Orang berkerudung itu membiarkan Siau Lo-seng bermanja tawa. Sesaat kemudian baru ia berseru.
"Apa yang engkau tertawakan? Dalam beberapa bulan kemudian, akan kujadikan engkau seorang manusia yang selalu bersedih."
Kata-kata itu ditutup dengan sebuah loncatan ke muka Lo-seng dan secepat kilat tangan kirinya sudah melepaskan tiga buah pukulan.
Lo-seng hentikan tawa dan cepat menghindari serangan itu lalu balas mengirim sebuah tusukan.
Tetapi dengan sebuah gerak yang luar biasa anehnya orang itu membalikkan siku lengan dan menyiak pedang ke samping lalu tutukkan ujung jarinya ke dada si pemuda.
Lo-seng terkejut sekali. Cepat ia menekuk kedua lutut mengendapkan tubuh ke bawah seraya menyurut mundur bebetapa langkah.
Kali ini, orang berkerudung itulah yang terperanjat. Tetapi pada lain kejap, sepasang matanya bahkan lebih berapi-api memancarkan nafsu pembunuhan.
Tiba-tiba orang itu memutar tubuhnya, sederas angin puyuh dan tahu-tahu menghampiri ke tempat Lo-seng.
Mendengar kata-kata orang itu tahulah Lo-seng bahwa ia hendak ditangkap hidup-hidupan untuk dijadikan mumi (mayat hidup) dalam istana Ban-jin-kiong. Ia menyadari betapa akibatnya apabila hal itu sampai terjadi.
Ketika orang itu hampir tiba dihadapannya Lo-seng segera menusuknya. Tetapi orang itu tak mau menangkis ataupun menghindar. Sesaat ujung pedang sudah hampir mengenai dadanya, tiba-tiba ia tamparkan tangan kanannya,
"Uh......" terdengar suara mulut mendesuh tertahan. Pedang Lo-seng terlempar keluar dari ruangan bersama dengan orangnya.
"Bum......"
Hun-ing dan Pek Wan Taysu berteriak kaget dan cepat-cepat memburu keluar. Tetapi gerak orang berkerudung itu jauh lebih gesit. Ia sudah mendahului ayunkan tubuh kehadapan Lo-seng.
Selekas jatuh di tanah. Lo-seng cepat bergeliatan bangun dan berseru nyaring: "Ui Pang-cu, paman Pek Wan, lekas kalian menyingkir!"
Dalam pada berseru itu, Lo-seng pun sudah menerjang kepada orang berkerudung. Gerakannya mirip dengan seekor harimau terluka.
Orang berkerudung pun tak mau banyak bicara, Lo-seng kalap, iapun segera menyambutnya dengan sebuah pukulan.
Tampaknya pukulan orang berkerudung itu lemah gemulai tiada bertenaga. Tetapi entah bagaimana tiba-tiba Lo-seng rasakan kaki kanannya lunglai dan "bluk......" jatuhlah ia ke tanah macam pohon ditabas.
Kiranya pukulan orang berkerudung tadi, tepat meremukkan isi rongga dada Lo-seng, sehingga dia menderita luka-dalam yang amat parah.
Lo-seng tahu akan hal itu tetapi ia nekad hendak berjuang sampai napas yang terakhir. Ia tak mau ditangkap hidup-hidupan untuk dijadikan mayat hidup. Maka dengan kerahkan seluruh sisa tenaganya, ia meraung dan menerjang lawan. Ia sudah bertekad hendak mati bersama-sama.
Tetapi orang berkerudung itu tahu akan maksud Lo-seng. Ia tak mau melayani tindakan lawan dan melainkan gunakan ilmu menutuk dari jauh, merubuhkan kaki orang.
Saat itu kecuali hanya sebelah kaki kirinya dapat dikata Lo-seng sudah tak dapat berkutik lagi, Namun melihat Hun-ing dan Pek Wan Taysu tetap tak mau pergi, ia memekik sekuat-kuatnya: "Lekas kalian pergi jangan sampai mati semua di tempat ini."
Kemauan hati memang merupakan suatu tenaga gaib pada manusia. Walaupun dalam keadaan tertutuk, namun karena sedemikian keras kemauan hati Lo-seng untuk menyelamatkan Hun-ing dan Pek Wan Taysu, maka dengan kerahkan seluruh tenaga ia enjot tubuhya melintas ke sisi orang berkerudung. Dengan jurus Tui-ciok-tiam-hay atau Mendorong batu menimbun laut, dia hantam orang itu sekuat-kuatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
General FictionSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...