42. Nyanyian Iblis dari Rumah Dewa

1.3K 26 0
                                    

Mendengar percakapan itu, Li Giok-hou dan anak buahnya tergetar dalam hati. Terutama Giok-hou terkejut sekali atas kesaktian Siau Lo-seng.

Setelah barisan itu menyusun pertahanan, memang diam-diam Giok-hou mengamat-amati keadaannya. Tetapi belum lagi ia mengetahui apa nama barisan itu dan bagaimana keadaannya yang sebenarnya, tahu-tahu Siau Lo-seng sudah dapat mendobraknya.

Saat itu timbul pada pikiran Giok-hou, bahwa Siau Lo-seng itu sesungguhnya jauh lebih cerdik dan lihay dari dirinya.

Dalam pada itu Siau Lo-seng pun tampak mengitari barisan. Rupanya ia sedang mencari lubang kelemahan dari barisan itu, untuk diserbunya.

Gerak gerik Siau Lo-seng tak ubah seperti seekor harimau yang tengah melingkari sekelompok korbannya.

Tiba-tiba dia menggembor keras. Tubuh melambung ke udara, dengan gerak semacam kuda terbang di udara, ia taburkan pedang Ular Emas mencurah ke atas kepala seorang pengawal baju merah yang mengacungkan tombak ke atas dan menduduki posisi di pusar barisan itu.

Cepat sekali gerak layang dari Siau Lo-seng, secepat itu pula pedangnya berhamburan laksana hujan mencurah dari langit.

"Tring, tring......."

Terdengar dering suara yang melengking tajam sekali ketika delapan batang tombak serempak menangkis Pedang Ular Emas.

Dengan kepala menukik ke bawah dan kaki menjulang ke atas, Siau Lo-seng menyelinapkan tangan kirinya untuk menampar kepala pemimpin barisan baju merah itu.

Tetapi orang itu tanpa mengangkat kepala ke atas segera songsongkan tangannya, "bum......"

Siau Lo-seng terlempar jungkir balik melayang-layang ke tanah sampai tiga tombak jauhnya dan masih pula terhuyung-huyung tujuh-delapan langkah baru ia dapat berdiri tegak. Pedang Ular Emas menjulai ke bawah.

"Huak, huak....." dia muntah darah sampai dua kali.

"Siau toako!" Cu-ing menjerit kaget, terus hendak memburu ke tempat pemuda itu tetapi cepat dicegah Hun-ing.

"Adik Ing, jangan bertindak sembarangan. Saat ini Siau toako masih belum sadar pikirannya......."

Walaupun Hun-ing mengucapkan kata-kata itu dengan berbisik namun tertangkap juga oleh telinga jago-jago Ban-jin-kiong.

Giok-hou dan Long Wi saling bertukar pandang. Keduanya saling menjajagi pikiran dan kesan masing-masing.

Wajah Giok-hou berseri girang. Cepat ia berpaling ke arah Siau Lo-seng lagi.

Rambut Siau Lo-seng terurai lepas menutup kedua bahunya. Mulutnya masih bercucuran darah tetapi tangan kirinya masih membentuk sikap bersilat. Pedang pusaka di tangan kanannya menjulai tanah. Sepasang matanya merah membara. Sepintas pandang dia menyerupai seekor binatang buas yang tengah menderita luka.

Sekonyong-konyong sinar emas memancar.

Tiada seorang yang berada di gelanggang itu tahu bagaimana caranya bergerak tahu-tahu Siau Lo-seng dengan kecepatan seperti kilat, sudah menyerbu lagi ke dalam barisan.

"Tring, tring, plak, plak......"

Terdengar beberapa kali benturan senjata tajam dan pukulan yang dahsyat. Tiba-tiba sesosok tubuh terlempar keluar sampai lima tombak. "Bum...... rubuhlah dia ke tanah.

Peristiwa itu berlangsung amat cepatnya. Seolah-olah hanya dalam beberapa kejap mata saja sehingga orang tak sempat lagi untuk melihat apa yang terjadi. Tahu-tahu Siau Lo-seng terlempar dari barisan dan rubuh di tanah.

Pemuda itu memang gila. Dia melenting bangun dari tempat berlumpur dimana ia telah terlempar jatuh. Dengan menggigit gigi kencang-kencang ia segera tegak berdiri lagi.

Pendekar 100 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang