Junno menempelkan punggungnya di belakang pintu begitu berhasil masuk ke dalam kamar. Dia tertegun untuk beberapa saat dan merasakan debaran di dadanya yang begitu kencang. Lalu dia menunduk untuk menatap bagian bawah tubuhnya yang terasa mengeras dan benar saja, alat tempurnya sudah tegak dibalik joggerpantsnya entah sejak kapan.
"Ah, sial!" geramnya, dan dia segera membenahi posisinya yang terasa tidak nyaman.
"Dasar perempuan!" Ucapnya lagi yang menjatuhkan tubuh di atas tempat tidur dalam posisi tertelungkup untuk menahan gejolak hasrat yang menggila di dalam dada, dan dia tak punya cara untuk meredakannya.
"Aku benar-benar harus mengundurkan diri kalau begini. Karena jika tidak, maka akan tejebak dalam perasaan ini dalam waktu yang lama!" Dia membenamkan wajahnya di atas bantal dan berusaha untuk mengalihkan perhatian. Meski pada kenyataannya, sangat sulit untuk melakukannya. Tetapi dia mencoba untuk menenangkan diri.
Sementara Camelia diluar sana masih tertegun di tempatnya semula. Dan dia belum turun dari counter setelah Junno mendudukkannya tadi.
Dia berusaha menyadarkan diri, bahwa ini hanyalah perasaan sesaat yang hadir karena dirinya mulai terbiasa dengan keberadaan pria itu. Yang membuatnya merasa aman dan terlindungi, meski memang itulah pekerjaannya.
***
Sudah jam 5 pagi dan Junno masih berada di dalam kamarnya. Ia sudah bangun sejak dini hari dan tak bisa lagi memejamkan mata karena peristiwa semalam yang membuat pikirannya terus melayang pada perempuan yang tinggal di kamar lainnya di unit tersebut.
Dia bertanya-tanya.
Apakah pikirannya sama, atau hanya perwujudan dari mimpinya saja yang melintas?Rasanya ini cukup menyiksa, dan dia sama sekali tak paham harus bagaimana. Tiga tahun menjalani kesendirian dan hanya berinteraksi dengan sesama tahanan khusus di penjara militer membuatnya lupa akan banyak hal. Terutama soal hubungannya dengan lawan jenis karena Lingga adalah perempuan terakhir yang membersamainya selama beberapa tahun. Meski itu harus berakhir karena perselingkuhan yang dilakukan oleh perempuan itu di kalandirinya tengah menjalankan tugas negara.
Ah, rasa perih itu kembali hadir. Bagaimana seorang Lingga yang tampak begitu jatuh cinta kepadanya mampu berbuat hal seperti itu. Menghianati apa yang sudah terucap di hadapan Tuhan dan orang tua, juga menghancurkan kepercayaannya terhadap perasaan yang orang-orang sebut sebagai cinta.
Cinta.
Junno terkekeh. Karena pada kenyataannya, perempuan yang paling dia cintai dan diperjuangkan mati-matian pun mampu menghancurkan dirinya dengan cara yang paling hina. Lalu pada siapa lagi dia akan mempercayakan hatinya? Sebab segala hal tampak begitu semu apalagi melihat perjalanannya sekarang ini.
Lalu dia teringat Camelia yang menjalani hidup luar biasa bak seorang ratu. Artis papan atas yang tengah berusaha mempertahankan eksistensinya di dunia hiburan di tengah gempuran bintang-bintang baru yang lebih segar dan memiliki begitu banyak bakat.
Belum lagi soal hubungannya dengan Bima yang jika dibuka ke publik, maka semua orang akan tahu bagaimana kenyataannya.
"Lalu apa yang ada di dalam hatiku ini?" Batinnya berbisik.
"Tidak mungkin aku memiliki perasaan kepadanya hanya karena kami sering berinteraksi. Aku ini pengawalnya yang mendapat tugas untuk menjaga keamanannya. Lalu apa artinya semua ini?" Berkali-kali dia menyadarkan diri namun tetap saja, rasa di dalam hati semakin mendominasi.
Dia menghela dan menghembuskan napasnya pelan-pelan sambil mengusap wajahnya. Lalu bangkit dan segera mengenakan sepatunya.
"Jangan ditanggapi serius. Kemarin kan dia sedang mabuk berat dan sedikit depresi makanya menciummu." Dia tertawa pelan untuk mengingatkan dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hot Bodyguard
RomanceJunno yang baru saja bebas dari penjara setelah 3 tahun menjalani hukuman karena melakukan penembakan terhadap selingkuhan istrinya, tahu-tahu ditawari pekerjaan oleh sahabatnya, Adam. Yakni menjadi pengawal bagi seorang aktris, Camelia Abigail yang...