Ketiga orang Berkerudung Hitam itu tidak menangkis maupun menghindar. Hanya setelah tongkat Ko-tok Siu hampir tiba di dada mereka, serempak mereka balikkan tangannya menampar.
Seketika Ko-tok Siu rasakan dilanda oleh gelombang tenaga yang dahsyat. Dan gelombang tenaga itu bukan lain yalah tenaga hantaman tongkatnya sendiri yang dipentalkan balik.
Ko-tok Siu terkejut dan cepat-cepat loncat mundur. Sekalipun demikian ia masih tetap mendengus pelahan karena gelombang tenaga itu masih menyerempet juga bahunya, memaksanya terhuyung mundur tiga-empat langkah dan tongkatnya pun hampir terlepas.
Gemparlah sekalian anak buah Naga Hijau ketika melihat Ko-tok Siu salah seorang dari pemimpin mereka yang terkenal sakti, harus menelan kekalahan dalam gebrak permulaan saja.
Cu-ing juga tak terluput dari rasa kejut. Diam-diam ia menimang: "Ah, manusia manusia aneh ini entah dari golongan mana? Menilik dalam satu gebrak saja Ko-tok Siu sudah dikalahkan, malam ini kita tentu akan mengalami pertempuran dahsyat."
Menderita kekalahan yang begitu memalukan, Ko-tok Siu marah dan malu. Dengan kerahkan seluruh tenaga ia hendak maju menyerang lagi. Tetapi Cu-ing cepat mencegahnya, "Sin-bok Thancu, silahkan mundur."
Habis berseru, nona itu maju selangkah dan berseru dengan nada sarat: "Dari golongan manakah kalian ini? Apakah kalian mempunyai dendam permusuhan dengan Naga Hijau?"
Tetapi ketigabelas manusia aneh Kerudung Hitam itu hanya tegak seperti patung dan sepatahpun tak mau menyahut.
Cu-ing kerutkan alis, berpaling kepada orang tua baju hitam, serunya: "Hian-kim Thancu, undanglah Li pangcu kemari!"
"Nyo Cong-thancu," sahut orang tua itu, "sejak masih pagi tadi, Ui Pang-cu telah pergi bersama dua orang than-cu serta Pek Wan Taysu untuk menyelidiki keadaan musuh. Sampai saat ini belum kembali."
"Jika begitu, lekas engkau kumpulkan anak buah kita yang berkepandaian tinggi untuk menangkap gerombolan manusia Kerudung Hitam ini," seru Cu-ing pula.
Hian-kim Thancu atau yang nama sebenarnya Lim Tay-som mengiakan dan terus melangkah keluar.
Cu-ing pun serentak mencabut pedang dan membentak: "Hai, siapakah kalian ini? Kalau tetap berlagak bisu jangan sesalkan aku berlaku kejam."
Sekonyong-konyong terdengar suara tertawa mengekeh: "Heh, heh. Sekalipun engkau bertanya sampai pecah kerongkonganmu, mereka tidak nanti akan menjawab......"
Sekalian orang terkejut dan serempak berpaling memandang keluar. Dari balik sebatang pohon Pek-yang muncullah seorang lelaki tua yang bertubuh kekar, tangan kanannya mencekal sebatang ruyung panjang warna emas. Itulah Lian-hun-tian-cu atau kepala bagian Paseban penempa jiwa yang bernama Long Wi.
Cu-ing terkejut. Ia tak menduga sama sekali bahwa si tua Long Wi yang bungkuk itu sudah bersembunyi di balik pohon Pek-yang yang tumbuh di halaman. Diam-diam ia gentar juga karena jelas si bungkuk Long Wi itu tentu memiliki kepandaian yang amat sakti.
"Ah, kepandaianmu sungguh hebat sekali," seru Cu-ing. "ketigabelas manusia aneh ini tentu engkau yang membawanya kemari, bukan?"
Si bungkuk Long Wi tertawa mengekeh lagi, "Benar, benar. Dan engkau tentulah Nyo Cu-ing, bukan?"
Cu-ing tak memberi keterangan melainkan berkata lagi: "Engkau dan aku tak kenal mengenal. Mengapa engkau membawa manusia-manusia aneh itu kemari?"
Long Wi tertawa. Kali ini nada tertawanya dingin, "Bukankah Nyo Jong-ho itu ayahmu?"
Cu-ing mendapat kesan bahwa orang bungkuk itu tahu jelas akan keluarga Nyo. Tetapi masih bertanya lagi.
"Sudah tahu mengapa engkau masih bertanya lagi?" tegurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
Ficción GeneralSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...