Requested by katarinalauraa_ and Nafaselly28 IDKTEAM
"Hoonie~ Hoonie~" Kau bersenandung kecil seraya berjalan masuk ke dalam studio milik Jihoon.
Kau membuka pintu secara perlahan dan mengintip ke dalam studio tersebut untuk mencari sosok suamimu itu.
Setelah mengintip beberapa lama kau tidak menemukan siapapun di dalam ruangan tersebut sehingga kau membuka pintu ruangan itu lebar-lebar.
"Pergi kemana dia?" Gumammu kecil.
Kau tidak menyadari bahwa Jihoon sudah berada di belakangmu dan sedang mengamati seluruh perilakumu dengan senyuman kecil di wajahnya.
Ia mengendap-endap ke arahmu yang sedang melihat-lihat berkas yang ada di mejanya lalu memelukmu dari belakang.
"WA!" Kau berteriak kaget saat tangan besar Jihoon berada di pinggangmu.
"Apa yang sedang kau lakukan (Y/n)?"
Kau menoleh kebelakang lalu menyikut perutnya, tentu saja tidak keras karena kau tidak mau ambil resiko bahwa ia akan membalasmu menggunakan gitar kesayangannya.
"Ya ampun Jihoon-ah, berhentilah mengejutkanku seperti itu." Serumu seraya berbalik dengan kedua tangan kau letakan dadamu.
Kau melihat Jihoon yang memegangi perutnya seraya meringis kecil dengan tatapan bersalah.
"Maafkan aku. Aku tak bermaksud menyikutmu sekeras itu." Serumu panik. Kau bahkan langsung menunduk dan mengamati perut Jihoon dengan seksama.
Kau tidak menyadari bahwa bibir Jihoon telah melengkung membentuk sebuah seringai jahil.
"Apakah sakit sekali?" Tanyamu masih tak sadar dengan perubahan raut wajah Jihoon.
"Um, sakit." Ujarnya pura-pura menahan sakit.
"Maaf." Ujarmu seraya mendongak untuk melihat wajah Jihoon.
Belum sempat kau melihat wajah Jihoon, ia mencium bibirmu dengan cukup ganas hingga matamu terbelalak dan kau hampir jatuh jika lengan Jihoon tidak memeluk pinggangmu.
Kau sempat mematung sebelum tangan Jihoon berada di belakang lehermu dan menciummu semakin dalam. Pada akhirnya kau pasrah dalam pelukannya dan melingkarkan tanganmu di lehernya.
Kalian sama-sama mengatur nafas kalian yang tak beraturan ketika Jihoon mengakhiri sesi panas tersebut.
Kau memeluknya seraya mengistirahatkan kepalamu di dadanya.
"Jadi?" Ujar Jihoon dengan dagunya di puncak kepalamu saat nafasnya sudah lebih teratur.
Kau mendongak sebelum menjauhkan diri darinya.
"Apa?"
"Apa yang kau lakukan di dalam studioku, istriku yang manis?" Tanyanya dengan senyum lembut.
"Ah, aku hanya ingin memberi tahumu sesuatu."
"Hm?" Kau melihat Jihoon mengangkat alisnya. "Apa?"
"Um... begini, Hoon-ah.." Kau tak berani menatapnya melainkan menatap jari-jarimu yang sedang kau mainkan.
Kau melirik Jihoon yang memandangimu dengan wajah penasaran.
Kau menarik nafas singkat lalu menatapnya dengan senyuman di wajahmu. "Aku rasa kita tidak bisa tinggal di rumah ini lagi."
Kau melihat dahi Jihoon mengerut.
"Kau tahu, rumah ini tidak akan cukup untuk di tinggali oleh 4 orang." Ujarmu lagi.
"Berempat? Apa maksudmu? Kita hanya tinggal berdua." Jawabnya bingung. "Ah! Apakah orang tuamu akan pindah ke sini?"
Kau menghela nafas kecil dan berusaha untuk bersabar. "Kurasa kita harus pindah ke rumah besar milik kita berdua."
Jihoon menatapmu penuh tanda tanya. "Bukankah kita sudah berjanji untuk pindah ke sana saat kita akan mempunyai anak?"
Kau memandangi Jihoon dengan senyum penuh makna lalu mengangguk. "Iya, bukankah sudah waktunya untuk kita pindah ke sana? Apartemenmu ini sudah tidak mungkin di tinggali oleh kita berempat."
"Tapi kita belu....." Perkataan Jihoon terhenti sejenak lalu ia membelalakan matanya seraya memegangi bahumu. "Jangan-jangan kau..."
Kau tersenyum lebar lalu mengangguk.
Jihoon menatapmu tak percaya, pandangan matanya mengarah ke perutmu lalu ke wajahmu secara terus menerus lalu ia tertawa senang.
"Kau hamil?" Tanyanya tanpa menyembungikan kebahagiaannya.
Kau mengangguk kecil. "Usianya sudah 9 minggu."
Jihoon tak percaya dengan apa yang di dengarnya. Saat ini ia benar-benar senang. Ia menggendongmu lalu ia berputar dengan kau yang berpegangan erat padanya seraya tertawa.
Ia berhenti berputar lalu menatapmu dengan penuh cinta. "Kau bilang berempat?" Tanyanya seraya menurunkanmu.
"Iya. Ada 2 bayi di dalam perutku." Jawabmu pelan.
Ia tersenyum lalu berjongkok di hadapanmu ia menatap perutmu yang masih rata dan tidak terlihat bahwa di dalam sana ada 2 kehidupan yang akan mengisi kehidupanmu dan Jihoon kurang dari 8 bulan lagi. Kau tersenyum lembut saat melihat Jihoon mengecup perutmu dan mengusapnya dengan lembut.
Tak terasa air mata haru meluncur di pipimu. Jihoon tersenyum saat mendapati dirimu menangis.
"Aku sangat mencintaimu (Y/n)." Bisiknya di telingamu setelah ia memelukmu dengan erat.
"Terima kasih atas hadiah besar yang kau berikan dalam hidupku." Balasmu.
Jihoonpun mencium keningmu lalu kembali memelukmu seraya mengusap rambutmu dengan lembut. Kau hanya bisa tersenyum bahagia di dalam pelukannya.
♡♡♡♡♡♡
Done.......
Maafkan kalauuuuuuu ternyata jadinya kalian hamil(?) /ditimpuk carat/
Anyway.... semoga suka yaaa 😆
Vote and comment please
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen Imagine [END]
FanfictionFor Indonesian Carat Only! Don't forget to check Seventeen Imagine Season 2 ^^ Highest Rank: #1 In Search Seventeen Imagine 161030 ♡ #3 In Random 170110 ♡ #11 In Fanfiction All the pict I used're not mine! I save it from Seventeen Masternim twitter...