Sahut Leng Tiong-siang dengan dingin,
"Mengapa tidak?"
"Bagus!" seru Ban Jin-hoan dengan nada sarat, "Sekarang aku hendak bertanya kepadamu. Menurut perjanjian itu cara bagaimanakah aku akan mengembalikan Keng hun-pit?
"Setelah delapanbelas tahun, akan minta kepadamu," sahut Leng Tiong-siang,
"Kalau sudah tahu harus minta kembali kepadaku, mengapa engkau menggunakan kekerasan untuk merebut dari tangan Giok-hou? Apakah engkau hendak menelan janjimu lagi?"
Pertanyaan itu membuat Leng Tiong-siang tak dapat menjawab. Beberapa saat kemudian baru tiba-tiba ia berteriak marah: "Ngaco belo! Sekarang sudah delapanbelas tahun lewat beberapa bulan. Mengapa aku tak boleh mengambil kembali milikku?"
Mendengar pembicaraan itu, seketika timbul kesan dalam hati Siau Lo-seng. Makin jelas bahwa Leng Tiong-siang yang berada di tempat itu seorang Leng Tiong-siang palsu.
Buktinya, mengapa Leng Tiong-siang tersebut tak mau terang-terangan meminta pusakanya kepada ketua Ban-jin-kiong? Bukankah sudah beberapa kali dia bertemu dengan ketua Ban-jin-kiong itu. Mengapa begitu melihat Keng-hun-pit berada di tangan Giok-hou. Leng Tiong-siang itu terus berkeras hendak merebutnya?
Tengah Siau Lo-seng, terbenam dalam penilaian-penilaian mengenai diri Leng Tiong-siang itu sekonyong-konyong dari arah belakang terdengar seseorang berseru dengan nada yang lembut:
"Ban Jin-hoan, apabila Leng Tiong-siang dapat merebut Keng-hun-pit, yang salah adalah orang sendiri mengapa tak mau menjaganya. Mengapa engkau mengatakan Leng Tiong-siang melanggar janji?"
Suara itu datangnya sangat tiba-tiba sehingga mengejutkan sekalian orang dan cepat-cepat mereka berpaling ke arah suara itu.
"Tay Hui Sin-ni......" serempak berteriaklah Leng Tiong-siang dan Ban Jin-hoan demi melihat pendatang itu.
Ketika Siau Lo-seng berpaling, diapun terkejut. Cu-ing yang menderita luka dan ditidurkan di atas rumput tadi, entah kapan, tahu-tahu saat itu sudah duduk bersila menyalurkan pernapasan.
Dan di belakang dara itu tegak berdiri seorang rahib tua yang berwajah ramah. Rahib tua itu bukan lain yalah Tay Hui Sin-ni, suhu dari Cu-ing.
Bahwa Tay Hui Sin-ni muncul tanpa diketahui sama sekali telah mengejutkan sekalian tokoh yang hadir di tempat itu. Jelas rahib tua itu telah mencapai kesempurnaan dalam ilmu gin-kang
Kejut ketua Ban-jin-kiong tak terkira. Namun ia cepat menutupi rasa resah hatinya dengan tertawa meloroh.
"Pertemuan hari ini benar-benar menggembirakan sekali. Karena tak kuduga akan bertemu kembali dengan para sahabat lama dari empatpuluh tahun yang lalu. Karena Tay Hui Sin-ni mengatakan begitu, akupun tak boleh tidak akan menurut saja untuk mengembalikan pusaka itu kepada Leng-heng."
"Memang sepantasnya begitu," Jin Kian Pah-cu tertawa.
Ban Jin-hoan mengangkat Keng-hun-pit tinggi-tinggi ke atas kepala dan berseru:
"Saat ini aku Ban Jin-hoan hendak melaksanakan perjanjian pada delapanbelas tahun yang lalu dengan ini hendak mengembalikan benda pusaka kepada pemiliknya......"
Tiba-tiba Siau Lo-seng loncat ke muka dan berseru: "Tidak, jangan mengembalikan pusaka itu kepadanya. Dia tak layak memiliki Keng-hun-pit!"
Saat itu Leng Tiong-siang sudah tampil ke muka hendak menyambut Keng-hun-pit. Sudah tentu dia marah sekali karena Siau Lo-seng merintangi.
"Hai, budak semacam engkau berani mencampuri urusan ini? Keng-hun-pit adalah milikku mengapa engkau berani mengatakan aku tak layak menerimanya?"
Siau Lo-seng mendengus dingin:
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
General FictionSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...