Di lain partai, pertempuran telah berobah pincang. Rambut nona baju merah kusut bajunya berhias beberapa lubang tusukan pedang, Sikapnya pontang panting. Dia bertempur secara kalap.
Kebalikannya, pemuda baju putih itu dengan seenaknya berputar-putar melingkari si nona mengucapkan kata-kata yang cabul dan secara tiba-tiba mencuri peluang untuk menusuk. Mantel si nona baju merah terpapas jatuh, keadaannya makin mengenaskan.
Melihat itu bergolaklah darah Siau Lo-seng. Manusia semacam pemuda baju putih itu tak boleh dibiarkan berkeliaran di dunia persilatan. Dia berani memalsu nama Siau Lo-seng, bertindak cabul dan seorang pembunuh ganas.
Siau Lo-seng memutuskan untuk membasmi pemuda itu.
"Nona," seru pemuda baju putih dengan tertawa cengar cengir. "hentikan seranganmu dan marilah kita bersahabat mesra, engkau tentu akan mendapat kebahagiaan......"
Nona baju merah itu membuang ludah lalu memakinya "Engkau memang anjing yang tak tahu malu!"
Pemuda baju putih itu tertawa makin keras: "Engkau menyaru sebagai orang lain, kemana-mana memikat orang apakah itu tidak lebih tak tahu malu?"
"Aku menyaru sebagai nona Nyo tetapi tidak sehina seperti engkau yang melakukan berbagai perbuatan biadab dan nista!" teriak nona itu marah sekali.
Menyiak pedang si nona, pemuda baju putih menusukkan Pedang Ular Emas ke perut lawan.
Terdengar jeritan nyaring. Celana nona itu telah robek sepanjang setengah meter sehingga karena malunya nona itu sampai rubuh pingsan.
Tetapi pemuda baju putih itu memang ganas sekali. Tanpa merasa kasihan sedikitpun, dia mengangkat pedang dan menabas kedua buah dada si nona.
Perobahan situasi itu terjadi cepat sekali sehingga orang tak sempat berbuat apa-apa lagi. Waktu mendengar jeritan melengking. Hiat Sat Mo-li berpaling. Dia terkejut sekali melihat keadaan nona baju merah itu, Tetapi karena jaraknya cukup jauh, iapun tak dapat menolong.
Pada saat maut hendak merenggut jiwa nona itu sekonyong-konyong terdengar suara bentakan menggeledek: "Tahan!"
Bagai seekor burung rajawali, Siau Lo-seng melayang dari atas pohon tinggi dan terus menerkam kepala pemuda baju putih itu.
Kembali sekalian orang terkejut menyaksikan peristiwa yang tak terduga-duga itu. Pemuda baju putih cepat loncat ke belakang lalu maju pula membabat.
Betapapun ia bergerak cepat tetapi masih tetap terlambat selangkah.
Siau Lo-seng bergeliat cepat sekali seraya menjentikkan jari. Pemuda baju putih itu menjerit ngeri dan pedangnya pun sudah pindah ke tangan orang. Dia loncat mundur sampai setombak jauhnya dan berseru kaget: "Engkau......"
Saat itu Siau Lo-seng mencekal pedang Ular Emas tiruan dan tengah memandang ke arah pemuda baju putih itu. Dia agak termangu. Bukan saja pemuda baju putih itu berkepandaian tinggi tetapi rasanya ia sudah pernah kenal seperti ia kenal pada dirinya sendiri.
Kemunculan Siau Lo-seng telah mengejutkan sekalian orang. Mereka serempak berhenti bertempur. Lapangan yang luas itupun hening lelap.
Siau Lo-seng mulai ayunkan langkah pelahan-lahan menghampiri pemuda baju putih.
Tampak pemuda baju putih yang memakai kedok muka seperti wajah Siau Lo-seng, gemetar tubuhnya. Rupanya dia ketakutan dan setapak demi setapak mundur mengikuti derap langkah Siau Lo-seng.
"Siapa engkau?" bentak Siau Lo-seng.
Bentakan Siau Lo-seng itu telah membuat pemuda baju putih terhuyung mundur sampai beberapa langkah. Rupanya ia menyadari kalau berbuat salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
General FictionSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...