Dari jauh terdengar bunyi tambur dan seruling memecah kesunyian malam.
"Ah, suara itu masih berada beberapa lie jauhnya," pikir Hun-ing.
Tiba-tiba bunyi-bunyian itu berhenti.
Giok-hou dan si Bungkuk serempak berlutut di depan pintu dan berseru: "Giok-hou dan Long Wi menyambut dengan hormat!"
Sesaat kemudian muncullah seorang lelaki bertubuh tinggi besar ke dalam ruang kuil. Dia mengenakan pakaian seorang imam warna hitam, memakai kopiah dan dadanya mengenakan sebuah benda bundar yang berkilat-kilat memancar warna emas.
Tetapi bagaimana wajahnya tak dapat diketahui karena diapun mengenakan kain kerudung warna hitam.
Diam-diam Lo-seng, Hun-ing dan Pek Wan Taysu terkejut. Mereka sangsi apakah kepala istana Ban-jin-kiong itu seorang manusia biasa. Karena waktu datang, sama sekali tak terdengar langkah kakinya. Dan dalam sekejap mata saja dia sudah tiba dari tempat beberapa lie.
Kebutkan lengan jubahnya, kepala istana Ban-jing-kiong berkata: "Hou-ji, Long Tian-cu, bangunlah."
Kakek bungkuk dan Giok-hou pun segera bangun. Dan serentak Giok-hou terus berseru: "Ayah......"
"Ya, kutahu," tukas kepala istana Ban-jin-kiong itu sambil lambaikan tangan.
"Hm, dia memang sudah tahu apakah hanya berlagak tahu apa yang hendak dikatakan Li Giok-hou," diam-diam Hun-ing menimang.
"Barisan Sip-hun-jin kita memang belum sempurna sekali," kata kepala Ban-jin-kiong pula," nanti Long Tian-cu boleh membawa pulang mereka ke istana."
"Anak hendak memberitahu bahwa musuh dari Ban-jin-kiong itu, selain orang Lembah Kumandang, pun masih......:"
"Bukankah engkau hendak mengatakan Siau Lo-seng?" tukas kepala Ban-jin-kiong.
"Benar," sahut Giok-hou, "dia memiliki ilmu kepandaian sakti yang aneh. Anak merasa dialah musuh yang sesungguhnya dari Ban-jin-kiong. Apakah ayah dapat memberi kekuasaan kepadaku untuk membunuhnya?"
Kepala istana Ba-jin-kiong merenung sejenak lalu berkata: "Memang ayah tahu bahwa kalau Siau Lo-seng itu tak dibasmi, kelak tentu akan lebih berbahaya dari Im-kian-li. Maka telah kuperintahkan kepada Te Gak Kui-ong untuk menangkap orang itu dan membawa ke Ban-jin-kiong.
Te Gak Kui-ong artinya Raja iblis dari Neraka.
Baik Lo-seng maupun Hun-ing dan Pek Wan Taysu kerutkan kening. Siapakah kepala istana Ban-jin-kiong itu? Menilik bicaranya, agaknya ia tahu semua gerak gerik dalam dunia persilatan.
"Ayah, lalu tugas apakah yang ayah berikan kepadaku di Lok-yang?" tanya Giok-hou.
Tiba-tiba kepala istana Ban-jin-kiong itu mendengus, serunya: "Giok-hou, selesaikan dulu dua orang yang bersembunyi di atas tiang penglari ruangan ini. Ayah segera akan memberimu petunjuk cara memberi perintah kepada Te Gak Kui-ong itu. Setelah itu ringkus dan bawalah Siau Lo-seng ke istana Ban-jin- kiong."
Mendengar perintah itu bukan saja Lo-seng bertiga terkejut, pun si kakek bungkuk dan Giok-hou sendiripun terperanjat juga. Ternyata mereka tak tahu bahwa di atas tiang penglari ruang itu terdapat orang yang bersembunyi.
Tahu kalau dirinya sudah diketahui maka Lo-seng memutuskan untuk unjuk diri. Serentak iapun berseru: "Hm, bukan dua orang tetapi tiga......"
Belum habis ia mengucap, tiba-tiba terdengar bunyi tambur menggema. Lo-seng terkejut dan cepat berseru: "Ui Pangcu, lekas menghindar......"
Dari ambang pintu meluncur selarik sinar emas yang mirip dengan panah berapi. Secepat kilat benda bersinar emas itupun meluncur ke arah tiang penglari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
General FictionSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...