"Bagaimana ia melaksanakan pembalasan terhadap dunia persilatan?" tanya Siau Lo-seng.
"Dalam gerakan untuk membunuh Kho Ing-ti dahulu, kecuali Giok-li-sin-hong Tan Bi- hoa, boleh dikata seluruh kaum persilatan dari aliran Hitam maupun Putih ikut semua. Karena mereka menganggap, seorang murid yang berhianat dan membunuh gurunya, merupakan dosa paling besar. Kho Ing-ti menyadari bahwa sekalipun ia selamat dan ilmu kepandaiannya pun sudah pulih kembali, tetapi tak mungkin ia dapat menghadapi seluruh kaum persilatan.
Maka diam-diam ia segera membentuk Ban-jin-kiong, sebuah perkumpulan yang khusus hendak digunakan untuk menuntut balas kepada dunia persilatan. Diam-diam Ban-jin-kiong menjalankan siasat mengadu domba, menimbulkan kekacauan. Dengan ilmu Merobah wajah yang lihay, dia merobah diri menjadi beberapa tokoh untuk mengadakan pembunuhan di sana sini agar partai-partai persilatan itu saling curiga mencurigai."
"Peristiwa Hay-hong-cung tentu dialah yang menciptakannya," seru Siau Lo-seng.
"Memang dia seorang yang menciptakannya," kata Ui Siu-bwe, "dan dengan kejam dia telah memutus hubungan kasih antara ayah dan bundamu. Agar ayahmu tetap mendendam suatu dosa yang tak mungkin ditebusnya."
"Bagaimana ceritanya mamah dapat menikah dengan ayahku itu?" tanya Siau Lo-seng. Dipandangnya wajah Ui Siu-bwe yang bercucuran air mata itu dengan tajam.
Entah bagaimana Dewi Mega berpaling muka, seolah-olah tak berani menghadapi sinar mata si anak muda. Airmatanya membanjir.
"Kutahu, ya, kutahulah peristiwa yang berliku-liku itu," tiba-tiba Kwik Ing-tat menengadah kepala dan berkata seorang diri.
"Paman Kwik, apa yang engkau ketahui?" seru Siau Lo-seng.
Tiba-tiba berkatalah Dewi Mega dengan nada yang penuh ditekan perasaan, "Seng-ji mamahmu berbuat salah, dapatkah engkau memaafkannya?"
"Kesalahan apakah yang telah dilakukan mamahku?" Siau Lo-seng mulai curiga.
Tiba-tiba Kwik Ing-tat maju selangkah dan berseru, "Dewi, jangan sembarangan bicara kepada Seng-ji!"
"Berapakah harga sebuah nama itu?"sahut Dewi Mega, "dalam keadaan yang sudah seperti begini, apakah ada hal-hal yang masih dirasa malu untuk dikatakan? Apabila masih ditutupi rasanya kita berdosa kepada taci Tan Bi-hoa."
Kwik Ing-tat menghela napas dan berkata kepada Siau Lo-seng: "Seng-ji, biarlah aku yang menceritakan kelanjutannya."
Sejenak berhenti maka iapun mulai menutur.
"Pada masa itu Siau Han-kwan merupakan kepala dari Sam-cay, Sedang Siang-hoa-liong-li Pui Siu-li, kepala dari Sam-ing. Desas desus orang luar mengatakan bahwa kedua orang itu tentu akan menjadi pasangan hidup. Siau Mo dengan Ui Siu-bwe dan Ban Jin-hoan dengan Tan Bi-hoa. Tetapi ternyata tidak demikian. Di luar dugaan, pangcu kami telah menikah dengan Tan Bi-hoa. Sejak peristiwa itu, mulailah terjadi keretakan antara Sam-cay dan Sam-ing.
Pedang Ular emas Siau Mo berobah menjadi seorang manusia aneh yang gemar membunuh, Ban Jin-hoan pulang ke Bu-tong dan, minta kepada It Ceng Totiang supaya menerimanya menjadi imam dan bergelar It Bing, Siang-hoa-liong-li dan Dewi Mega pun menghilang dari dunia persilatan. Gempar dunia persilatan membicarakan peristiwa itu tetapi tiada seorangpun yang tahu sebabnya."
Berkata sampai di sini, Kwik Ing-tat melirik ke arah Dewi Mega Ui Siu-bwe dan hentikan ceritanya.
"Kwik Thancu, teruskan ceritamu sejelas-jelasnya," seru Dewi Mega.
Sejenak meragu maka Kwik Ing-tat melanjutkan lagi.
"Sebenarnya Ban Jin-hoan sangat mencintai Tan Bi-hoa. Tetapi karena merasa dirinya telah menyebabkan suhunya meninggal dan suhengnya melarikan diri maka Tan Bi-hoa sudah beku hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
General FictionSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...