26. Pengakuan Sang Keponakan

1.2K 22 0
                                    

Serentak dengan suara orang yang tertahan, taburan sinar pedangpun lenyap seketika.

Tangan kanan Giok-hou melentuk ke bawah. Sambil masih menjinjing pedang, ia terus berputar tubuh dan lari tinggalkan lawan.

Lengan baju sebelah kiri dari Siau Lo-seng pecah. Ia terlongong-longong memandang bayangan Giok-hou yang melarikan diri itu kemudian menghela napas pelahan.

"Orang itu menyembunyikan ilmu kepandaiannya yang tinggi. Dia lebih unggul dari Tiga jago Go-bi. Benar-benar menimbulkan kecurigaan......." katanya seorang diri,

Makin tenanglah hati Pek Wan Taysu demi melihat Siau Lo-seng tak kurang suatu apa.

"Siau sauhiap," kata paderi itu, "kini terbukalah mataku bahwa ombak sungai Tiang-kang itu yang di belakang tentu mendorong yang di muka. Yang muda tentu mengganti yang tua."

Memang paderi tua itu kesima menyaksikan pertempuran yang bermutu tinggi dari kedua anak muda itu. Keduanya telah mencurahkan ilmu kepandaian yang luar biasa hebatnya.

"Taysu, mari kita kejar," tiba-tiba Siau Lo-seng menarik lengan jubah paderi itu, "jangan sampai dia dapat lolos!"

"Siapa?" Pek Wan Taysu terkesiap.

"Li Giok-hou, dialah pembunuhnya!" seru Siau Lo-seng.

Pek Wan Taysu gelengkan kepala: "Bagaimana mungkin hal itu?"

Tiba-tiba terdengar sebuah suara parau dari seorang tua: "Ya, Jong-ho dan Han Ceng- jiang......"

Serentak Siau Lo-seng dan Pek Wan Taysu berpaling ke belakang. Tampak seorang kakek baju putih melangkah keluar dari hutan. Walaupun rambut dan jenggotnya sudah putih dan menjulai panjang sampai ke dada, tetapi tubuh dan sikap kakek itu masih gagah sekali.

Wajah kakek itu menampilkan kewibawaan besar tetapi saat itu tampak membeku seperti es.

"Rasanya locianpwe tentu mengetahui peristiwa kejam itu, mengapa locianpwe tak berusaha mencegah?" seru Siau Lo-seng.

Kakek baju putih itu mendengus dingin.

"Aku tak suka campur urusan manusia. Sekalipun manusia di seluruh dunia itu mati semua, akupun tak peduli," sahutnya.

Mendengar itu Pek Wan Taysu kerutkan alis.

"Locianpwe," seru Siau Lo-seng pula, "ketahuilah bahwa pembunuhan itu mempunyai hubungan besar dengan keamanan dunia persilatan."

Kembali kakek baju putih itu mendengus.

"Budak, hak apa engkau hendak memberi nasehat kepadaku?"

Siau Lo-seng menyahut: "Ah, masakan aku berani memberi nasehat kepada locianpwe. Aku hanya merasa bahwa locianpwe ini berhati kejam sekali......"

Habis berkata Siau Lo-seng terus berpaling dan mengajak Pek Wan Taysu: "Taysu, mari kita lanjutkan mengejar Li Giok-hou!"

"Tunggu!" tiba-tiba kakek baju putih membentak keras seraya berputar tubuh menghadang di hadapan Siau Lo-seng.

"Sian-cay," seru Pek Wan Taysu, "harap sicu suka memberi jalan agar kami dapat mengejar pembunuh itu."

Tetapi Siau Lo-seng hanya memandang lekat pada kakek baju putih itu dan bertanya: "Apakah locianpwe hendak memberi petunjuk?"

Kakek baju putih itu berkilat-kilat menatap wajah Siau Lo-seng, serunya dingin:

"Ada sebuah hal yang hendak kutanyakan kepadamu."

"Soal apa?" kata Siau Lo-seng.

"Aku ingin menanyakan tentang diri seseorang."

"Siapa?" Siau Lo-seng terkesiap.

Pendekar 100 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang