19. Engkau Memang Tolol Benar!

1.3K 20 0
                                    

Tetapi sampai beberapa lama mengurut, bukannya sadar kebalikannya tubuh Siau Mo malah makin kejang dan mulutnya berbuih. Bok-yong Kang hentikan pengurutan dan berseru memanggilnya: "Siau toako...... Siau toako......"

Biasanya apabila Siau Mo kambuh penyakitnya, setelah Bok-yong Kang mengurut jalan darahnya, menurut yang diajarkan Siau Mo, tentulah beberapa saat kemudian Siau Mo akan sadar.

Tetapi kali ini tidak demikian. Cara pengurutan itu ternyata tak berhasil. Sudah tentu Bok-yong Kang makin gugup. Ia hendak membangunkan Siau Mo dan menanyakan cara bagaimana harus mengurut tubuhnya. Tetapi walaupun dipanggil sampai dua kali, Siau Mo tetap tak sadarkan diri.

Tiba-tiba Bok-yong Kang teringat akan keterangan Siau Mo: "Uh, toako mengatakan kalau dirinya terkena senjata rahasia beracun. Tetapi di bagian mana yang terkena......"

Teringat akan hal itu Bok-yong Kang pun segera memeriksa seluruh tubuh Siau Mo. Akhirnya ia melihat sebuah bintik merah pada paha kiri Siau Mo. Ia segera tundukkan kepala hendak mencabut benda berwarna merah itu.

"Hentikan tanganmu!" tiba-tiba terdengar bentakan bernada dingin.

Bok-yong Kang terkejut dan menarik pulang tangannya. Tiba-tiba secepat kilat ia berputar tubuh lalu hantamkan tangan kirinya.

Sesosok bayangan berkelebat ke samping dan mencengkeram pergelangan tangan Bok-yong Kang. Pemuda itu deliki mata dan menggeram seraya hantamkan tangan kanannya.

Hantaman itu menggunakan sepuluh bagian tenaganya dan tepat pada saat itu juga ia dapat mengetahui siapakah penyerangnya itu.

Ternyata Mo-seng-li dapat membuka jalan darahnya yang tertutuk. Dan agaknya nona itu jeri juga melihat tenaga pukulan yang dilancarkan Bok-yong Kang saat itu. Ia segera menghindar.

"Hm, kepandaianmu belumlah memadai kepandaianku. Engkau masih belum tandinganku. Kalau aku meladeni engkau, dialah yang akan celaka!"

"Mau apa engkau?" teriak Bok-yong Kang marah.

Nona itu mendengus: "Aku bermaksud baik untuk memberi peringatan kepadamu, mengapa engkau begitu bengis?"

Bok-yong Kang terkesiap mendengar kata-kata itu. Tiba-tiba ia teringat akan diri Siau Mo. Cepat ia berpaling dan kejutnya bukan kepalang.

"Toako...... engkau...... engkau......," teriaknya terputus-putus.

Ternyata saat itu tubuh Siau Mo sudah kaku dan dingin. Dadanya juga tak berombak, wajahnya pucat seperti mayat.

Mo-seng-li tiba-tiba menghampiri lalu melekatkan tangan ke hidung Siau Mo untuk memeriksa pernapasannya.

"Jangan menyentuhnya!" bentak Bok-yong Kang.

Tetapi Mo-seng-li lebih cepat. Ia sudah ulurkan tangannya. Dan karena menyangka nona itu hendak mencelakai Siau Mo, Bok-yong Kang segera menghantamnya.

Mo-seng-li pun cepat-cepat menarik pulang tangannya dan membentak, "Apakah engkau menghendaki dia mati?"

Bok-yong Kang tertegun dan tak memukul lagi. Ia mencekal tangan Siau Mo dan terkejut sekali. Tangan toakonya itu sudah seperti es dinginnya. Ia terkejut sekali. Lepaskan cekalannya ia merabah dada Siau Mo.

"Toako, apakah engkau benar-benar meninggal?" serentak wajahnya berobah dan mulut berteriak kaget. Airmatanya pun berderai-derai membanjir turun.

Ternyata detak jantung Siau Mo sudah berhenti dan tubuhnya pun dingin seperti es. Dengan Siau Mo, Bok-yong Kang sudah menganggap sebagai saudara sendiri. Melihat kematian toakonya yang begitu mengenaskan, sudah tentu Bok-yong Kang tak dapat menguasai goncangan hatinya dan menangislah ia tersedu-sedu seperti seorang anak......

Pendekar 100 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang