Junno menurunkan Camelia tepat setelah mereka sudah berada di dalam kamar mandi, dan dia mendorong perempuan itu hingga terpojok di bawah shower. Kemudian menyalakan krannya sehingga air dingin mengalir menimpa tubuh mereka berdua.
Camelia tertawa seraya mengusap wajahnya yang basah terkena aliran air, kemudian ia menyambut pria itu yang segera meraih ciuman dari bibirnya.
Suara decapan dan aliran air saling berlomba untuk mendominasi ruangan yang tidak terlalu besar itu, bersamaan dengan kedua tangan mereka yang saling menyentuh.
Junno melepaskan pakaiannya yang sudah basah begitupun Camelia, dan segera saja keduanya kini dalam keadaan polos tanpa sehelai benangpun.
Mereka saling tatap untuk mengagumi tubuh masing-masing, dan setelahnya seulas senyum terbit menghiasi wajah-wajah basah dan sedikit menggigil itu.
Camelia bahkan menyentuh dada Junno, lalu merayap untuk merasakan setiap inchinya yang terdapat beberapa bekas luka sayatan, hasil dari perjuangannya sebagai prajurit di masa yang telah terlewat.
Rasa kagum dan bangga segera menyeruak ketika bayangan bagaimana dia bertarung di medan perang muncul di kepala. Dan Camelia tidak bisa menahan diri untuk segera mendekat.
Dia kembali memberi kecupan di bibir pria itu, lalu beralih ke seluruh wajahnya sehingga tak ada sesenti pun yang terlewat. Kemudian terus turun melewati leher, menyusuri pundak kokoh dan dada bidangnya.
Lalu sentuhannya semakin turun menyentuh perut kotak-kotaknya yang menggoda, dan dia merasa tak tahan untuk melakukan hal lebih. Hingga akhirnya tiba di mana dia menemukan senjata pria itu yang sudah berdiri kokoh dalam genggamannya.
Camelia menurunkan tubuhnya, lalu dia berjongkok seraya menatap wajah Junno yang juga tengah menatapnya disela air yang mengalir dari shower.
Perempuan itu mendekatkan mulutnya, kemudian mengecup ujung alat tempur milik Junno yang membuatnya menahan napas untuk beberapa detik.
Lalu di detik berikutnya dia membuka mulutnya sendiri, dan benda yang sudah mengeras dalam genggamannya itu dia sesap perlahan.
"Ahhh!" Junno mendesah pelan seraya mengusap wajahnya yang masih dialiri air. Lalu dia menyugar rambutnya sendiri karena merasakan sensasi gila yang muncul saat Camelia memperlakukan senjatanya seperti itu.
Sebelah tangannya bahkan sampai berpegangan pada dinding kamar mandi untuk menahan perasaan gila yang merambat dari pusat tubuhnya hingga ke seluruh Indra yang semakin lama menjadi semakin sensitif saja.
Rasa hangat dan lembut ketika Camelia menyesap, dan lidahnya yang membelit di dalam sana hampir membuatnya gila dan tak dapat mengendalikan diri.
Junno bahkan hampir tak dapat menahan ledakan hasrat yang muncul setiap kali perempuan itu memanjakan miliknya.
"Ohh, Camelia!" Dia menggeram dan tangannya mulai merayap di kepala perempuan itu.
Junno meremat rambut panjangnya yang basah dan mengikatkannya pada tangan, yang membuat Camelia menggerakkan kepalanya.
Pandangan mereka segera bertemu dan perasaan gila semakin tak tertahankan ketika dia menatap wajah perempuan itu yang tampak semakin sensual dalam pandangannya.
Desahan dan geraman semakin terdengar seiring semakin intensnya pergerakan Camelia di bawah sana. Dan Junno benar-benar dikuasai gairah yang begitu membara sehingga mampu membakar seluruh akal sehatnya.
Genggamannya pada rambut Camelia membuat aktivitas itu menjadi semakin tak terkendali jika saja bukan dia sendiri yang menghentikannya.
Rasanya ingin segera meledak saja di dalam sana, tapi itu tak boleh terjadi saat ini karena dia memang tak menginginkannya.
Junno melepaskan tangannya dari rambut Camelia, kemudian ia menarik perempuan itu untuk bangkit. Dan segera saja, dia melanjutkan cumbuan yang sempat terjeda.
Perempuan itu pasrah dalam kungkungannya, dan dia membiarkan saja Junno menyentuhnya lebih jauh.
Bahkan saat sang pengawal membalikkannya sehingga wajahnya menghadap tembok, Camelia hanya menurut saja.
Pria itu kemudian menekan punggungnya hingga ia membungkuk, lalu setelahnya menarik pinggul seksi Camelia. Dan tanpa menunggu lebih lama dia segera membenamkan miliknya pada pusat tubuh sang artis.
"Junn!" Camelia sedikit menjerit ketika Junno menyentakkan senjatanya. Namun setelahnya dia mendesah saat pria itu bergerak dan kembali menyentuh tubuhnya.
Kedua tangannya bertumpu pada dinding untuk menahan hentakan yang dimulai dengan ganas agar dia bisa bertahan dari amukan pria di belakang.
"Ahhh, Junno!" Camelia mengerang kala sentuhan-sentuhan itu menjadi semakin liar, dan dia merasa hampir hilang kesadaran. Jika saja Junno tak menarik rambutnya yang semakin basah, maka entah dia sudah terbang ke alam mana.
Erangan dan desahan terus mengudara seiring hentakan yang semakin gila. Dan kedua insan yang sedang diamuk gairah itu menjadi semakin tak terkendali. Apalagi ketika mereka merasakan hal ini menjadi semakin nikmat saja, maka keduanya memlilih untuk membiarkan diri masing-masing tenggelam dalam perasaan itu.
Air dari shower terus mengalir membasahi dua tubuh yang semakin memanas, namun itu tak mampu meredam apa yang mereka rasakan. Keduanya bahkan benar-benar hampir kehilangan akal hingga akhirnya tak lagi bisa menahan diri, dan ledakan klimaks segera menyerang mereka tanpa ampun.
"Aaaaa, Junno!!" Camelia bahkan sampai menjerit ketika pria itu menekan miliknya dalam-dalam seiring rematannya di pinggul yang begitu kuat. Bersamaan dengan dirinya yang juga mengalami pelepasan di saat yang hampir bersamaan.
***
"Oh, syukurlah kalian datang tepat waktu!" Lina berjalan tergesa begitu menemukan keberadaan Camelia dan Junno yang baru saja tiba di lokasi syuting.
"Ya, maaf. Macetnya parah sekali hari ini!" Dan sang artis pun melakukan hal sama setelah menyerahkan tasnya kepada pengawal di belakang.
"Aku khawatir sekali waktu kau mengatakan sedang tidak enak badan. Tapi syukurlah kau bisa datang, Mel." ucap Lina lagi yang telah mempersiapkan semuanya ketika Camelia duduk di kursinya.
"Ya, beruntung sekali kau hari ini. Sudah telat mengirim jadwal, lalu memintaku buru-buru datang kemari lagi karena memerlukan scene tambahan. Kau tahu, aku sangat butuh istirahat!" Camelia melirik ke arah Junno yang berjaga di belakang lewat cermin besar di depannya ketika make up artis mulai melakukan tugasnya.
"Iya, maafkan aku, Mel. Ini permintaan sutradara!"
"Omong kosong! Lain kali aku tidak mau ya kalau ada syuting dadakan seperti ini. Kau pikir aku ini robot?" omelnya yang tetap menatap ke arah sang pengawal yang tampak siaga.
"Iya, lain kali aku usahakan tidak akan terjadi lagi, Mel." Lina berucap.
"Serius. Kalau bekerja di hari libur, aku mau minta bonusnya dua kali lipat." Camelia tak mau berhenti mengomel.
"Baik, akan aku sampaikan kepada produser."
Lalu dia terdiam, tetapi pandangannya tetap ke arah Junno hingga pria itu pun menatap ke arahnya. Dan hal tersebut membuat kedua sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman samar.
Pada awalnya Junno hanya diam dengan raut datar seperti biasa, namun hanya membutuhkan waktu beberapa detik saja hingga pria itu pun akhirnya tersenyum.
Lalu sesuatu di dalam hati mereka seperti meledak di saat yang bersamaan, namun keduanya mencoba menyembunyikan hal tersebut. Hingga akhirnya teriakan dari arah set terdengar.
"Baik, syutingnya dimulai lima menit lagi ya, teman-teman? Dimohon kerjasamanya kali ini. Terima kasih!" Asisten sutradara memberi peringatan, yang membuat semua orang segera bersiap untuk mengerjakan bagiannya masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hot Bodyguard
RomanceJunno yang baru saja bebas dari penjara setelah 3 tahun menjalani hukuman karena melakukan penembakan terhadap selingkuhan istrinya, tahu-tahu ditawari pekerjaan oleh sahabatnya, Adam. Yakni menjadi pengawal bagi seorang aktris, Camelia Abigail yang...