Di kala Bok-yong Kang mengikuti berjalan di belakang Pendekar Ular Emas Siau Mo, pikirannya penuh dengan berbagai renungan.
"Semoga Tuhan memberi panjang umur kepada pemuda yang berbakat luar biasa ini," diam-diam ia memanjatkan doa.
Dalam pada itu iapun heran, mengapa dengan kepandaiannya yang begitu tinggi, Siau Mo tak mampu mencegah penyakit yang akan merenggut jiwanya itu?
Merenungkan saat-saat terakhir dari seratus hari nanti, Bok-yong Kang menghela napas.
Setengah jam kemudian, kedua pemuda itu mulai mendaki sebuah lereng gunung. Barisan gunung berjajar-jajar di empat penjuru. Salju putih yang menutup puncak gunung, makin berkilau-kemilau ditingkah sinar matahari.
Tetapi kedua pemuda itu tak menghiraukan pemandangan alam yang indah itu. Setelah membiluk dua buah tikung gunung, tibalah mereka di depan sebuah batu karang yang menjulang tinggi. Siau Mo berhenti.
"Waktu amat berharga sekali, sekarang aku hendak mengajarkan engkau ilmu pukulan. Kulihat tenagamu kuat sekali maka tepat kalau belajar ilmu pukulan. Siang malam aku memeras otak dan akhirnya berhasil menggabungkan ilmu pukulan dari berbagai partai persilatan, menjadi delapan jurus ilmu pukulan. Bagaimana kesaktiannya, aku sendiri juga belum tahu. Ke delapan jurus ilmu pukulan itu memang luar biasa indahnya maka engkau harus belajar sungguh-sungguh."
Habis berkata Siau Mo lalu mengangkat tangan, katanya: "Karena untuk memelihara tenaga, gerakanku ini pun tak menggunakan kekuatan. Cukup asal engkau mengingat jalan dan jurusnya. Juga tak perlu engkau menggunakan tenaga dulu."
Bok-yong Kang tahu kalau Siau Mo itu seorang pemuda yang berhati keras. Apa yang dikatakan tentu dilakukannya Karena Siau Mo sudah memutuskan dalam seratus hari akan menurunkan pelajaran, betapapun dinasehatinya, dia tentu pantang mundur. Demi menjaga agar toakonya itu jangan sampai membuang banyak tenaga maka Bok-yong Kang pun buru-buru mengikuti gerakannya.
Dengan wajah bersungguh-sungguh, sambil gerakan tangan, Siau Mo tak henti-hentinya menerangkan kegunaannya. Bok-yong Kang pun curahkan seluruh perhatiannya untuk mendengarkan dan mengikuti gerakan tangan Siau Mo.
Setelah menginjak jurus yang keempat, diam-diam terkejutlah Bok-yong Kang. Apa yang Siau Mo ajarkan itu ternyata adalah jurus-jurus ilmu pukulan yang menjadi kelemahan dari ilmu silat yang dimiliki Bok-yong Kang selama itu. Memang sebelum mendapat pelajaran dari Siau Mo, Bok-yong Kang merasa adanya kelemahan-kelemahan dalam ilmu silat yang dimilikinya. Dengan kelemahan itu ia sukar untuk menangkis serangan musuh.
Walaupun tahu bahwa Siau Mo itu memiliki ilmu kepandaian yang sakti, tetapi Bok-yong Kang tak tahu asal usul perguruan Siau Mo. Setelah menerima pelajaran, makin besarlah keheranan dan kekaguman Bok-yong Kang terhadap Siau Mo. Pada hal Siau Mo itu hanya terpaut beberapa bulan lebih tua dari dirinya, tetapi mengapa pemuda itu dapat memiliki ilmu kepandaian yang begitu luas dan sakti?
Dalam belajar ilmu silat ada tiga unsur penting. Waktu, guru dan bakat. Belajar dalam waktu singkat, tak mungkin orang akan mencapai kesempurnaan. Dan kalau tak mendapat guru yang pandai, pun tak mungkin dapat mencapai tingkat tinggi. Kemudian bakat, kalau tak punya bakat bagus, tentu juga sukar untuk memiliki kepandaian yang tinggi.
Tiba-tiba Bok-yong Kang menghela napas, katanya: "Siau toako, apabila dengan ilmu kepandaianmu yang sakti itu engkau beristirahat selama sepuluh tahun untuk mengobati penyakitmu, kurasa engkau pasti dapat sembuh."
Siau Mo tertawa tawar. "Apakah aku juga tak menyayangi jiwaku? Ah......."
Ia berhenti menghela napas, ujarnya pula: "Tentang bagaimana keadaan penyakitku, setelah seratus hari tentu kuberitahu kepadamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
Fiksi UmumSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...