"Ngaco!" teriak Siau Lo-seng, "dengan mata sendiri kusaksikan dia sebagai algojo, dan diapun melemparkan aku ke jurang. Itu memang nyata kulihat sendiri."
"Budi dendam, dendam budi. Benar salah dan salah benar. Sukar untuk diputuskan. Gerak menimbulkan lingkaran Sebab yang akan berjalan seperti roda tiada hentinya. Dahulu Siau Mo melakukan tindakan ganas itu, memang dalam keadaan yang sulit baginya. Keadaannya pantas dikasihani. Memang peristiwa pada waktu itu ruwet sekali......"
"Peristiwa di Hay-hong-cung telah menelan korban seratusan lebih jiwa manusia. Adakah mereka memang layak harus mati?" bantah Siau Lo-seng dengan geram.
Orang itupun menghela napas.
"Bukan begitu penilaiannya, memang korban-korban itu tak bersalah. Tetapi si algojolah yang kejam dan licin. Maksudku, pembunuh yang sesungguhnya itu bebas berkeliaran di luar. Sedang korban-korban itu akan memberatkan kedosaan Siau Mo sehingga dianggap sebagai musuh besar dari keluarga Siau.
"Engkau mengatakan bukan Siau Mo yang menjadi biang keladi tetapi dia hanya diperalat orang untuk membunuh keluargaku?" seru Siau Lo-seng.
"Bagaimana kejadian yang sebenarnya aku belum tahu. Tetapi dari hasil penyelidikanku selama bertahun-tahun, aku berani memastikan bahwa Siau Mo bukan biang keladi yang utama dalam pembunuban itu. Dan selama delapanbelas tahun lamanya dia pun berusaha keras untuk mencari bukti dari peristiwa itu. Dia amat menyesal sekali atas kejadian itu. Delapanbelas tahun lamanya dia tersiksa batinnya."
Siau Lo-seng kerutkan dahi.
"Adakah locianpwe pernah bertemu dengan pamanku Siau Mo itu? Kalau tidak bagaimana locianpwe dapat mengetahui jelas soal itu?"
Orang itu tertawa ringan.
"Bukan melainkan aku tetapi engkau sendiripun pernah bertemu. Bahkan sampai beberapa kali, tetapi engkau tak tahu."
"Apa? Aku pernah bertemu dengan dia?" Siau Lo-seng berteriak kaget.
"Bukan saja beberapa kali bertemu dengan engkau pun bahkan telah memberi pelajaran kepadamu dan acapkali secara diam-diam telah melindungi engkau, beberapa kali menolong engkau dari bahaya."
Benak Siau Lo-seng segera berkeliaran mencari bayangan-bayangan dari mereka yang pernah bertemu dengan dia.
"Apakah dia bukan Kakek wajah dingin Leng Tiong-siang itu?" serunya sesaat kemudian.
"Benar," seru suara aneh itu, "memang dia Leng Tiong-siang yang diam-diam telah berulang kali menolongmu!"
Siau Lo-seng termenung-menung. Mengapa tak pernah ia membayangkan bahwa Leng Tiong-siang itu pamannya sendiri. Sebenarnya ia harus tahu. Semisal ketika dikeroyok oleh jago-jago Bu-tong-san, diam-diam pamannya telah menolongnya lolos dan dengan cara membikin panas hati supaya bertempur, diam-diam pamannya itupun telah mengajarkan ilmu pedang yang hebat.
"Tetapi bagaimana engkau tahu dia berbuat begitu kepadaku?" masih ia meragu dan melontarkan pertanyaan.
"Dengan menyandang luka-luka, dia pernah menolongmu untuk menahan serangan orang Ban-jin-kiong. Cobalah engkau pikirkan, masakan dia akan melakukan kesemuanya itu kalau dia hanya akan berpura-pura saja? Misalnya seperti peristiwa tadi. Apabila dia diam-diam tidak bertindak lebih dahulu untuk menindas kaki tangan orang Ban-jin-kiong, mampukah engkau lolos dengan selamat? Pepatah mengatakan 'tombak yang ditusukkan, mudah dihindari. Tetapi panah yang dilepas secara menggelap sukar dijaga'. Di bawah serangan gelap dari sekian banyak jago-jago berkepandaian tinggi, mampukah engkau meloloskan diri?"
Siau Lo-seng seperti dipagut ular kejutnya. "Tetapi bukankah engkau yang menutuk rubuh mereka?"
"Bukan. Siau Mo lah yang turun tangan. Walaupun aku mempunyai kemampuan untuk mengatasi mereka tetapi aku tak berhak melakukan hal itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
General FictionSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...