28. Kabut Hitam

1.3K 25 0
                                    

Tetapi orang itu tetap acuh tak acuh. Wajahnya tenang-tenang saja. Pada hal sesungguhnya dia sedang salurkan tenaga dalam untuk menyembuhkan luka dalam tubuhnya.

Sementara itu, Cu-ing ayunkan langkah menghampiri ke tempat Siau Lo-seng.

Pek Wan Taysu kuatir kalau nona itu hendak menyerang, buru-buru memberi penjelasan.

"Nona Nyo, Lo-ni paderi Pek Wan dari Siau-lim-si. Sejak semalam bersama keponakanku berada di sini. Lo-ni berani bersumpah, Nyo loenghiong dan beberapa tokoh itu, bukan keponakanku yang membunuh."

Empat serangkai paderi sakti dari Siau-lim-si, termayhur sekali. Terkejutlah Cu-ing mendengar Pek Wan Taysu memperkenalkan diri. Diam-diam nona itu menimang: "Ah, ternyata dugaanku memang benar. Paderi ini salah seorang tokoh Siau-lim yang termasyhur."

"Locianpwe," kata Cu-ing dengan nada haru, "Mohon locianpwe suka memberi keterangan siapakah pembunuh ayahku itu. Budi locianpwe takkan kulupakan seumur hidup."

Berkata Pek Wan Taysu dengan serius: "Lo-ni, juga belum dapat memastikan siapa pembunuhnya. Tetapi kita akan berusaha untuk menyelidiki."

Kemudian paderi itu menunduk dan bertanya pelahan kepada Siau Lo-seng, "Lo-seng, apakah engkau terluka?"

Belum pemuda itu menjawab, si orang aneh sudah menyelutuk dengan suara sinis: "Dia memang terluka karena pukulan Pek-kut-im-hong-ciang yang kulancarkan. Hawa beracun dari pukulan itu telah menyusup ke dalam urat nadinya. Walaupun dia memiliki tenaga dalam yang tinggi, tetap tak dapat hidup lebih lama dari tujuh hari lagi

Pek-kut-im-hong-ciang artinya pukulan Angin yang mengandung phospor tulang mayat. Ilmu pukulan itu berasal dari daerah Biau di pedalaman Sin-kiang.

Mendengar itu Pek Wan Taysu segera berpaling dan mengamati Siau Lo-seng. Tampak pada dahi pemuda itu terdapat segurat warna merah tua. Dan saat itu tengah pejamkan mata untuk menyalurkan tenaga dalam.

"Celaka, Lo-seng benar-benar telah terkena pukulan beracun......," Pek Wan Taysu mangeluh.

Rupanya orang aneh itu tahu akan kecemasan Pek Wan Taysu. Maka diapun berseru pula,

"Apabila menghendaki dia hidup, itu mudah saja. Asal minum obatku, racun dalam tubuhnya tentu hilang seketika."

"Ciong Pek-to," seru Pek Wan Taysu dengan sarat, "empatpuluh tahun yang lalu engkau telah murtad dari Siau-lim-si, apakah sampai saat ini engkau belum bertobat?"

Orang aneh itu tengadahkan kepala dan tertawa gelak-gelak.

"Pek Wan suheng, sungguh tak kira kalau engkau masih kenal padaku. Ha, ha, ha bagus, bagus sekali. Dengan begitu suheng lebih jelas akan maksudku untuk memiliki ilmu sakti Hwat-lun-it-coan (roda berputar). Apabila suheng menghendaki pemuda itu hidup, akan kuberinya obat penawar racun tetapi pun suheng harus memberikan kitab pusaka ilmu Hwat-lun-it-coan itu kepadaku."

Kiranya orang aneh itu adalah murid dari Siau-lim-si, namanya Ciong Pek-to. Empatpuluh tahun yang lalu, karena dia diam-diam telah mencuri belajar ilmu pukulan Hwat-lun-it-coan. Akhirnya ketahuan dan dimasukkan dalam ruang Hui-ko-si atau ruang bertobat. Tetapi ternyata dia malah makin gila. Melukai beberapa paderi Siau-lim dan melarikan diri. Siau-lim-si pernah memerintahkan beberapa tokoh saktinya untuk mencari murid hianat itu tetapi tak berhasil. Dia menghilang tanpa bekas. Maka sungguh tak disangka-sangka bahwa saat itu dia muncul lagi.

"Murid murtad, ternyata engkau masih belum insyaf!" bentak Pek Wan Taysu.

Orang aneh itu atau Ciong Pek-to tertawa hina: "Pek Wan suheng, mengingat hubungan kita dahulu begitu baik maka aku masih berlaku sungkan kepadamu. Sekarang aku sudah mengatakan keinginanku, terserah saja engkau setuju atau tidak."

Pendekar 100 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang