83. Vernon

14.7K 1.2K 50
                                    

Requested by sylkyachi hansolvc_luki Putrilistyarifah_

"Vernon?" Panggilmu pada pria yang sedang berbaring di atap rumah sakit.

Ia mengangkat kepalanya untuk melihatmu lalu kembali berbaring. "Kau datang?"

Kau segera berjalan ke sampingnya lalu ikut berbaring bersamanya.

"Selamat ya, kau sudah boleh pulang." Ujarmu tanpa memandangnya.

"Bukankah besok kau juga akan keluar dari rumah sakit?" Tanyanya datar.

Kau tersenyum pahit lalu memutuskan untuk tidak menjawab pertanyaannya.

Ia memiringkan tubuhnya untuk menatapmu.

"Kenapa tidak menjawab?" Tanyanya bingung.

Kau menoleh padanya lalu menggelengkan kepalamu. "Hanya berpikir kalau kita mungkin tidak akan bertemu lagi setelah ini."

"Hah?"

Kau melihatnya bangun dan menatapmu dengan pandangan aneh. "Apa maksudmu?"

Kau kembali menatap langit di atasmu sebelum tersenyum lebar dan menatapnya.

"Kita sudah tidak bisa bertemu lagi bukan? Toh kau sudah keluar dari rumah sakit dan akupun demikian. Bagaimana kita akan bertemu?"

Vernon menatapmu datar sebelum menyentil dahimu dan membuatmu bangun seraya memegangi dahimu.

"Aku bisa pergi mengunjungimu kapanpun juga dasar bodoh."

Kau mengerucutkan bibirmu kesal lalu menghela nafas panjang.

"Oops, sebentar, ibuku menelepon."

Ia segera berdiri dan berjalan ke arah pintu meninggalkanmu yang menatapnya sendu.

"Besok, aku belum tentu bisa bangun kembali." Gumammu kecil.

Besok bukanlah hari kepulanganmu melainkan hari dimana kau akan pergi ke U.S. untuk melakukan oprasi pengangkatan tumor di otakmu. Masalahnya adalah besar kemungkinan jika kau tidak akan bangun lagi karena tumor yang kau miliki cukup besar dan ganas sehingga kau cukup putus asa untuk dapat tetap hidup setelah menjalani oprasi. Walaupun begitu kau memang sudah memutuskan akan mendonorkan seluruh organ tubuhmu yang masih dalam kondisi baik pada orang-orang membutuhkan sehingga kau tidak akan menyesal jika kau meninggal nantinya.

"Ibuku sudah menunggu di bawah. Kau mau ikut turun?" Tanya Vernon seraya melihat ke layar handphonenya.

Kau tersenyum kecil lalu mengangguk setuju. Ia mengulurkan tangannya dan membantumu berdiri.

"Yah, aku kehilangan teman untuk bertengkar." Ujarmu murung saat menuruni tangga menuju kamarmu.

"Kan sudah kubilang kita masih bisa berte.."

Kau segera mengecup pipi Vernon sebelum ia sempat menyelesaikan perkataannya.

"Aku tahu." Katamu cepat lalu segera berjalan menuju kamarmu.

Di tengah-tengah kau berhenti lalu berbalik padanya.

"Oh, dan aku menyukaimu. Sampai jumpa lain waktu." Ujarmu padanya yang masih diam terpaku sambil memegangi pipinya. Kau tersenyum kecil lalu kembali berjalan menuju kamarmu.

Setelah sampai kau segera menutup pintu kamarmu dan menguncinya tepat saat Vernon berusaha untuk membuka pintu kamarmu.

"Hei (Y/n)!" Serunya seraya mengetuk pintu kamarmu dengan kencang.

Kau menutup matamu yang terasa panas rapat-rapat.

"(Y/n), buka pintunya!" Seru Vernon agak keras hingga seorang suster memarahinya.

Tak lama kemudian tidak terdengar suara apapun lagi dari luar kamarmu.

Saat kau hendak membuka pintu suara Vernon terdengar jelas di balik pintu kamarmu. "(Y/n), berjanjilah padaku bahwa kau akan bertemu denganku lagi suatu saat nanti dan mendengar jawabanku."

Kau menangis dalam hening saat mendengar perkataannya. Perlahan-lahan tubuhmu jatuh ke bawah dan kau masih menangis dalam diam saat Vernon mengetuk pelan pintu di belakangmu. "Sampai jumpa nanti."

Sisa hari itu kau habiskan dengan menangis dan di pagi harinya kau segera berangkat menuju U.S. tanpa menunggu ataupun mengharapkan kedatangan Vernon.

"Bye-bye Vernon. Aku senang telah mengenalku." Bisikmu sebelum masuk ke dalam pesawat.

Operasi yang kau jalani memang berjalan lancar namun keadaanmu terus memburuk dari hari ke hari hingga pada akhirnya kau menghembuskan nafas terakhirmu dalam kondisi koma.

Orang tuamu menemukan sepucuk surat diantara barang-barangmu. Nama "Vernon" yang tertulis dengan tulisan tanganmu dalam tinta hitam tampak sangat kontras dengan amplop putih polos.

Tanpa sadar air mata ibumu menetes. Ia sadar hubunganmu dengan Vernon selama ini bukan hanya sebatas pertemanan yang timbul karena ruangan kalian bersebelahan. Ia tahu senyum yang kau ulas setiap kali Vernon mengunjungi ruanganmu berbeda dengan senyum yang biasa hadir saat kau bertemu dengan teman-temanmu.

Ibumupun menghubungi Vernon melalui bekas handphonemu dan mengatakan bahwa ada yang ingin ia serahkan padanya.

Saat ibumu bertemu dengan Vernon, ibumu hanya menyunggingkan senyum lembut sebelum menyerahkan surat yang kau tulis padanya. Dengan perlahan Vernon mengambil surat tersebut dari tangan ibumu. Namun saat jemarinya akan membuka amplop tersebut, tangan ibumu meraih lengannya, membuatnya mengangkat wajah.

"Kurasa kau sebaiknya membaca surat ini di rumah, Vernon." Ujar ibumu lembut, namun Vernon dapat melihat secercah kesedihan di mata ibumu. Perasaan tidak enak timbul dalam dada Vernon.

"Baiklah." Ujarnya dengan suara tercekat, sebelum ibumu menariknya ke dalam pelukannya.

Setibanya di rumah, Vernon segera menuju kamarnya dan mengunci pintunya. Ia langsung membuka surat yang di berikan oleh ibumu. Beberapa foto terjatuh dari amplop tersebut dan dengan senyum kecil Vernon memandang foto tersebut. Foto yang menggambarkan kebersamaan kalian selama hampir dua minggu.

Tangannya gemetar saat meraih lembaran kertas surat. Tulisan tanganmu yang sudah familiar langsung menyapanya.

"Dear, Vernon. Jika kau membaca surat ini, berarti aku sudah tidak ada lagi di sini. Sehari setelah kau pulang dari rumah sakit, aku berangkat ke U.S. untuk melakukan operasi. Aku tidak memberi tahumu. Bagaimana mungkin aku dapat memberitahumu, saat aku melihatmu tersenyum bahagia karena sudah dapat meninggalkan rumah sakit. Aku tidak ingin membuatmu khawatir, terutama saat aku tahu bahwa kesempatanku untuk dapat hidup sangatlah kecil. Vernon, jika ada satu hal yang kusesali, adalah karena aku tidak dapat mengatakan langsung padamu, bahwa aku menyukaimu sejak lama, entahlah aku tak tahu tepatnya. Namun yang kutahu pasti, aku menyukaimu.
Vernon, aku tak tahu bagaimana perasaanmu padaku. Namun, kumohon berjanjilah kau akan menjalani harimu dengan penuh senyuman, raihlah kebahagianmu tanpaku, karena aku ingin kau bahagia disana.
Yours, (Y/N)."

Bulir-bulir air mata menetes dari mata Vernon, mengaburkan pandangannya dari suratmu.

"Aku mencintaimu, (Y/N). Aku berjanji aku akan selalu mengenangmu, meski kau tak lagi di sisiku."

♡♡♡♡

끝!
Semoga suka ya.

Seventeen Imagine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang