"Aku ingin bertanya tentang kabar dan tempat dari suhuku Ko Bok Siansu," seru paderi itu.
Ternyata setelah bertempur dengan Kim-pou-sat Ang Siong-pik, Ko Bok Siansu menghilang tiada kabar beritanya.
"Jika begitu engkau ini murid pewaris dari Ko Bok?"tanya Kim-pou-sat.
"Benar," sahut Pek Wan Taysu, "berpuluh tahun aku telah berusaha untuk mencari jejak suhu dan Ang sicu, Tak sangka kalau hari ini dapat berjumpa di sini. Ingin kutanyakan keadaan dari suhuku itu."
Belum Kim-pou-sat menyahut Cu-ing sudah mendahului melengking: "Pek Wan Taysu dahulu Ko Bok Siansu telah melemparkan Kim-pou-sat ke bawah jurang yang dalam sekali."
"Nyo sicu, benarkah itu?" Pek Wan Taysu terkejut. "Lalu bagaimana dengan suhuku?"
"Ko Bok Siansu merupakan tokoh yang paling cemerlang dari Empat Serangkai. Ilmu kepandaiannya jauh melebihi Kim-pou-sat, bagaimana peristiwa itu tak sungguh-sungguh terjadi? Tetapi bagaimana keadaan Ko Bok Siansu setelah pertempuran itu, aku tak tahu," jawab Cu-ing.
Melihat Kim-pou-sat diam saja atas keterangan Cu-ing, diam-diam Pek Wan Taysu menimang dalam hati: "Ah, hal itu tentu benar. Jika demikian tentulah suhu masih hidup di dunia......"
Semula Pek Wan Taysu mengira kalau dalam pertempuran itu keduanya sama-sama binasa. Kini demi berjumpa dengan Kim-pou-sat, makin besarlah kecemasan hati Pek Wan Taysu bahwa suhunya (Ko Bok Siansu) telah mati di tangan lawan.
Selagi kedua orang itu berbicara, diam-diam Hun-ing mencuri pandang ke arah loteng. Tampak jendela loteng itu tertutup rapat. Diam-diam ia gelisah.
"Tadi orang tua peniup seruling itu mengatakan kalau memerlukan waktu setengah jam untuk mengobati Siau toako. Rasanya sekarang sudah lebih dari waktu itu. Tetapi mengapa jendela tetap tertutup? Adakah sesuatu yang terjadi pikirnya.
Dan makin gelisah pula hati nona itu ketika teringat akan pesan orang tua peniup seruling bahwa selama jendela belum terbuka, jangan sekali-kali naik ke loteng.
Hun-ing segera menunduk tak berani memandang loteng itu lagi.
Tiba-tiba Kim-pou-sat tertawa dingin dan berseru: "Budak setan, mengapa engkau melihat ke arah loteng itu?"
Hun-ing terkejut.
"Apa katamu?" cepat ia menyelimuti ketegangan hatinya dengan tertawa melengking.
"Budak setan, jangan coba-coba main gila dihadapanku. Hm, memang sejak tadi telah kuperhatikan loteng itu aneh. Bilanglah sejujurnya. Peniup seruling yang bersembunyi dalam loteng itu sebenarnya orang yang bagaimana?"
"Lihay sekali," diam-diam Hun-ing mengeluh dalam hati.
Pek Wan Taysu cepat menyadari bahwa kedua nona itu sedang merisaukan peniup seruling yang tengah mengobati luka Siau Lo-seng.
"Engkau menanyakan bagaimana bentuk orang itu?" Hun-ing tersenyum, "perjalanan dosa itu sempit sekali. Mungkin dia adalah orang yang paling engkau takuti. Maka lebih baik sekarang engkau lekas-lekas tinggalkan tempat ini."
Nona itu memang tajam pikirannya. Ia teringat tempo hari, ketika mendengar suara seruling, Kim-pou-sat terus tergopoh-gopoh melarikan diri. Dan menilik ucapan Kim-pou-sat saat itu, dapat Hun-ing menarik kesimpulan bahwa Kim-pou-sat itu memang gentar terhadap orang tua peniup seruling.
"Pengawal Merah dan Putih lekas serbu loteng itu!" tiba-tiba Kim-pou-sat memberi perintah.
Selekas mendengar perintah itu, dengan membawa tandu, ke delapan pengawal Baju Putih itupun terus loncat sampai tiga-empat tombak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
Ficción GeneralSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...