"Hai, hendak kemana engkau!" bentak Cu-ing seraya lintangkan pedangnya menghadang.
Ciong Pek-to tertawa hina.
"Apakah harimau yang datang ke Lok-yang akan digigit oleh kawanan anjing kecil? Masakan budak-budak perempuan macam kalian berani menghadang aku?" serunya. Tiba-tiba ia ayunkan tangannya menghantam.
Cu-ing pernah bertempur dengan Ciong Pek-to dan tahu bagaimana kelihayan orang itu. Ia tak berani menyambut melainkan menghindar ke samping lalu tusukkan ujung pedangnya ke lambung orang.
Saat itu suara anjing putih makin mendekat. Dan Hun-ing pun mendengar derap langkah orang dari arah barat. Suaranya yang gemuruh menandakan kalau berjumlah banyak.
Rupanya Ciong Pek-to tak bernafsu untuk bertempur. Ia loncat mundur sampai tiga tombak jauhnya.
"Murid penghianat itu berada di sebelah muka, hayo, kita kejar!" tiba-tiba terdengar suara orang berseru sarat.
Di bawah sinar rembulan remang. Hun-ing seperti melihat beberapa sosok bayangan orang berlarian mendatangi. Anjing putih si Salju pun tetap mengejar dan menggonggong.
"Anjing itu sungguh menjengkelkan sekali. Lebih baik dibunuh," tiba-tiba terdengar salah seorang berseru.
"Goan Ti sutit jangan melukai anjing itu!" kembali terdengar lain orang membentak.
Mendengar itu girang Hun-ing bukan buatan. Serentak ia berseru gembira: "Bukankah yang datang itu Pek Wan locianpwe?"
Selepas seruannya, dari empat penjuru berhamburan muncul delapan paderi berjubah kelabu.
Menyusul tampak seorang paderi jubah putih diiring oleh beberapa paderi. Paderi jubah putih itu bukan lain adalah Pek Wan Taysu.
"Omitohud!" seru Pek Wan Taysu demi melihat kedua nona, "Ui Pang-cu, Nyo Than-cu, bagaimana kabarnya?"
Saat itu delapanpuluh paderi Siau-lim-si tampak memenuhi sekeliling tempat itu. Mereka tegak dengan pejamkan mata.
"Pek Wan Taysu, sungguh tepat sekali kedatangan taysu. Mengapa taysu cepat sekali sudah kembali dari gereja Siau-lim-si?" kata Hun-ing.
"Di tengah jalan kebetulan aku bertemu dengan Pek Hui sute yang tengah membawa anak murid dari Tat-mo-tong menuju ke Lok-yang. Segera kuberi keterangan tentang keadaan kota Lok-yang yang penuh bahaya itu. Lalu kuajak mereka untuk mencari nona berdua dan kebetulan bertemu dengan Ciong Pek-to si murid penghianat itu."
Selesai mendengar keterangan dari Pek Wan Taysu, Hun-ing lalu berseru kepada anjing putih, "Salju, di sini aman, lekas engkau kembali ke tempat penjagaanmu. Kalau musuh datang, berilah pertandaan!"
Begitu mendengar perintah, anjing putih itu terus loncat pergi.
"Ui Pang-cu, darimana engkau memperoleh anjing yang begitu cerdik?" tanya Pek Wan Taysu karena heran anjing itu mengerti bahasa manusia.
"Bukan anjingku," Hun-ing tertawa.
"Menilik kelihayan anjing itu, pemiliknya tentu seorang sakti," kata Pek Wan pula.
Hun-ing tahu kalau paderi itu ingin menanyakan pengalaman si nona selama ini. Tetapi di depan sekian banyak anak murid Siau-lim-si, Hun-ing tak mau menceritakan tentang diri orang tua buntung.
"Entah bagaimana tindakan taysu hendak menindak murid penghianat Ciong Pek-to itu?" Cepat ia alihkan pembicaraan.
Pek Wan Taysu menyadari bahwa saat itu berpuluh anak murid Siau-lim-si tengah menunggu perintahnya untuk menangkap Ciong Pek-to. Maka iapun segera melangkah ke dalam kepungan menghampiri Ciong Pek-to.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
Ficción GeneralSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...