Kentungan tengah malam telah berbunyi Kota Lok-yang sunyi senyap. Kota yang pada siang hari sibuk bermandikan keramaian dan perdagangan, saat itu tidur nyenyak.
Demikian gedung kediaman keluarga Nyo yang termasuk gedung kelas mewah. Sunyi lelap.
Tiba-tiba dari halaman sebuah bangunan yang terletak di belakang gedung besar, dan dari wuwungan gedung besar, melambung dua-tiga sosok bayangan.
Bangunan di belakang gedung besar itu sebuah villa yang diberi nama villa Merah Delima. Menjadi tempat tinggal Nyo Cu-ing, puteri kesayangan dari Nyo Jong-ho. Tetapi sejak kedatangan guru Siau pada tiga bulan yang lalu, Cu-ing pindah dan villa itu dipakai oleh guru Siau.
Lampu di kamar tulis villa Merah Delima saat itu masih menyala. Dan terdengar suara keras dari guru yang masih membaca buku.
Di balik pohon yang tumbuh di luar villa itu terdengar sebuah helaan napas. Lalu terdengar nada suara tuan rumah berkata seorang diri: "Sudah berpuluh-puluh tahun aku berkecimpung dalam dunia persilatan. Apakah kali ini aku salah menduga orang? Ah...... dia ternyata memang seorang pelajar yang miskin."
Habis berkata Nyo Jong-ho terus melangkah ke lorong serambi. Tiba-tiba dari atas wuwungan gedung melayang turun sesosok tubuh.
Nyo Jong-ho tidak terkejut bahkan berseru kecewa: "Ai, saudara Gak, malam ini hanya merepotkan kalian saja."
Sosok tubuh yang melayang turun dari wuwungan rumah besar itu ternyata Gak Kiong, salah seorang dari tiga pendekar pedang Kang-lam.
"Nyo bengcu, apakah ada gerak gerik guru Siau yang mencurigakan?" bisik Gak Kiong.
Nyo Jong-ho gelengkan kepala: "Saudara Gak, tak perlu kita menyelidikinya lagi. Dia hanya, seorang pelajar yang giat belajar untuk mengangkat nama. Malam begini larut dan dingin, dia masih saja membaca buku. Aku akan ke ruang depan menemui Hong-hu tayhiap suami isteri."
Gak Kiong kerutkan alis: "Kalau begitu, kemana kita harus menyelidiki jejak Pendekar Ular Emas itu?"
Kim-coa long-kun itu memang benar-benar seperti hantu yang mengganas di dunia persilatan. Terpaksa kita harus menunggu sampai dia datang mencari kita......"
Jago tua itu menghela napas pula. Suatu helaan napas dari rasa kecewa dan malu. Ya, betapa tidak. Dia adalah seorang jago kelas satu yang namanya termasyhur dalam dunia persilatan. Dia adalah pemimpin atau bengcu dari dunia persilatan pada tujuh tahun yang lalu. Tetapi peristiwa yang dihadapi saat itu benar-benar mencontreng arang di mukanya. Delapan orang telah mati terbunuh di depan matanya tanpa ia mengetahui siapa pembunuhnya. Dan setelah tahu yang membunuh itu Kim-coa Long-kun atau Pendekar Ular Emas, ia pun tak berdaya. Ah, jangankan menangkap, sedang melihat orangnya saja ia tak dapat.
Tidak demikian dengan Gak Kiong yang bergelar Pedang Pembelah Batu itu. Anggauta dari Tiga Pendekar pedang Kang-lam itu tertawa hina.
"Dahulu orang menyohorkan Nyo Jong-ho itu seorang tokoh yang gagah perkasa. Tetapi apa yang kulihat saat ini, ternyata dia hanya bernama kosong. Ha, ha, mungkin dia sudah tua. Sudah merasa bahwa jaman keemasannya sudah lewat. Dan dunia persilatan dewasa ini adalah menjadi milik angkatan kita," pikir Gak Kiong.
Nyo Jong-ho memandang jago Kang-lam itu. Rupanya ia dapat membaca isi hati orang. Ia tidak marah melainkan tersenyum.
"Apabila murid kesayanganku hari ini bersama gurunya tiba, tentulah mereka dapat menyelidiki peristiwa ini," kata Nyo Jong-ho.
Gak Kiong tertawa dingin, tanyanya: "Nyo bengcu, ucapanmu itu sungguh membuat orang sukar mengerti. Siapakah murid bengcu itu? Dan mengapa dia mempunyai suhu lagi? Siapakah suhunya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
General FictionSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...