Saat itu tampak si bungkuk Long Wi dan ketiga orang tua kurus baju hitam, sudah siap bergerak. Mereka pelahan-lahan mengisar tubuhnya.
"Tadi tuan mengatakan bahwa Ban-jin-kiong itu seperti rumah sendiri, dapat bergerak bebas ke luar masuk. Apakah tuan berani melakukan hal itu sekali lagi?" tiba-tiba Giok-hou berseru.
"Budak licin, engkau memang selicin belut, secerdik kancil," seru orang tua dalam tandu itu, "tetapi di hadapanku, janganlah engkau jual tingkah. Tak perlu engkau undang, lain kali aku tentu akan datang pula ke Ban-jin-kiong. Sekarang lekaslah engkau pulang dan perkuatlah penjagaan Ban-jin-kiong. Ketahuilah, untuk yang kedua kalinya masuk ke dalam Ban-jin-kiong nanti, aku takkan ke luar dengan tangan hampa."
Merahlah muka Giok-hou seketika.
"Apakah dengan beberapa patah kata yang engkau ucapkan terus hendak tinggalkan tempat ini?" serunya dengan nada hina, "Hm, ketika engkau masuk ke dalam istana Ban-jin-kiong andaikata Kiong-cu dan berpuluh jago-jago sakti berada dalam istana, tak mungkin engkau mampu keluar secara begitu mudah."
"Pengawal Merah Putih, kita jalan!" tiba-tiba orang tua itu berseru memberi perintah. Dia tak mau menggubris Giok-hou lagi.
"Ho, tak mudah untuk pergi, kawan!" seru Giok-hou seraya ayunkan tubuh menerjang ke atas puncak.
Seorang pengawal baju Merah segera menyambut dengan menusukkan tombak dalam jurus Membabat lima gunung.
Giok-hou tertawa dingin. Sekali getarkan lengan tubuhnya tiba-tiba melambung ke atas. Setelah menghindar tombak, ia segera meluncur ke samping penyerangnya.
Pengawal Baju Merah itu marah. Cepat ia hantamkan tangan kirinya. Sebelum Giok- hou menginjak tanah, iapun sudah mendahului membalikkan tangan kanannya untuk manyambut serangan lawan. Dan dalam pada itu ia lanjutkan melayang turun ke tanah.
Pengawal baju merah itu seketika merasa bahwa pukulannya telah tersiak ke samping.
Diam-diam dia terkejut sekali. Cepat ia kerahkan tenaga dalam untuk menahan tubuhnya yang akan terdorong ke samping seraya menyerempaki berkisar tiga langkah.
"Cobalah engkau terima sebuah pukulan lagi?" seru Giok-hou dingin. Tangan kanan menampar dengan pelahan.
Melihat kepandaian Giok-hou, seketika berobahlah wajah Hun-ing. Ia membisiki Cu-ing "Adik Ing, lihatlah, luar biasa sekali kepandaian Li Giok-hou itu sekarang."
Cu-ing pun mengetahui hal itu. Dia menyadari betapa jauh sekarang terpautnya kepandaiannya dengan anak muda itu. Tetapi sekalipun begitu, ia tetap tak gentar. Kalau dapat, saat itu juga ia ingin menghancur leburkan tulang belulang Giok-hou.
"Cici Hun," katanya, "apakah kita tak membantu pengawal baju merah itu?"
"Ah, lihatlah, adik Ing," bisik Hun-ing pula, "kawanan baju merah itu hebat sekali kepandaiannya......"
Ternyata pengawal baju merah itu kisarkan kaki dan menghindari tamparan Giok-hou. Daa serempak pada saat itu, seorang pengawal baju merah cepat tampil maju dan berturut-turut melancarkan lima buah serangan kepada Giok-hou.
Permainan tombak orang itu sungguh mengagumkan sekali. Tombak itu seakan-akan berobah menjadi sinar memanjang yang mengurung tubuh Giok-hou, sehingga pemuda itu terpancing gerak serangannya.
"Huh," tiba-tiba pula seorang pengawal baju merah lain menusuk dari samping dan memaksa Giok-hou mundur sampai setombak jauhnya.
Setelah memaksa Giok-hou mundur kawanan pengawal baju merah itu tegak pula di atas puncak. Mereka tak mau mengejar Giok-hou. Dan kedelapan pengawal baju putih pun segera menyelipkan seruling besi ke pinggang masing-masing lalu mengangkat tandu dan terus dibawa berjalan dengan pesat sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
Fiksi UmumSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...