29. Pesona Im Kian Li

1.3K 22 0
                                    

"Sebelumnya dia memang sudah mengulum obat racun," kata Siau Lo-seng, "sekali kulit pembungkus obat itu digigit pecah, racun segera mencabut nyawanya. Sambaran yang kulakukan secara tiba-tiba tadi sebenarnya untuk mencegah jangan sampai ia keburu bunuh diri. Ah, tetapi racun itu memang cepat sekali kerjanya."

Setitik pun Cu-ing tak menyangka bahwa dalam kalangan anak buah Naga Hijau ternyata terdapat mata-mata musuh. Tiba-tiba ia teringat akan kematian Cu Kong-ti dan......,

"Ih, apakah suami isteri itu!" tanpa disadari mulut nona itu mendesuh.

Mendengar itu Pek Wan Taysu dan Siau Lo-seng menatapnya.

"Nona Nyo, soal apa yang engkau curigai?" tegur Siau Lo-seng.

"Di dalam rumahku pernah terjadi peristiwa begini......." Cu-ing lalu menuturkan tentang peristiwa kematian Cu Kong-ti, salah seorang dari Tiga Jago Kang-lam. Tokoh itupun mati dengan punggung tertancap sebatang pedang Ular Emas.

"Ah, apabila tak keluar dari gereja, aku tentu tak tahu tentang peristiwa-peristiwa ini," Pek Wan Taysu menghela napas.

Siau Lo-seng kerutkan sepasang alis. Rupanya dia tengah berpikir keras. Beberapa saat kemudian ia berkata seorang diri: "Ah, urusan menjadi makin lama makin ruwet."

"Lo-seng," kata Pek Wan Taysu, "menilik gejolak kekacauan dalam dunia persilatan dewasa ini, biang keladinya bukanlah hanya pihak Lembah Kumandang saja."

Siau Lo-seng mengiakan.

"Memang disamping itu masih terdapat perkumpulan yang mempunyai lambang Pedang Ular Emas. Kekuatan, pengaruh dan rapinya perkumpulan itu, jauh lebih hebat dari Lembah Kumandang. Tetapi entah siapakah pemimpinnya. Dan mengapa menggunakan pedang Ular Emas untuk membunuh orang."

Tiba-tiba Cu-ing memandang Siau Lo-seng, serunya: "Huru hara dalam dunia parsilatan itu, timbulnya sejak Pendekar Ular Emas muncul. Mungkinkah perkumpulan itu dipimpin oleh Pendekar Ular Emas itu?"

Pek Wan Taysu menghela napas.

"Anakku Lo-seng, engkau seharusnya memberi penjelasan kepada nona Nyo."

Cu-ing pun ikut menghela napas rawan, ujarnya pula: "Siau Mo memang kukenal padanya. Tetapi tindakan adat dan perangainya tetap belum kuketahui jelas. Betapapun dia hendak memberi penjelasan kepadaku......."

Mendengar itu Pek Wan Taysu cepat menarik kesimpulan bahwa nona itu memang sudah tahu bahwa Siau Lo-seng itu bukan lain adalah Siau Mo si Pendekar Ular Emas.

"Nona Nyo," cepat paderi itu berkata, "engkau harus dapat memaafkan kesulitan Lo-seng. Apa yang nona alami hari ini, Lo-seng pun pernah menderita begitu ketika dia berumur tujuh tahun. Karena itulah maka wataknya berobah aneh. Padahal sebenarnya dia seorang yang berbudi lemah lembut. Dia seorang yang berhati perwira."

Mendengar itu terkejutlah Cu-ing.

"Dia...... dia sungguh Siau Mo?" serunya tegang sekali.

Walaupun dia tahu bahwa Siau Lo-seng itu Siau Mo si Pendekar Ular Emas. Tetapi ia masih belum berani yakin akan hal itu, itulah sebabnya maka ia kaget sekali.

Siau Lo-seng menghela napas.

"Nona Nyo," ujarnya, "namaku yang sesungguhnya yalah Lo-seng. Siau Mo itu adalah nama pamanku yang telah membunuh seluruh keluargaku. Dengan menggunakan nama itu, aku bermaksud hendak memancing dia keluar dari persembunyiannya."

"Siau sauhiap," kata Cu-ing dengan rawan, "ada sebuah hal yang hendak kutanyakan kepadamu."

"Silahkan."

"Apakah maksudmu menyelundup ke dalam rumahku. Yang kuketahui, sejak kedatanganmu itu, timbullah bermacam peristiwa yang menyedihkan ini. Ayahkupun meninggal. Tetapi aku tak tahu apa sebab ayah terlibat dalam peristiwa itu?"

Pendekar 100 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang