60. Tiga Jurus Jin Kian Pah-cu

1.2K 26 1
                                    

Dua tokoh serempak melancarkan serangan, sudah tentu bukan kepalang dahsyatnya. Angin menderu menghamburkan tenaga yang mampu merobohkan bukit.

Tetapi orang yang merampas Keng-hun-pit itu bagaikan segumpal kapas yang mengikuti damparan tenaga pukulan dahsyat, melayang sampai lima-enam tombak lalu dengan gerak yang amat indah, bergeliatan meluncur turun ke bumi.

"Im-kian-li......"

"Siang-hoa-liong-li......"

"Pui Siu-li......"

Berbagai nama itu meluncur dari mulut beberapa tokoh yang segera mengenali siapa perampas Keng-hun-pit itu.

Tetapi sebelum orang-orang itu sempat melanjutkan kata-katanya lebih lanjut, dengan kecepatan yang luar biasa. Im-kian-li atau Puteri Neraka sudah lari ke arah barat......"

Ketua Ban-jin-kiong dan Leng Tiong-siang berturut-turut enjot tubuh untuk mengejar. Dalam sekejap mata, tokoh-tokoh itu sudah lenyap ditelan kegelapan.

Suasana sepi pula.

Melihat anak buah barisan Algojo yang bergelimpangan di tanah, tanpa banyak bicara, Li Giok-hou diam-diam menyelinap pergi.

Tetapi Dewi Mega Ui Siu-bwe atau yang terkenal dengan gelar Jin Kian Pah-cu segera melayang ke hadapan Li Giok-hou.

"Li Giok-hou apakah begitu saja engkau hendak tinggalkan tempat ini?" tegurnya tertawa.

Berobahlah seketika cahaya muka Giok-hou, serunya: "Lalu apa maksudmu......"

"Ayah yang berdosa, anak yang mewakili," kata Jin Kian Pah-cu, "peristiwa ayahmu membawa jago-jago Ban-jin-kiong menyelundup ke dalam Lembah Kumandang dan bunga dari tindakanku menyelamatkan jiwamu tadi, seharusnya engkau memberi imbalan."

Mendengar itu semangat Li Giok-hou serasa terbang. Karena gametar, ia sampai mundur selangkah.

"Huh, engkau......"

Dengan senyum yang menawan Jin Kian Pah-cu maju menghampiri Giok-hou......"

Senyum dari wajah wanita cantik itu mampu menggoyahkan imam seorang paderi. Tetapi dalam pandang mata Giok-hou saat itu, senyum itu bagai senyum iblis yang menyeramkan. Ia terhuyung-huyung ke belakang kakinya terasa lunglai.

Tiba-tiba Jin Kian Pah-cu menampar dan terdengarlah jeritan ngeri. Tubuh Giok-hou terlempar jungkir balik sampai tiga kali. Wajah pemuda itu pucat lesi.

Melihat tangan Jin Kian Pah-cu tak mengenai Giok-hou tetapi anak muda itu sudah jungkir balik sendiri, bertanyalah Cu-ing kepada Tay Hui Sin-ni:

"Suhu, apakah Li Giok-hou itu terkena pukulan Bu-ing-heng-ciang?"

"Tidak," sahut Tay Hui Sin-ni, "Jin Kian Pah-cu tak melukainya!"

Terdengar Jin Kian Pah-cu berseru:

"Ih, mengapa engkau takut setengah mati? Bukankah ia tadi menyebut dirimu sebagai seorang durjana? Mengapa sekarang engkau ketakutan begitu rupa? Mengapa engkau tak berani mengadu pukulan dengan aku? Kalau ayahmu datang, dia tentu akan marah dan memberi hadiah tamparan lagi kepadamu."

Mendengar itu wajah Giok-hou yang pucat tampak berobah merah. Darahnyapun menggelora, nyalinya bangkit kembali.

"Ya, aku hendak mengadu jiwa dengan engkau!"

Habis berkata ia terus maju menerjang.

"Hm, begitu baru layak," Jin Kian Pah-cu tertawa.

Sambil berkata. ia bergeliatan maju menyongsong seraya gerakkan jarinya.

Pendekar 100 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang