Melihat itu Pek Wan Taysu terkejut dan cepat-cepat gerakkan kedua tangannya untuk melepaskan ilmu jari Lo-han-ci-keng.
"Dar......."
Terdengar letupan keras dan ketiga paderi itupun muntah darah, tubuhnya terlempar sampai tiga tombak jauhnya. "Bum......" jatuhlah mereka terbanting ke tanah untuk tak bangun selama-lamanya.
Terbukanya sebuah lubang pada barisan Tat-mo-coat-ci-tin itu cepat-cepat ditutup oleh anak buah barisan. Tetapi karena lubang kelemahan itu maka pengawal Baju Merahpun mendapat angin. Dari diserang kini balas menyerang.
Ke delapan pengawal Baju Merah itu mainkan tombaknya dengan deras dan dahsyat. Tampaknya gerakan mereka hanya biasa saja tetapi ujung tombak mereka selalu menusuk pada ulu hati lawan.
Serangan gencar itu telah membuyarkan konsentrasi pikiran anak buah Tat-mo-coat-ci-tin. Ke tujuhpuluh delapan paderi serempak mundur sampai lima-enam langkah lalu menyusun barisan jadi dua lapis.
Ke delapan pengawal Baju Merah itu tiba-tiba bergerak menyerang. Kedua Lapis barisan Tat-mo-coat-ci-tin itu segera memencar. Berpuluh hantaman berhamburan melanda ke arah delapan pengawal Baju Merah.
Barisan baju merah berputar-putar dan memecah diri dalam dua deret. Deret yang kiri mencekal tombak dengan tangan kiri. Deret kanan mencekal tombak dengan tangan kanan. Dua orang yang berada paling depan, mengacungkan tombaknya lurus ke muka. Dalam bentuk barisan yang aneh itu, mereka lalu menyerbu.
Gerak perobahan barisan itu dilakukan dengan serba cepat sekali.
"Bum, bum, bum......."
Dari empat penjuru, angin pukulan dahsyat menderu dan ke delapan pengawal Baju Merah itupun tersurut mundur tiga langkah lagi.
Barisan Tat-mo-coat-ci-tin memang tak bernama kosong. Dalam sekejap saja, mereka telah mengurung lawan lagi.
Ketujuhpuluh delapan paderi itu segera bergerak berputar-putar sambil mengucapkan doa nyanyian dengan pelahan. Nyanyian itu menimbulkan semangat keberanian menyala-nyala.
Tiba-tiba nyanyian itu makin cepat dan gerak barisan paderi itupun bertambah cepat pula. Lingkaran mereka makin lamapun makin menyempit kecil.
Melihat itu berobahlah cahaya muka Kim-pou-sat. Ia tertawa nyaring dan panjang.
"He, hebat benar nyanyian doa puji itu," serunya, "tetapi cobalah dengarkan nyanyian Rintihan lblis. Lihat saja siapa yang lebih unggul."
Habis berkata ia terus memberi komando, "Mulailah!"
Kedelapan barisan Baju Putih itu segera mengambil seruling besi dari pinggang masing-masing lalu mulai meniupnya.
Serentak melengkinglah di udara suara seruling yang nyaring tinggi. Iramanya terpecah menjadi dua. Membubung seperti asap dan bernada tinggi seperti kumandang guruh menggema di udara.
Kedua nada itu bersatu dalam suatu paduan yang serasi.
Beberapa saat kemudian, suara seruling dapat mengatasi doa nyanyian dari barisan paderi.
Sekalian orang seperti terbawa ke alam yang hampa, sunyi. Dan tubuhpun ikut lemas lunglai, kaki melentuk.
Demikian yang dirasakan oleh barisan paderi dari Tat-mo-coat-ci-tin. Semangat tempur mereka yang menyala-nyala tadi, seketika padam seperti tersiram air dingin.
Dalam detik-detik yang gawat itu, sekonyong-konyong melengkinglah sebuah suara seruling lagi. Tetapi bukan berirama seperti seruling pengawal Baju Putih, melainkan melantangkan irama tersendiri yang aneh.
Sayup-sayup...... halus lembut...... hilang-hilang terdengar...... menyusup lemah ke dalam telinga.
Seketika Pek Wan Taysu, Hun-ing dan Cu-ing rasakan semangatnya segar kembali. Buru-buru mereka pusatkan tenaga dalam, tenangkan diri lalu memandang ke tengah gelanggang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
Narrativa generaleSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...