05. Pengepungan Villa Merah Delima

2.1K 31 0
                                    

Tusukan itu dilancarkan dengan kemarahan besar sehingga pedang sampai membaurkan suitan tajam. Pada jarak yang sedemikian dekat, betapapun saktinya Pendekar Ular Emas itu, tak mungkin dia dapat menghindar.

Tetapi Pendekar Ular Emas Siau Mo itu telah membuat gerakan yang luar biasa. Jari tangan kanannya menjentik dan sedesis angin tajam segera menampar ujung pedang. Lalu dengan gerakan yang cepat, tangan kirinya menyambar pergelangan tangan kanan nona itu.

"Tring......" terdengar suara menggemerincing dan jatuhlah pedang si nona ke tanah. Pergelangan tangannya pun telah dicekal oleh Siau Mo.

"Hm, engkau telah mensia-siakan kesempatan baik untuk membunuh aku. Kelak kalau mau membunuh aku, harus menunggu kesempatan baik lagi," Siau Mo tertawa dingin.

Kata-katanya itu tajam, penuh sindiran dan merambang sehingga sukar ditangkap maksudnya.

Habis berkata ia terus lepaskan cekalannya dan berputar tubuh lalu pergi.

"Berhenti!" seru Cu-ing bengis.

Siau Mo tenang-tenang memalingkan muka, serunya: "Nona Nyo, bukankah engkau hendak bertanya? Agar jangan banyak ribut-ribut, kuterangkan kepadamu. Aku ini adalah tokoh Pendekar Ular Emas yang dibenci oleh dunia persilatan itu. Namaku Siau Mo dan guru sekolah yang memakai nama Siau Lo-seng itu hanya nama samaranku."

Kejut Cu-ing bukan kepalang, serunya: "Jangan terburu-buru pergi dulu, aku masih akan bertanya lagi."

Tetapi pada saat sehabis memberi keterangan tadi Pendekar Ular Emas Siau Mo memang sudah terus melesat keluar dari ruangan.

Cu-ing memandang bayangan orang itu lenyap dalam kegelapan. Tak disadarinya, nona itu mengucurkan airmata......

Cu-ing merasa seperti telah melakukan suatu langkah yang menyalahi orang. Mengapa ia tak mau memberitahukan kepada ayah dan para tokoh bahwa Siau Mo bersembunyi di balik kain tirai itu?"

"Ah, aku takut kalau-kalau...... yang bersembunyi di belakang tirai itu guru Siau......" ia menjawab pertanyaan dalam hatinya sendiri.

Tetapi ternyata Pendekar Ular Emas itu mengaku kalau dirinya benar Siau Lo-seng atau guru Siau.

"Benarkah itu?" ia masih bertanya setengah tak percaya pada dirinya sendiri, "mungkinkah di dunia ini terdapat orang yang wajahnya mirip satu sama lain?"

Setelah merenung beberapa saat, akhirnya ia memutuskan untuk memberitahu hal itu kepada ayahnya.

◄Y►

Ruang muka pada villa Merah Delima itu hanya kecil. Saat itu tampak sunyi senyap. Hanya bunyi dahan dan ranting pohon yang berdesir-desir tertiup angin malam.

Karena villa itu semula menjadi tempat kediamannya maka Cu-ing paham sekali keadaannya. Setiba di luar halaman, ia mengangkat muka dan memandang ke sekeliling penjuru. Rumput masih menghijau, kolam bunga teratai masih beriak-riak tenang ditingkah sinar rembulan. Semua masih seperti hari-hari yang lalu. Empat penjuru sunyi senyap tiada tampak seorangpun juga.

Cu-ing terbeliak, diam-diam ia bertanya sendiri: "Lalu kemanakah ayah dan para tetamu itu?"

Baru ia memikir sampai di situ tiba-tiba dari belakang melesat keluar sesosok bayangan. Cu-ing cepat berputar tubuh, tahu-tahu tangannya telah dicekal oleh orang itu yang bukan lain ayahnya sendiri, Nyo Jong-ho.

Nyo Jong-ho menarik Cu-ing loncat ke bawah sebatang pohon. Di situ Nyo Jong-ho membisiki puterinya: "Ing, di halaman villa itu sudah penuh bersembunyi musuh-musuh kuat. Jangan engkau bergerak sembarangan."

Mendengar itu Cu-ing terperanjat, pikirnya: "Baru beberapa kejap Siau Mo pergi dari ruang gedung depan, tak mungkin dia sudah berada di halaman villa ini......"

Pendekar 100 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang