44. Tempat Rahasia Istana Ban-jin-kiong

1.3K 22 0
                                    

Dengan dingin dan tegas, Leng Tiong-siang pun berkata, "Jika tidak aku tentu engkau yang akan mati di sini."

Ketua Ban-jin-kiong tertawa gelak-gelak.

"Leng Tiong-siang, sekarang bukanlah seperti tempo dahulu. Memang empatpuluh tahun yang lalu aku agak takut kepadamu. Delapan tahun berselang, masih gentar juga kepadamu. Tetapi sekarang, ha, ha, aku Ban Jin-hoan boleh menepuk dada mengatakan bahwa engkau Leng Tiong-siang, belum tentu dapat mengalahkan aku. Apalagi aku mempunyai anak buah yang banyak jumlah. Engkau Leng Tiong-siang sudah tak berarti apa-apa bagi Ban-jin-kiong."

Ternyata kepala Ban-jin-kiong itu bernama Ban Jin-hoan.

"Hm, silahkan coba," seru Leng Tiong-siang dingin.

Tiba-tiba Ban Jin-hoan tersenyum sinis, serunya, "Leng Tiong-siang, tampaknya engkau masih mengenangkan wanita busuk itu tetapi belum tentu dia masih mau mengenalmu."

Mendengar kata-kata itu gemetarlah Leng Tiong-siang, serunya, "Ban Jin-hoan, jangan terlalu menghina orang. Mengungkat peristiwa delapanbelas tahun yang lalu, berarti membuka borok yang tak sedap dilihat. He, jangan kira aku dapat engkau bikin panas hati dengan ejekanmu itu. Jangan kuatir soal itu!"

Tiba-tiba kepala Ban-jin-kiong menengadahkan kepala dan tertawa nyaring. Nadanya penuh kerawanan, dendam, marah dan kebencian.

"Ban Jin-hoan," seru Leng Tiong-siang dengan nada agak iba. "jika engkau mau menghapus dendam lama itu, aku Leng Tiong-siang pun akan menurut untuk mengundurkan diri dari dunia persilatan dan takkan menuntut perbuatanmu, apa yang engkau lakukan selama delapanbelas tahun ini."

Tubuh ketua Ban-jin-kiong itu agak gemetar. Walaupun mukanya ditutup kain kerudung tetapi jelas dia tegang sekali wajahnya.

Suasana hening, dunia seolah tenggelam dalam kepekatan.

"Ban Jin-hoan, apakah engkau setuju?" tiba-tiba Leng Tiong-siang memecah kesunyian.

"Tidak," sahut Ban Jin-hoan dengan nada dingin, "aku tak pernah menyesal. Dengan memandang mukamu, kedua budak perempuan ini kulepaskan. Tetapi ketahuilah, bahwa sejak saat ini, himpaslah sudah budi yang engkau berikan kepadaku. Lain kali kalau bertemu lagi, kita akan menyelesaikan dengan kepandaian masing-masing. Cukup sekian dan sampai jumpa lagi!"

Setelah lepaskan Cu-ing dan Hun-ing, ketua Ban-jin-kiong itu terus berputar tubuh dan pergi.

"Tunggu!" tiba-tiba Leng Tiong-siang berseru.

"Masih ada urusan apalagi?" ketua Ban-jin-kiong berpaling.

"Tentang diri Siau Lo-seng anak itu. "Jika engkau tak mau memandang mukaku, baiklah engkau mengingat ibunya dan jangan terlalu menyusahkannya!"

Ketua Ban-jin-kiong tertawa dingin, serunya: "Sebelum aku sekali lagi bertemu muka dengan ibunya, aku takkan mencelakainya."

"Kalau begitu, bebaskanlah dia!" kata Leng Tiong-siang.

Ban Jin-hoan tertawa meloroh.

"He, bahkan engkaupun tak percaya kepada Ban Jin-hoan. Walaupun aku Ban Jin-hoan itu seorang manusia yang ganas, licin dan licik, tetapi aku masih dapat pegang janji. Kalau tidak masakan saat ini aku mau berhadapan dengan engkau."

"Baik," seru Leng Tiong-siang, "dalam hal itu aku percaya kepadamu. Ang Siong-pik si Buddha Emas dan peniup seruling yang belum diketahui orangnya, tak lama lagi akan menyerbu istana Ban-jin-kiong. Kalau perhitunganku tak meleset, Tay Hui Sin-ni dan dia...... pun segera akan datang. Engkau harus lekas pulang untuk bersiap sedia."

"Hm, jangan lupa," kata Ban Jin-hoan dengan nada dingin, "sekarang di antara kita berdua sudah tiada ikatan bahkan sudah menjadi lawan. Tak perlu engkau cari muka."

Pendekar 100 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang