Tetapi kata-kata selanjutnya yang memberi peringatan supaya ia berhati-hati terhadap musuh, kata-kata itu agaknya bukan dari Cu-ing. Tetapi kemanakah gerangan nona itu?"
Bok-yong Kang pun membaca tulisan itu tetapi ia hanya terlongong-longong saja.
"Bokyong-te, mari kita pergi," tiba-tiba Siau Mo berseru dan terus bergegas tinggalkan hotel itu.
"Siau toako, hendak kemanakah kita?" tanya Bok-yong Kang setelah keluar dari hotel.
"Bokyong-te, apakah engkau merasa pasti bahwa yang menyerangmu itu si Wanita Suara Iblis?" tanya Siau Mo.
"Tak mungkin salah lagi, memang seorang wanita," kata Bok-yong Kang dengan nada bersungguh. "dia maju menghampiri dan menutuk jalan darahku. Ilmu tutukannya itu serupa dengan apa yang kualami ketika berada di villa Merah Delima dalam gedung keluarga Nyo."
"O," desah Siau Mo, "kalau begitu dia bukan Wanita Suara Iblis!"
"Hah?" Bok-yong Kang menganga. "kalau bukan dia lalu siapa?"
"Mungkin orang berbaju biru itu," kata Siau Mo. "Bokyong-te, sewaktu engkau ditutuk apakah engkau sama sekali tak dapat melihat warna pakaian orang itu?"
Wajah Bok-yong Kang berobah, sahutnya: "Maaf toako, karena kepandaian begini rendah maka sampai pakaiannya saja aku tak dapat melihatnya."
Diam-diam Siau Mo berpikir: "Tingkat kepandaian Bok-yong Kang ini sudah sama dengan jago persilatan kelas satu. Tetapi dua kali menderita tutukan orang, dua kali itu pula ia tak mampu melihat warna pakaiannya penutuknya. Jelas kepandaian orang itu luar biasa sekali......"
Kemudian ia berkata, "Kepandaian orang berbaju biru itu memang sukar diraba tingginya. Dan lagi diapun memiliki kecerdasan yang hebat. Sekalipun aku sudah dua kali melihatnya, pun hanya dapat melihat warna pakaiannya tetapi tak mampu melihat wajahnya."
"Toako, apakah engkau duga yang menyerang aku itu si Baju Biru?" tanya Bok-yong Kang.
Siau Mo mengangguk.
"Turut rabaanku, memang yang menyerang engkau tadi adalah orang baju biru itu. Tetapi adakah dia itu si Wanita Suara Iblis sendiri, aku kurang jelas. Sekarang kita akan menuju ke gedung keluarga Nyo. Go-bi Sam-hiap dan nona Cu-ing, kemungkinan tentu sudah mengalami sesuatu yang tak terduga."
Saat itu Siau Mo dan Bok-yong Kang sudah tiba di tempat yang sepi. Tiba-tiba dari sebuah gang kecil muncul seekor kuda yang tegar. Seekor kuda tinggi besar bulu kebiru-biruan dari Mongolia.
Penunggangnya seorang lelaki mengenakan mantel warna hitam dan memakai topi caping bambu yang lebar. Mantelnya sedemikian lebar hingga menutupi punggung kuda dan kedua kaki penunggang itu.
Begitu tiba dan lewat di sisi Siau Mo dan Bok-yong Kang, penunggang itu tetap tak berpaling kepala. Seolah-olah seperti tak tahu kalau di samping jalan terdapat orang lain.
Setelah kuda itu lewat, tiba-tiba Siau Mo mendesuh dan berpaling. Rupanya Bok-yong Kang juga merasa heran dan berpaling.
Tetapi ah...... kuda tegar itu ternyata sudah lenyap dari lorong gang.
Kali ini Siau Mo dan Bok-yong Kang benar-benar terperanjat. Baru beberapa kejap saja kuda itu lewat, mengapa sudah menghilang ke tikungan jalan besar. Padahal gang itu ke jalan besar tak kurang dari duapuluhan tombak panjangnya.
"Bokyong-te, apakah engkau melihat wajah penunggang kuda tadi?" tanya Siau Mo.
Bok-yong Kang gelengkan kepala,
"Aneh benar," katanya, "kurasa, tadi aku sudah menumpahkan perhatian untuk melihat wajahnya tetapi mengapa hanya bayangan kuda itu saja yang masih kuingat dan penunggangnya sama sekali tak ingat lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
General FictionSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...