab benar, tapi itu kan sebelum bertemu denganmu. Dan kamu juga tau, tapi setelah itu kalian kan menikah.”
“Lalu tanggapan mereka bagaimana?”
“Macam-macam. Ada yang percaya, ada juga yang tidak percaya dan malah lebih banyak bertanya. Tapi sudahlah, itu tidak penting. Yang penting adalah kamu dan Camelia.”
“Kami baik-baik saja, Bu.”
“Harus. Tidak boleh terpengaruh oleh kabar miring apa pun itu, terutama Camelia. Dia harus baik-baik saja agar cucu ibu sehat.”
“Iya, Bu.”
“Ya sudah, Ibu tidak akan bicara dulu dengan Camelia. Biar dia tenang. Ingat apa yang Ibu bilang, Junn.”
“Iya, Bu. Aku pasti ingat.” Lalu percakapan itu pun berakhir.
“Kau mau aku bawakan sesuatu?” Junno mendekati Camelia setelah meletakkan ponselnya di meja. Namun perempuan itu menggelengkan kepala dan dia masih menyimak berita tersebut sambil memeluk bantal.
“Sudah aku katakan untuk tidak menonton acara ini, kan? Tidak baik untukmu.” Junno mematikan televisi. “Kita tau kalau mereka pasti akan menggoreng kabar ini, menambahkan kata-kata agar lebih panas kemudian menggiring opini publik. Terkadang memutar balikkan fakta.”
“Apa kita harus mengklarifikasi, Junn?” Camelia mendongak dan dengan matanya yang sembab dia menatap suaminya.
“Kita tunggu dulu sebentar. Selain kau harus banyak istirahat, kita juga harus mengumpulkan data-data dan dan membiarkan Adam merekam apa pun yang mereka lakukan. Baru setelahnya kita bisa bertindak. Tapi dengan amunisi yang cukup.”
Camelia terisak.
“Kemarilah.” Pria itu segera menarik dan memeluk tubuh Camelia yang terasa lemah.
“Tidak apa-apa, semua orang pernah melakukan kesalahan. Itulah mengapa kita disebut manusia karena tidak ada yang suci. Tapi hal paling baik yang dapat kita lakukan setelahnya adalah bagaimana untuk berhenti kemudian memperbaiki diri dan tidak mengulanginya lagi. Meskipun sulit, tapi kau ada di jalur yang benar.”
Pundak Camelia berguncang dan dia tergugu. Rasa sesal memang datang belakangan, ketika semuanya sudah terlanjur terjadi. Skandal itu bukan hanya membuat dirinya hancur, tetapi bisa dipastikan jika karir yang dibangun dari nol sejak belasan tahun lalu pun tumbang tak bersisa. Bahkan usahanya bertahan dari hal-hal yang selama ini hampir membuatnya ambruk hingga rela menyerahkan kehormatannya pada Bima pun sia-sia belaka. Lalu bayangan hinaan, cibiran dan sanksi sosial yang akan didapatkannya seumur hidup membuatnya menangis sejadi-jadinya di dada Junno.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hot Bodyguard
RomanceJunno yang baru saja bebas dari penjara setelah 3 tahun menjalani hukuman karena melakukan penembakan terhadap selingkuhan istrinya, tahu-tahu ditawari pekerjaan oleh sahabatnya, Adam. Yakni menjadi pengawal bagi seorang aktris, Camelia Abigail yang...