"Sungguh memalukan," seru It Ceng Totiang dengan nada kecewa, "yang menjadi biang keladi dari penghianatan itu tak lain adalah suteku sendiri, It Bing."
"Ah, bagaimana mungkin, locianpwe?" teriak Siau Lo-seng, "bukankah It Bing cianpwe bersama Bu-tong Sam-siu bertapa di ruang Ceng-siu-tian? Bagaimana dia dapat mengadakan hubungan dengan pihak luar?"
"Di situlah letak kuncinya," kata It Ceng Totiang, "It Bing Totiang yang aseli sudah meninggalkan Bu-tong-san sejak limapuluh tahun yang lalu. Dia meninggalkan seorang It Bing Totiang palsu untuk menyelundup dan ikut kami bertapa selama empatpuluh tahun. Sedang It Beng yang sungguh, telah melakukan kejahatan di luar, menimbulkan huru hara dan membahayakan dunia persilatan......."
"Benarkah itu?" masih Siau Lo-seng agak kurang percaya, "masakan locianpwe tak dapat mengenali sute sendiri."
It Ceng totiang menggeram.
"Panjang sekali ceritanya. Limapuluh tahun yang lalu," imam tua itu mulai bercerita, "pada saat suhuku Thian Le Cinjin menyerahkan kedudukan Ciang-bun (ketua) kepadaku, diapun telah menerima seorang murid baru. Seorang pemuda orang biasa yang terkenal namanya sebagai Cian-bin-poa-an. Kala itu aku sudah seorang pertengahan umur sedang dia baru seorang pemuda yang berumur duapuluh tahun. Karena dia memang berbakat bagus dan amat cerdas, dia telah disayang suhu dan suhu sendirilah yang menurunkan pelajaran kepadanya."
It Ceng Totiang berhenti sejenak untuk mengambil napas.
"Cian-bin-poa-an itu apakah bukan Cian-bin-poa-an Kho Ing-ti yang pada limapuluh tahun berselang menjadi pasangan dari Siang-hoa-liong-li Pui Siu-li dan digelari sebagai sepasang pendekar nomor satu di dunia?" Siau Lo-seng menyeletuk.
"Limapuluh tahun yang lalu dalam dunia persilatan telah muncul tiga pasang pendekar muda Cian-bin-poa-an Kho Ing-ti, Kim-coa-mo-kiam Siau Mo, Bu-eng-sin-liong Siau Han-kwan. Ketiga jago muda itu disebut Sam-cay. Sedang ketiga pendekar wanita yalah Siang-hoa-liong-li Pui Siu-li, Giok-li-sin-hong Tan Bi-hoa dan Hun-siang-sian-cu Ui Siu-bwe. Mereka digelari Sam-ing (Tiga Jelita). Berturut-turut mereka muncul dalam dunia persilatan dan serentak mereka saling berkenalan lalu membentuk persekutuan Heng-te-ci-moy (engkoh adik, taci adik). Merupakan peristiwa, yang indah dan dipuji dunia persilatan.
It Ceng Totiang berhenti, menatap wajah Siau Lo-seng lalu melanjutkan pula:
"Tetapi kemudian hari, Sam-cay dan Sam-ing itu akhirnya berantakan......, suteku Kho Ing-ti pulang ke Bu-tong dan bersumpah akan mensucikan diri......."
"Bagaimanakah peristiwa bubarnya Sam-cay dan Sam-ing itu? Lalu akhirnya bagaimana?" Siau Lo-seng gegas bertanya.
"Peristiwa itn memang terjadi di luar dugaan orang," kata It Ceng Totiang, "tiada seorangpun yang pernah menyangka bahwa Sam-cay Sam-ing yang begitu rukun seperti kakak beradik, tiba-tiba terpecah belah, masing-masing mengambil haluan sendiri...... Menurut kesimpulanku, sebab dari perpecahan itu tentu berkisar pada soal Asmara. Ah, asmara memang berkuasa. Dari dulu sampai kelak akhir jaman. Entah berapa banyak muda mudi yang telah hancur binasa dihempas asmara itu."
Saat itu makin dalam kesadaran Siau Lo-seng akan soal Asmara. Ya, asmara itu kuasa membahagiakan orang tetapipun kuasa menghancurkan.
"Locianpwe, engkau tak begitu jelas tentang peristiwa itu tetapi mengapa dapat menarik kesimpulan bahwa peristiwa itu disebabkan karena soal Asmara?" tanyanya.
"Memang benar, mereka telah bentrok karena urusan Asmara," kata It Ceng Totiang. Tampak imam tua itu gemetar di kala mengucapkan kata-kata itu. Matanya pun berlinang-linang. memancarkan sinar duka dan geram. Rupanya dia sedang dilanda oleh gejolak ketegangan hati.
Diam-diam Siau Lo-seng heran. It Ceng Totiang ketua dari Bu-tong Sam-siu. Tiga tokoh tua yang paling dihormati dalam partai persilatan Bu-tong-pay. Kepandaiannya sakti, imannya kuat. Tetapi mengapa masih dapat terangsang oleh perasaan hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
Ficção GeralSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...