Dan yang lebih menggetarkan hati Cu-ing, pemuda itu memegang Pedang Ular Emas. Setelah termangu sejenak, Cu-ing lalu menghampiri dan menegurnya: "Siau losu......"
Karena sudah biasa memanggil dengan sebutan 'losu' (guru), maka Cu-ing pun menggunakan panggilan itu.
Siau Lo-seng tenang-tenang berpaling muka. Wajahnya dingin sekali. Ia deliki mata kepada Cu-ing. Begitu beradu pandang dengan sinar mata pemuda itu, menggigillah hati Cu-ing.
Sejenak memandang si nona, Lo-seng gelengkan kepala dan berkata seorang diri: "Bu¬kan...... bukan......"
Ia hanya mengatakan sepatah kata lalu tegak mematung lagi.
Cu-ing terkejut, serunya: "Siau sian-seng, apakah engkau tak kenal padaku? Aku ini Nyo Cu-ing."
Namun pemuda itu tetap gelengkan kepala. Ia mengangkat muka menengadah ke atas, membiarkan air hujan mencurah ke mukanya.
Tiba-tiba wajah pemuda itu mengembang sinar pembunuhan yang ngeri. Serentak pedang pusaka Ular Emas digentakkan menuding ke arah sembilan gerombolan Sip-hun-jin lalu berkata seorang diri: "Yang hendak kubunuh yalah mereka. Ya, benar, kawanan manusia itu......"
Kesembilan Sip-hun-jin tampak ketakutan dan berbondong-bondong mundur. Pedang Ular Emas tetap diarahkan Siau Lo-seng ke tempat kawanan Sip-hun-jin itu.
"Tar, tar, tar......."
Long Wi segera getarkan ruyung emasnya. Ia marah karena kawanan Sip-hun-jin ketakutan mundur.
"Sip-hun-jin, kamu sekalian adalah jago nomor satu di dunia, lekas serang musuh itu!" teriaknya.
Mendengar itu, kesembilan Sip-hun-jin itupun segera meraung-raung lalu berhamburan menyerbu Siau Lo-seng.
Sip-hun-jin itu adalah tokoh-tokoh silat sakti yang telah ditundukkan oleh orang istana Ban-jin-kiong. Dengan ilmu Menempa Jiwa, mereka telah dibius hingga hilang kesadaran pikirannya. Mereka tak takut kepada siapapun juga.
Tetapi aneh. Ketika pandang mata mereka terbentur dengan sinar mata Lo-seng yang memancarkan pembunuhan itu, patahlah nyali kawanan Sip-hun-jin itu. Bermula setelah mendengar perintah si bungkuk Long Wi, mereka memberingas dan maju menyerang. Tetapi ketika beradu pandang dengan mata Lo-seng, mereka berputar tubuh dan lari.
Siau Lo-seng tak memberi ampun lagi. Dengan bersuit nyaring ia segera loncat membabat mereka.
Terdengar jeritan ngeri dan dua butir kepala orang Sip-hun-jin segera terlempar ke udara dan tubuhnya melayang dua tombak jauhnya. Tiga orang Sip-hun-jin yang lain, terbabat kutung pinggangnya......
Air hujan yang menggenangi bumi, berwarna merah darah menyeramkan mata.
Serangan Siau Lo-seng itu cepatnya bukan alang kepalang sehingga tokoh-tokoh yang berada di halaman itu tak tahu ilmu pedang apakah yang digunakan anak muda itu.
Tetapi sekalian orang tak sempat untuk memikirkan hal itu. Dilihatnya Lo-seng seperti seorang gila yang mengamuk. Dia mengejar sisa Sip-hun-jin yang masih empat orang itu.
Sekali loncat ia membabat dan terdengarlah jeritan ngeri. Seorang Sip-hun-jin terbelah menjadi dua, dua orang lagi terbabat kutung pahanya......
Pemandangan ngeri itu benar-benar membuat bulu tengkuk orang meregang tegang. Siau Lo-seng tak ubah seperti seekor harimau yang tengah berpesta pora dengan darah.
"Ah, agaknya dia juga sudah menjadi Sip-hun-jin......" tiba-tiba timbullah suatu kesan dalam hati Cu-ing.
Setelah membasmi delapan Sip-hun-jin. wajah Lo-seng tampak membeku dingin. Matanya berkilat-kilat menyapu ke arah orang yang masih berada di sekeliling tempat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
Ficción GeneralSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...