"Bum......"
Terdengar letupan dahsyat dan kedua sosok tubuh yang bertempur itupun loncat berpencaran.
Tiong-goan-it-tiau terpental sampai lima langkah. Sementara Siau Lo-seng berhasil meraih tubuh anak laki yang menggeletak di tanah lalu membiarkan dirinya didera angin pukulan Tiong-goan-it-tiau dan melayang sampai tiga tombak jauhnya.
Terdengar teriakan geram dari beberapa orang yang segera berhamburan menyerang Siau Lo-seng.
Saat itu Siau Lo-seng tiba-tiba merasakan suatu aliran tutukan jari yang halus tak bersuara melanda dirinya. Dia terkejut, lalu cepat menghindar mundur.
"Bluk, bluk......" orang-orang yang memburu hendak menyerangnya itu tiba-tiba berhamburan rubuh. Sudah tentu hal itu mengejutkan sekalian orang.
Sesaat kemudian terdengar pula suara mendesis di udara. Tiga percik sinar hitam meluncur ke arah tubuh Siau Lo-seng, mengarah tiga buah jalan darah maut pada tubuhnya. Serangan senjata rahasia itu meluncur teramat cepat sekali.
Saat itu Siau Lo-seng masih melayang di udara. Cepat ia gunakan gerak Ombak dahsyat mengangkat naga. Sambil berputar tubuh dia berhasil pula menyambar yang sebuah.
Dia rasakan senjata rahasia amat lunak tetapi mengandung tenaga yang luar biasa besarnya, sehingga Siau Lo-seng terdorong sampai beberapa meter jauhnya.
Selekas turun ke bumi, dengan cepat Siau Lo-seng memandang ke arah hutan. Dilihatnya sesosok bayangan putih melesat cepat lalu menghilang.
Ketika memeriksa senjata rahasia yang tergenggam di tangannya itu, amboi, ternyata hanya sehelai daun.
Keringat pemuda itu mengucur deras. Ia yang berilmu sakti, sejenak tertegun.
Siau Lo-seng pun lalu memegang pergelangan tangan anak laki itu. Denyut nadi pergelangannya amat lemah. Kalau tak memeriksa dengan teliti tentu orang akan mengira bahwa anak itu sudah mati.
Anak muda baju biru itu tak menderita luka suatu apa, melainkan tubuhnya terasa amat dingin sekali dan kaku. Tak ubah seperti mayat.
Sebagai seorang tokoh silat yang luas pengetahuan, cepat Siau Lo-seng dapat mengetahui bahwa anak itu telah terkena ilmu tutukan dari jarak jauh.
Kembali Siau Lo-seng termangu-mangu. Siapa orang itu? Apa maksudnya membantu dia? Dan dalam dunia persilatan tokoh manakah yang memiliki ilmu kepandaian sedemikian sakti itu?
Sebenarnya Siau Lo-seng memang sengaja hendak menempur orang-orang itu. Dia menerima saja apa yang mereka tuduhkan. Setelah itu ia hendak mengumumkan kepada mereka bahwa ia memang hendak menantang seluruh tokoh-tokoh Ceng-pay. Dengan demikian kaum persilatan golongan Ceng-pay tentu akan marah. Tiga hari kemudian dia akan menantang pihak Ban-jin-kiong.
Demikian rencana yang diatur Siau Lo-seng. Tetapi di luar dugaan rencana itu terkacau oleh munculnya orang sakti yang tak diketahui itu. Dia belum jelas, adakah orang itu kawan atau lawan. Ah, seorang Kakek wajah dingin Leng Tiong-siang saja sudah cukup memusingkan kepala, kini tambah lagi dengan seorang sakti yang tak ketahuan pendiriannya.
Suasana hening lelap. Hanya Tiong-goan-it-tiau yang merasa dirinya seperti duduk di atas beribu jarum. Kemasyhuran namanya selama berpuluh tahun, hanya dalam sekejap telah hancur berantakan!
Dia benar-benar marah sekali karena terpukul mundur sampai tiga langkah oleh Siau Lo-seng tadi.
Sejenak menenangkan semangat, dia segera mencabut pedang pusaka yang tersanggul di punggungnya lalu melangkah maju ke tempat Siau Lo-seng.
Siau Lo-seng menghela napas melihat sikap jago tua itu.
"Siau Lo-seng," seru Tiong-goan-it-tiau, "hari ini aku Auyang Sat-hong, dengan pedang ini hendak melenyapkan bencana dalam dunia persilatan. Aku hendak membalaskan dendam kematian dari berpuluh-puluh kaum persilatan. Hayo, majulah kemari!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
General FictionSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...