67. Kawan Lama

1.2K 22 0
                                    

Begitu menginjak tanah, Siau Lo-seng sudah harus menyambut enam buah pedang. Sedang dari belakang tampak serombongan jago-jago Bu-tong-pay berlarian menyerbunya.

Siau Lo-seng terpaksa mainkan pedang Ular Emas segencar hujan mencurah.

"Tring, tring," terdengar dering benturan senjata yang tajam, menyusul bunga api memercik berhamburan, maka putuslah keenam batang pedang yang menyerang Siau Lo-seng itu.

Sesaat kemudian terdengar beberapa erang ngeri dan darah menyembur. Empat orang anak murid Bu-tong-pay yang hendak menyerang dari belakang, telah rubuh dalam kubangan darah.

Tetapi serempak dengan itu, Siau Lo-seng pun mengerang tertahan karena tenaga pukulan yang tak tampak dari Bu-tong Sam-siu telah melanda tubuhnya. Dia terhuyung-huyung jatuh sampai tujuh-delapan langkah dan muntah darah.

Seiring dengan rubuhnya pemuda itu maka mencurahlah hujan sinar pedang ke tubuh pemuda itu.

Sekonyong-konyong Siau Lo-seng bersuit nyaring. Nadanya segempar naga meringkik. Pedang Ular Emas pun berhamburan sederas air terjun.

Jerit lolong sambung menyambung mengerikan hati. Daging dan anggauta badan manusia berhamburan ke udara, darah muncrat ke empat penjuru.

Duabelas jago Bu-tong-pay yang tergolong kelas satu, rubuh mandi darah.

Dalam beberapa kejap dapat merobohkan duabelas jago kelas satu dari Bu-tong-pay, benar-benar mengejutkan sekali sehingga anak murid Bu-tong-pay lainnya merasa ngeri dan berbondong-bondong menyurut mundur.

"Kepung dengan barisan Jit-sing-pak-tou-kiam-tin......" tiba-tiba terdengar seseorang berseru.

Mendengar itu gelisahlah Siau Lo-seng. Bu-tong-pay memang termasyhur dengan ilmu pedangnya yang sakti, Barisan pedang Jit-seng-pak-tou-kiam itu, merupakan barisan yang sesakti dengan Tat-mo-coat-ci-tin dari perguruan Siau-lim.

Sebelum barisan sempat terbentuk maka Siau Lo-seng pun segera menyerang ke arah dua lapis jago-jago Bu-tong-pay yang hendak mempersiapkan barisan itu.

Serangan yang dahsyat dan cepat itu, membuat keempatbelas jago-jago Bu-tong-pay kelabakan. Bagai daun kering tertiup angin maka berjatuhan keempatbelas jago-jago Bu-tong-pay itu ke tanah.

Tetapi anak murid Bu-tong-pay selain berjumlah banyak, pun nekad sekali. Empatbelas orang jatuh, empatbelas orang lain maju lagi.

Mereka bergerak-gerak dengan rapi dan tangkas. Dalam sekejap saja barisan pun sudah terbentuk.

Sekonyong-konyong genta biara Bu-tong-san bertalu keras dan tak henti-hentinya.

Seketika berobahlah cahaya muka ketiga Bu-tong Sam-siu.

"Siau sicu, engkau sudah dikepung barisan pedang. Mengapa engkau tak menyerah saja?" seru It Tim Totiang.

Memang Siau Lo-seng menyadari bahwa menembus barisan pedang dari Bu-tong-pay tidak mudah. Masih muda naik tangga ke langit.

"He, kiranya kamu bertiga Bu-tong Sam-siu juga bangsa yang suka main kerubut dan limbung pikirannya. Kalianlah yang mendesak aku untuk membuka pembunuhan besar," serunya untuk menutupi kegelisahan hati.

Dia terus hendak mengangkat pedang untuk menghadapi barisan pedang Bu-tong-pay. Tetapi sekonyong-konyong seorang imam muda memaksa dia mundur dari serangan pedang.

Saat itu suara gentapun makin deras dan nyaring.

"Siau sicu," teriak It Tim Totiang, "berapa banyak kawan-kawanmu yang engkau ajak kemari?"

Siau Lo-seng terkejut. Ia menyadari bahwa suara genta itu adalah pertandaan bahaya dari Bu-tong-pay.

"Siau sicu, berapa banyak rombongan yang engkau bawa kemari?" tegur It Tim Totiang.

Pendekar 100 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang