Li Giok-hou dan sekalian tokoh-tokoh terkejut ketika melihat kamar tulis di samping kiri Villa Merah Delima itu menyala terang.
Cepat rombongan orang-orang gagah itu melihat Pendekar Ular Emas Siau Mo tengah duduk di atas kursi batu. Kedua tangannya mencekal Pedang Ular Emas yang terletak di atas lututnya. Dia pejamkan mata, wajahnya pucat lesi.
Di samping tempat duduknya terdapat seorang berpakaian hitam yang duduk melingkar.
Hong-hu Hoa segera membisiki isterinya:
"Dia duduk pada jarak tujuh langkah dari pintu. Sesuai dengan tujuh bintang dalam lingkungan ujung kaki, sebuah tata langkah dalam jurus bintang Pak-tou. Dan jari tengahnya agak dijungkatkan ke atas itu sesuai dengan jurus Tangan memetik bintang. Jika kita gegabah menyerbu tentu sukar terhindar dari serangannya yang ganas."
Walaupun berkata kepada sang isteri, tetapi secara tak langsung Suling Kumala Hong-hu Hoa juga memberitahu kepada sekalian orang gagah.
Demi mendengar uraian Hong-hu Hoa, sekalian tokoh-tokoh pun segera mengamati sikap duduk dari Pendekar Ular Emas Siau Mo. Dan apa yang dikatakan Hong-hu Hoa itu memang benar.
"Ah, setiap saat Pendekar Ular Emas itu selalu berhati-hati menjaga diri. Apabila kita tak berhati-hati memeriksa tentu akan mati di tangannya," demikian pikir sekalian tokoh-tokoh gagah itu.
Mereka tak berani bergerak lebih dulu, melainkan memandang sekeliling penjuru. Aneh, mengapa tiada terdapat lain orang lagi? Kemanakah lenyapnya Siau Lo-seng?
Kemudian mereka mencurahkan pandang mata ke arah orang berpakaian hitam yang mendekam di samping Pendekar Ular Emas Siau Mo itu. Apakah orang itu yang menjadi pembunuh misterius dalam ruangan tadi?
Belum sampai merangkai dugaan lebih jauh, tiba-tiba orang berbaju hitam yang mendekam di tanah itu bangun lalu ayunkan tinjunya ke arah Siau Mo.
"Bokyong-te, aku......" Siau Mo membuka mata dan berseru.
Orang itu terkejut kemudian menarik pulang pukulannya.
"Siau toako, aku bertemu lagi dengan Wanita Suara Iblis itu," serunya tertahan.
Di tingkah sinar penerangan lilin, tampak orang berpakaian hitam itu seorang pemuda yang bertubuh gagah. Bahunya bidang, pinggang ramping, muka terang. Memiliki sepasang mata besar bundar yang dinaungi oleh alis tebal.
Pada saat menyebut nama Wanita Suara Iblis tiba-tiba ia hentikan kata-katanya dan berpaling memandang ke arah sekalian tokoh-tokoh yang berada dalam ruang villa.
"Bokyong-te, aku sudah tahu," sahut Siau Mo, "tadi anak buah dari Wanita Suara Iblis itu sudah bertempur dengan aku."
Pemuda yang disebut Bokyong-te atau adik Bok-yong itu terkejut: "Siau toako, engkau......"
Tiba-tiba ia berhenti lagi.
Sekalian orang yang berada dalam ruang villa itu adalah tokoh-tokoh yang banyak pengalaman dalam dunia persilatan. Mendengar pembicaraan Siau Mo dengan pemuda baju hitam itu, mereka segera dapat mengetahui hal yang sebenarnya.
Segera Nyo Jong-ho melangkah maju beberapa tindak, memberi hormat dan berseru: "Ah saudara Siau, bolehkah aku minta keterangan kepadamu tentang banyak hal yang tak kuketahui?"
Tiba-tiba Siau Mo mengangkat muka. Matanya yang berkilat-kilat tajam memandang kepada sekalian tokoh-tokoh itu.
"Soal apa yang engkau tak mengerti itu?" serunya.
Belum Nyo Jong-ho membuka mulut, Giok-hou sudah melesat ke samping gurunya dan membentak Siau Mo: "Siapa engkau? Dan siapakah pula orang itu?" ia menunjuk pada pemuda baju hitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
General FictionSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...