Habis berkata, Jin Kian Pah-cu melayang ke atas tandu. Gerakannya indah gemulai seperti tak terjadi suatu apa.
Keempat dayang baju birupun segera mengangkat tandu dan lari ke arah tenggara.
"Tunggu......!" tiba-tiba Siau Lo-seng berseru.
Tetapi habis berseru, mulutnya mengucur darah dan tubuhnya rubuh berguling-guling sampai tiga kali baru ia paksakan diri untuk berdiri lagi. Tetapi rupanya tak mampu dan jatuh terduduk.
"Engkoh Seng, engkau......" teriak Cu-ing seraya lari menghampiri tetapi dicegah oleh Tay Hui Sin-ni.
"Jangan menganggunya, biar dia beristirahat," seru rahib itu.
Saat itu hati Siau Lo-seng terasa hampa. Pikirannya gelisah seperti kehilangan sesuatu......
Peristiwa mengerikan muncul dalam bayang-bayang pikirannya. Seratus jiwa besar kecil, telah dibasmi di desa Hay-hong-cung. Dan peristiwa itu terjadi pada suatu malam sunyi delapanbelas tahun berselang.
Ia terbangun mendengar jerit teriakan. Lalu berseru memanggil ayah bundanya dan saudara-saudaranya. Tetapi betapa keras ia memanggil, mereka tiada yang muncul. Bahkan beberapa bujang perempuan yang tiap hari mengasuhnya, pun tak kelihatan.
Ketika ia keluar ke pintu, kejutnya bukan kepalang. Seluruh desanya telah menjadi lautan api. Di sana sini terdengar jerit pekikan yang menyayat hati. Mayat-mayat tumpah tindih memenuhi halaman. Ada yang hilang kepalanya, hilang kaki tangan, tubuhnya terkutung dua, ususnya berhamburan keluar.
Melihat pemandangan sengeri itu, ia tak mau menangis lagi. Perasaan takut pun lenyap seketika. Ia mencatat peristiwa itu dalam lubuk hatinya. Suatu peristiwa yang takkan dilupakannya seumur hidup.
Dilihatnya anak buah Hay-hong-chung melawan dengan mati-matian. Tetapi susul menyusul mereka bergelimpangan dalam kubangan darah.
Di sebelah ujung kebakaran itu, tampak empat orang berkerudung muka tengah mengepung seorang wanita yang rambutnya terurai lepas dan tubuhnya mandi darah. Hai, wanita itu bukan lain mamahnya sendiri.
Ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa mamahnya telah dirubuhkan oleh ke empat orang berkerudung itu. Mamahnya rubuh bergelimpangan dalam kubangan darah......
Dalam peristiwa pembunuhan besar-besaran itu ia telah dibawa lari oleh seorang wanita yang tubuhnya penuh luka-luka berdarah, menuju ke sebuah hutan di belakang gunung.
Setelah melintasi hutan lebat dan pegunungan yang berliku-liku, akhirnya ia dibawa ke dalam sebuah guha.
Saat itu ia baru tahu bahwa wanita yang menyelamatkan dirinya itu bukan lain yalah guru wanita Kui Lan yang biasanya tampak lemah dan tak kuat mengangkat pedang.
Tetapi sebelum guru wanita Kui Lan sempat menceritakan peristiwa yang terjadi, tiba-tiba muncullah seorang lelaki tua. Lelaki yang dikenalnya baik sehingga saat ia lari menghampiri dengan gembira. Ia anggap, orang itu tentu akan girang karena ia selamat.
Tetapi alangkah kejutnya ketika melihat betapa mengerikan wajah lelaki itu sehingga ia tertegun.
Pada hal jelas lelaki yang datang itu adalah pamannya sendiri yang bernama Siau Mo. Tetapi saat itu pamannya tak lagi menampakkan wajahnya yang ramah senyum melainkan berobah menjadi seorang yang berwajah bengis menakutkan.
Guru wanita Kui Lan terkejut sekali, sehingga gemetar. Segera guru wanita berlutut dan meratap minta supaya suka membari ampun kepada Siau Lo-seng.
Ngiang suara rintih dan ratapan dari guru wanita itu masih sering mengiang di telinga Siau Lo-seng.
Dilihatnya mulut pamannya itu tertawa menyeringai laIu mengangkat pedang dan pelahan-lahan menusuk dada guru wanita yang berlutut di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
General FictionSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...