Tiba-tiba tangan kanan si Bungkuk pun pelahan-lahan didorongkan ke muka. Melihat itu Siau Lo-seng pun tak berani berayal lagi. Ia mengatupkan kedua tangan ke dada, tangan kanan menjulur ke muka, dua buah jari tengah dan jari telunjuk segera menutuk ke muka.
Terdengar suara mendesis pelahan ketika pukulan beradu dengan jari.
Seketika berobahlah wajah si Bungkuk. Cepat-cepat ia loncat muncur. Sedang Siau Lo-seng tetap tegak berdiri ditempatnya.
Beberapa saat kemudian, kedengaran orang bungkuk itu berseru: "Engkau murid perguruan mana?"
Siau Lo-seng tertawa dingin.
"Menilik kepandaian anda begitu hebat, tentulah anda ini bukan tokoh yang tak ternama," sahut Siau Lo-seng.
"Hm," dengus si Bungkuk, "walaupun engkau tak mau mengatakan tetapi akupun tahu bahwa ilmu jari yang engkau gunakan tadi berpuluh-puluh tahun dari dunia persilatan, disebut ilmu jari Han-sim-ci......"
Han-sim-ci artinya Jari hati dingin.
Siau Lo-seng tersenyum.
"Kalau sudah tahu hebatnya ilmu jari itu, apakah engkau hendak mencobanya?" serunya.
Si Bungkuk meraung keras: "Apakah engkau kira lo-siu takut walaupun engkau mempunyai ilmu jari yang hebat itu?"
Karena orang bungkuk itu menyebut dirinya sebagai lo-siu maka Siau Lo-seng menduga kalau orang itu tentu seorang tua.
Sekonyong-konyong dari arah belakang tanah kuburan, terdengar sebuah jeritan nyaring bernada ketakutan: "Engkoh Lo-seng......"
Seruan itu amat nyaring sekali dan terdengar jelas oleh Siau Lo-seng. Ia terkejut karena tahu bahwa suara itu adalah suara nona Hun-ing. Siau Lo-seng terkejut. Ia dapat menduga tentu Hun-ing dan Bok-yang Kang telah ditawan oleh kawanan manusia setan.
"Nona Ui......," cepat ia berseru. Aneh, setelah berteriak satu kali tadi, Hun-ing tak kedengaran lagi.
Saat itu hari sudah terang tanah tetapi tanah kuburan masih remang-remang tertutup kabut.
Dengan dua tiga kali loncatan, Siau Lo-seng pun sudah menuju ke tempat ketigabelas orang aneh tadi berkerumun, tetapi ternyata mereka sudah tak tampak bayangannya. Yang tampak hanyalah gunduk-gunduk makam.
Siau Lo-seng terkejut.
"Nona Ui....... Bokyong-te....... ," ia berteriak sekeras-kerasnya. Namun sampai diulang beberapa kali tetap tiada penyahutan kecuali angin pagi yang bertebaran menyiak rumput di sepanjang tanah kuburan.
Siau Lo-seng seorang pemuda yang cerdas tangkas. Tetapi menghadapi keadaan yang begitu mengherankan iapun terlongong-longong seperti kehilangan paham.
Aneh, benar-benar aneh. Baru sekejap mata teriakan Hun-ing melengking mengapa tahu-tahu sudah lenyap tak berbekas. Apakah musuh dapat bergerak sedemikian cepatnya untuk membawa lari kedua orang itu.
Siau Lo-seng benar-benar seperti tenggelam dalam kabut teka teki aneh.
Segera ia gunakan ilmu lari cepat untuk menjelajah seluruh penjuru tanah kuburan itu, Dan hampir lima lie jauhnya ia menyusur tanah kuburan itu namun tetap tak melihat apa-apa.
Dari nada teriakannya tadi, Siau Lo-seng dapat menduga tentulah Hun-ing menderita kegoncangan hati yang hebat sehingga ia sampai berteriak minta pertolongan. Tetapi kemanakah gerangan nona itu?
Adakah nona itu ditawan oleh anak buah si Bungkuk?
Tiba-tiba ia teringat akan si Bungkuk. Cepat ia berputar tubuh dan lari ke tempat orang itu. Tetapi, ah, ternyata orang bungkuk itupun sudah lenyap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
Fiksi UmumSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...