Siau Lo-seng mencodongkan ujung pedang mengarah pergelangan tangan orang. Maksudnya hendak memaksa lawan mundur, setelah itu baru ia akan susuli dengan serangan.
Memang rencana Siau Lo-seng itu tepat. Terapi Ang Piau itu seorang jago yang nekad dan kaya akan pengalaman bertempur.
Cepat ia geliatkan tangan kanannya menghindar ke samping lalu secepat kilat jarinya ditebarkan untuk mencengkeram siku lengan Lo Seng. Sedang tangan kirinya pun serentak menjulur untuk menusuk jalan darah marah di tenggorokan lawan.
Dari dua jurus gerakan itu saja, dapatlah diketahui sampai di mana kesaktian orang itu.
Siau Lo-seng terkejut sekali. Cepat ia menyurut mundur tiga langkah seraya hamburkan sinar pedang untuk melindungi tubuh. Mau tak mau, Siau Lo-seng kucurkan keringat dingin juga.
Teriakan gegap gempita memuji dari barisan tujuh lapis, segera menggema keras.
Ang Piau tak mau memberi kesempatan lagi. Ia loncat menerjang dan mendera lawan dengan pukulan yang bertubi-tubi.
Sepuluh jurus kemudian, Siau Lo-seng jago muda yang gagah perkasa itu, dipaksa harus mundur sampai setombak jauhnya. Bahkan pedang Ular Emas hampir saja terlepas karena desau hamburan angin yang melandanya.
Dari atas loteng Hun-ing dan Cu-ing menyaksikan pertempuran dengan hati gelisah. Kedua nona itu segera mempersiapkan diri untuk turun tangan apabila perlu.
Tetapi sebenarnya ilmu silat Siau Lo-seng itu tidak di bawah Ang Piau. Walaupun sepintas pandang Ang Piau menang kuat dan menang angin, tapi dengan berbagai aliran ilmu silat yang dimiliki Siau Lo-seng, pemuda itu takkan kalah.
Memang apabila dua jago sakti bertempur seujung rambut kesempatan yang diperoleh lawan, tentu akan merobah jalannya pertempuran.
Dalam babak permulaan karena salah perhitungan, hampir saja Siau Lo-seng menderita kekalahan total. Dia didesak kalang kabut oleh lawan sehingga hampir tak dapat bernapas.
Tiba-tiba Siau Lo-seng berteriak keras lalu mengisar langkah dan memainkan pedang disertai gerak langkah yang aneh.
Betapapun halnya, kepandaian Ang Piau tetap kalah setingkat dari Siau Lo-seng. Berulang kali Ang Piau melancarkan serangan dahsyat, tapi setiap kali ia mendapatkan gerakan lawannya itu memang luar biasa anehnya, sukar untuk diduga.
Sesaat pemuda itu berada di sebelah barat tetapi pada lain saat sudah beralih ke timur. Walaupun Ang Piau sudah menumpahkan seluruh kepandaiannya, tetap ia tak mampu memukul lawan.
Mau tak mau kepala dari barisan Ban-jin-kiong itu tercengang-cengang.
Kesempatan itu sudah tentu tak dilewatkan Siau Lo-seng. Diiringi sebuah gemboran keras, Pedang Ular Emas pun segera berhamburan laksana bunga api pecah di udara.
Ang Piau terpaksa harus mundur sampai tiga langkah untuk menyelamatkan jiwanya.
Sejenak Siau Lo-seng dapat bernapas untuk melonggarkan ketegangannya lalu lepaskan tiga buah tabasan.
"Auuhhh......"
Terdengar jeritan ngeri. Karena lambat menghindar, bahu Ang Piau termakan ujung pedang, tiga buah jari tangan kirinyapun terbabat kutung. Dengan terhuyung-huyung menahan kesakitan, Ang Piau mundur sampai lima langkah......
Dengan mata berkilat-kilat memancarkan dendam kemarahan, ia menetap Siau Lo-seng dengan penuh kebencian.
Tiga buah serangan pedang Siau Lo-seng tadi telah dilancarkan dengan kemarahan. Cepat dan dahsyatnya bukan alang kepalang. Apabila mau, sebenarnya ia dapat mengambil jiwa lawan. Tetapi karena melihat lawan bertempur dengan tangan kosong, maka tak maulah Siau Lo-seng hendak mencari kemenangan dengan cara tidak adil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
General FictionSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...