38. Mumi Setengah Jadi . . . . . .

1.1K 25 0
                                    

Dan yang lebih menggetarkan hati Cu-ing, pemuda itu memegang Pedang Ular Emas. Setelah termangu sejenak, Cu-ing lalu menghampiri dan menegurnya: "Siau losu......"

Karena sudah biasa memanggil dengan sebutan 'losu' (guru), maka Cu-ing pun menggunakan panggilan itu.

Siau Lo-seng tenang-tenang berpaling muka. Wajahnya dingin sekali. Ia deliki mata kepada Cu-ing. Begitu beradu pandang dengan sinar mata pemuda itu, menggigillah hati Cu-ing.

Sejenak memandang si nona, Lo-seng gelengkan kepala dan berkata seorang diri: "Bu¬kan...... bukan......"

Ia hanya mengatakan sepatah kata lalu tegak mematung lagi.

Cu-ing terkejut, serunya: "Siau sian-seng, apakah engkau tak kenal padaku? Aku ini Nyo Cu-ing."

Namun pemuda itu tetap gelengkan kepala. Ia mengangkat muka menengadah ke atas, membiarkan air hujan mencurah ke mukanya.

Tiba-tiba wajah pemuda itu mengembang sinar pembunuhan yang ngeri. Serentak pedang pusaka Ular Emas digentakkan menuding ke arah sembilan gerombolan Sip-hun-jin lalu berkata seorang diri: "Yang hendak kubunuh yalah mereka. Ya, benar, kawanan manusia itu......"

Kesembilan Sip-hun-jin tampak ketakutan dan berbondong-bondong mundur. Pedang Ular Emas tetap diarahkan Siau Lo-seng ke tempat kawanan Sip-hun-jin itu.

"Tar, tar, tar......."

Long Wi segera getarkan ruyung emasnya. Ia marah karena kawanan Sip-hun-jin ketakutan mundur.

"Sip-hun-jin, kamu sekalian adalah jago nomor satu di dunia, lekas serang musuh itu!" teriaknya.

Mendengar itu, kesembilan Sip-hun-jin itupun segera meraung-raung lalu berhamburan menyerbu Siau Lo-seng.

Sip-hun-jin itu adalah tokoh-tokoh silat sakti yang telah ditundukkan oleh orang istana Ban-jin-kiong. Dengan ilmu Menempa Jiwa, mereka telah dibius hingga hilang kesadaran pikirannya. Mereka tak takut kepada siapapun juga.

Tetapi aneh. Ketika pandang mata mereka terbentur dengan sinar mata Lo-seng yang memancarkan pembunuhan itu, patahlah nyali kawanan Sip-hun-jin itu. Bermula setelah mendengar perintah si bungkuk Long Wi, mereka memberingas dan maju menyerang. Tetapi ketika beradu pandang dengan mata Lo-seng, mereka berputar tubuh dan lari.

Siau Lo-seng tak memberi ampun lagi. Dengan bersuit nyaring ia segera loncat membabat mereka.

Terdengar jeritan ngeri dan dua butir kepala orang Sip-hun-jin segera terlempar ke udara dan tubuhnya melayang dua tombak jauhnya. Tiga orang Sip-hun-jin yang lain, terbabat kutung pinggangnya......

Air hujan yang menggenangi bumi, berwarna merah darah menyeramkan mata.

Serangan Siau Lo-seng itu cepatnya bukan alang kepalang sehingga tokoh-tokoh yang berada di halaman itu tak tahu ilmu pedang apakah yang digunakan anak muda itu.

Tetapi sekalian orang tak sempat untuk memikirkan hal itu. Dilihatnya Lo-seng seperti seorang gila yang mengamuk. Dia mengejar sisa Sip-hun-jin yang masih empat orang itu.

Sekali loncat ia membabat dan terdengarlah jeritan ngeri. Seorang Sip-hun-jin terbelah menjadi dua, dua orang lagi terbabat kutung pahanya......

Pemandangan ngeri itu benar-benar membuat bulu tengkuk orang meregang tegang. Siau Lo-seng tak ubah seperti seekor harimau yang tengah berpesta pora dengan darah.

"Ah, agaknya dia juga sudah menjadi Sip-hun-jin......" tiba-tiba timbullah suatu kesan dalam hati Cu-ing.

Setelah membasmi delapan Sip-hun-jin. wajah Lo-seng tampak membeku dingin. Matanya berkilat-kilat menyapu ke arah orang yang masih berada di sekeliling tempat itu.

Pendekar 100 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang