Karena lengannya ditutuk ujung Keng-hun-pit, menjeritlah Cu-ing kesakitan. Sedemikian kesakitan sampai tubuhnya gemetar.
Melihat itu barulah Siau Lo-seng hentikan langkah. Dia mengertek gigi tetapi tak berani turun tangan. Hanya sepasang biji matanya yang makin menyala merah.
"Berani menyerang lagi, jangan sesalkan kalau aku bertindak kejam......," Li Giok-hou tertawa mengekeh.
Baru ia berkata begitu tiba-tiba dari belakang terdengar orang memakinya dengan nada sedingin es.
"Budak keparat, masih begitu muda umurmu mengapa sudah belajar menjadi manusia buas yang kejam......"
Mendengar nada suara itu, segera Siau Lo-seng berseru: "Apakah Leng Locianpwe......"
Cepat Li Giok-hou berpaling dan setombak dari tempatnya, entah kapan datangnya, tegak seorang tua baju putih, jenggot putih dan bertubuh tinggi besar.
Wajah orang tua baju putih sedemikian dingin sekali. Dan saat itu dia alihkan pandang mata kepada Siau Lo-seng,
Begitu beradu pandang dengan mata orang tua baju putih itu, gemetarlah tubuh Siau Lo-seng. Mengapa?
Siau Lo-seng dapat memperhatikan dan mendapat kesan bahwa sinar mata Leng Tiong-siang itu tidaklah memancarkan sinar kasih sayang seperti beberapa waktu yang lalu. Tetapi suatu pancaran mata orang asing tak kenal pada Siau Lo-seng.
Jaga Li Giok-hou tak kalah kejutnya. Serentak ia berteriak: "Kakek wajah dingin Leng Tiong-siang......"
Cepat kakek itu memandang Li Giok-hou. Beberapa saat kemudian baru berkata dengan nada dingin:
"Kalau kenal padaku, mengapa engkau tak lekas berlutut dan memberitahukan perguruanmu serta nama suhumu. Apakah harus menunggu sampai aku turun tangan?"
Nadanya angkuh sekali, sebagai seorang cianpwe yang memberi perintah kepada seorang yang lebih muda.
Li Giok-hou kerutkan alis lalu tertawa jumawa, serunya:
"Mungkin orang lain tentu akan takut setengah mati kepadamu. Tetapi jangan engkau kira aku sudi bertekuk lutut di hadapanmu. Kalau engkau mempunyai kepandaian, ayo kita coba-coba adu kepandaian!"
Leng Tiong-siang terkesiap kemudian tertawa dingin. Nadanya mirip dengan burung hantu yang berbunyi di tengah malam.
"Ah, tak kira selama empatpuluh tahun malang melintang di dunia persilatan, ternyata baru hari ini aku berjumpa dengan seorang budak ingusan yang sombongnya bukan kepalang, ganasnya luar biasa. Ah ternyata di bawah sinar matahari ini, orang masih berhati angkara murka."
Habis berkata ia terus maju menghampiri Li Giok-hou.
Li Giok-hou mundur tiga langkah lalu membentak keras-keras: "Berhenti, kalau tak mau berhenti, aku akan......"
"Biar dia engkau bunuh, akupun tak ada sangkut pautnya," tukas Leng Tiong-siang.
Sinar putih melayang dan tahu-tahu Leng Tiong-siang pun sudah meluncur untuk melontarkan hantaman.
Li Giok-hou terkejut ketika merasa telah dilanda oleh gelombang angin yang amat dahsyat ia menggembor keras lalu balas memukul dan membawa Cu-ing loncat mundur beberapa langkah.
Tetapi sebelum kakinya menginjak tanah, bayangan Leng Tiong-siang sudah memburu dengan taburkan dua buah pukulan.
Kejut Li Giok-hou bukan kepalang. Namun dia seorang pemuda yang cerdik dan licik. Keng-hun-pit ditaburkan untuk menyongsong pukulan lawan, sedang Cu-ing ditarik di mukanya sebagai perisai.
Melihat itu Siau Lo-seng berteriak: "Leng locianpwe, hentikan tanganmu......"
"Bum......"
Dua arus tenaga kuat, melanda tubuh nona itu. Cu-ing mengerang tertahan, mulutnya mengumur darah segar. Dan seketika dara itupun pingsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
General FictionSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...