91. Mood #2

1K 155 22
                                    

“Ya aku memang melakukannya.” Di depan mertuanya Bima mengakui segala rumor yang berkembng semakin besar di ranah publik. Tentang perselingkuhannya, tentang skandalnya bersama beberapa orang perempuan tidak terkecuali Camelia. Tak ada alasan untuk mengelak karena semua bukti sangatlah jelas.

Sementara Delisa menekan dadanya dengan keras. Dia sudah tau, tapi kenyataan bahwa sang suami mengakuinya tanpa merasa bersalah sedikitpun membuatnya terpukul.

“Kau menjijikan! Ceraikan aku sekarang juga! Bedebah!” Perempuan itu melesat ke hadapan Bima kemudian memukulinya tanpa jeda.

“Delisa! Tahan dirimu!” Pramana, sang ayah yang sejak tadi menginterogasi suaminya mencoba menghentikan.

“Bertahun-tahun aku menaruh kepercayaan padamu, menyerahkan diriku dan mengorbankan seluruh waktuku demi berbakti kepadamu, tapi lihat balasan yang kau berikan?” Delisa meracau meski dua orang pengawal sang ayah menariknya dari Bima.

“Kau tidak ingat pada anakmu, hah? Satu dari mereka bahkan perempuan. Apa kau tidak takut sesuatu terjadi kepadanya?” Perempuan itu masih berteriak.

“Tenangkan dirimu, Delisa! Atau aku akan mengikatmu di kursi itu!” Pramana pun balas berteriak yang akhirnya membuat Delisa terdiam seketika.

“Lalu apa rencanamu setelah ini, Bima? Buktinya sangat kuat dan ka jelas tak bisa mengelak.”

Bima belum memberikan jawaban.

“Sudah aku katakan untuk membereskan urusan soal perempuan itu agar tak jadi bumerang untukmu, tapi lihat? Kecerobohanmu membuat semuanya kacau!”

Delisa terperangah demi mendengar ucapan ayahnya.

“Ayah tau soal ini?” 

Pramana melirik kepada putrinya.

“Ayah!” Delisa sedikit berteriak. “Ayah tau tapi membiarkannya berbuat seperti itu kepada anak Ayah sendiri. Di mana nurani Ayah?”

“Kau tidak akan mengerti karena kau perempuan.”

“Berani-beraninya Ayah bicara seperti itu!”

“Jangan berteriak padaku, Delisa!”

“Bagaimana aku tidak berteriak sedangkan hanya dengan begini kalian akan memperhatikan!” Dada Delisa tampak naik turun dengan cepat karena dia menahan amarah. Dua pria yang seharusnya menjadi sandaran dan pelindung baginya malah menjadi orang yang paling menyakitinya.

“Oh, aku mengerti. Karena Ayah sama bajingannya maka membiarkan menantu Ayah seperti ini, kan?” tunjuknya pada Pramana.

“Tutup mulutmu, Delisa!”

“Tidak akan! Kalian berdua sama saja!” Delisa tidak akan lupa saat dia mengetahui bahwa sang ayah memiliki simpanan. Bahkan sejak dia kecil sudah sering memergoki pria itu berkencan dengan perempuan selain ibunya. 

Pramana bahkan sesekali membawa perempuan yang berbeda-beda ke dalam rumah mereka setelah ibunya meninggal dunia karena suatu penyakit. Memang itu terjadi dulu sekali saat dia kecil, tapi rasanya tetap saja, sama-sama menyakitkan.

“Tukang selingkuh, maniak, tukang main perempuan!” teriaknya lagi yang segera mendapat tamparan keras dari ayahnya sebagai bentuk respon sehingga dia terpaksa menutup mulutnya.

“Ceraikan aku sekarang juga, Bima! Aku tidak sudi hidup bersama mu lagi!” geramnya dengan raut yang benar-benar tampak marah.

***

“Tidak ada, Bu. Camelia bahkan belum bangun.” Junno melirik jam dinding yang menunjukkan sudah jam tujuh pagi.

“Dia masih muntah-muntah?”

My Hot BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang