07. Hidup Seratus Hari

2K 30 0
                                    

Pucatlah wajah Nyo Jong-ho mendengar pertanyaan itu. Tubuhnya gemetar dan kepalanya menengadah mengenangkan peristiwa yang telah lampau itu.

Siau Mo tertawa, "Tentang hilangnya beratus jiwa dari keluarga Siau Han-kwan itu pada suatu hari tentu aku dapat menyelidiki sampai terang. Barang siapa ikut dalam pembunuhan itu tentu akan kubasmi."

Habis berkata Siau Mo melangkah keluar. Bok-yong Kang pun mengikutinya.

Sesaat tokoh-tokoh itu tak berani merintangi kepergian kedua anak muda itu.

Tiba-tiba Giok hou mengeram, memungut pedangnya lalu hendak memburu.

"Giok-hou, jangan mengejarnya!" cegah Nyo Jong-ho.

Bahu Giok-hou masih mengucurkan darah.

Diam-diam pemuda itu terkejut menyaksikan kesaktian Siau Mo. Maka ia pun hentikan langkah dan berpaling.

"Gihu, siapakah yang disebut Naga Sakti Tanpa Bayangan itu?"

Nyo Jong-ho menghela napas tak menyahut. Ketua perguruan Thay-kek-bun menghampiri ke samping Nyo Jong-ho dan berbisik:

"Saudara Nyo, anak si Naga sakti tanpa bayangan muncul lalu bagaimana kita harus mengatur persiapan?"

Hong-hu Hoa memberi hormat kepada Nyo Jong ho, serunya: "Nyo bengcu, kepandaian kami berdua suami isteri ternyata jelek sekali. Kami tak berguna disini, bukan saja tak mampu memberi bantuan kepada keluarga Nyo pun kebalikannya malah akan membikin malu saja. Maka kami hendak mohon diri kembali ke kampung halaman kami."

Habis berkata Seruling Kumala dan Tong Ki hendak melangkah pergi.

"Cu Kong-ti........." tiba-tiba Tong Ki menjerit.

Ternyata jago pertama dari Tiga pedang Kang-lam itu wajahnya pucat.

Mendengar jeritan ngeri itu, cepat Nyo Jong ho menghampiri ke tempat Cu Kong-ti dan memegang tubuhnya. "Bluk......" tiba-tiba Cu Kong-ti rubuh ke lantai.

Ketika Nyo Jong-ho merabah hidungnya, ternyata tokoh pertama dari Tiga pedang Kang-lam itu sudah putus jiwanya.

"Siapakah yang membunuhnya?" teriak Giok-hou.

Pertanyaan itu hanya menambah kegelisahan sekalian tokoh saja. Karena mereka pun juga ingin mengetahui siapa yang membunuh Cu Kong-ti. Karena sejak tadi diperhatikan tiada seorang musuh yang muncul yang menyerang Cu Kong-ti. Tahu-tahu tokoh dari Kang-lam itu ternyata sudah mati.

Jelas diketahui oleh sekalian orang bahwa Siau Mo tadi berada dalam kamar tulis. Dan waktu pergi dia keluar dari pintu samping.

Dengan begitu jelas bukan Siau Mo yang membunuhnya.

Setelah beberapa saat memandang termangu ke arah mayat Cu Kong-ti, berkatalah Nyo Jong-ho dengan gentar:

"Ah, tak kira, karena memenuhi undanganku kemari, ketiga jago pedang dari Kang-lam itu harus kehilangan jiwa. Ah, sungguh merasa berdosa kepada arwah mereka."

Ucapan jago tua yang penuh dengan kerawanan dan kedukaan itu membuat sekalian orang bersedih.

Semula Seruling Kumala Hong-hu Hoa menganggap peristiwa itu tak ada sangkut pautnya dengan mereka berdua suami isteri.

Tetapi pada saat melihat bagaimana tiga jago pedang Kang-lam telah dibunuh dengan ganas seketika bangkitlah perasaannya sebagai seorang pendekar.

Demikian pula perasaan Tangan ganas jarum Beracun Tong Ki. Dia juga terkejut atas kematian Cu Kong-ti. Kedua suami isteri itu menyadari bahwa musuh benar-benar ganas sekali.

Pendekar 100 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang