66. Bunuh Diri Karena Gagal

1.1K 25 0
                                    

Puas tertawa, Ceng Hi Tojin, ketua Bu-tong-pay berseru nyaring: "Aha, sungguh menggelikan sekali kata-katamu itu. Siapakah kaum persilatan yang tak tahu bahwa Pedang Ular emas Siau Mo itu seorang momok pembunuh yang ganas?"

Diam-diam Siau Lo-seng terkejut. Belum sampai setahun dia muncul di dunia persilatan mengapa orang-orang Bu-tong-pay yang bermarkas di daerah sejauh Oupak, dapat mengetahui dan mengenali dirinya?

"Hm, aneh sekali. Mungkin ada sesuatu dalam hal itu," diam-diam ia merangkai dugaan.

"Bagaimana engkau memastikan aku ini Siau Mo?" serunya.

"Wajah dan pakaianmu boleh berganti seribu macam tetapi engkau sulit untuk menyembunyikan ciri-ciri khusus dari senjata pembunuh yang ganas yakni pedang Ular Emas!"

"Engkau menuduh pedang Ular Emas ini?" tanya Siau Lo-seng.

"Apakah engkau hendak mengatakan bahwa engkau kebetulan saja menemukan senjata itu atau Siau Mo telah memberikan kepadamu?" desak Ceng Hi Tojin.

Saat itu Siau Lo-seng seperti orang gagu yang ketulangan. Mulut sakit tetapi tak dapat mengatakan. Ia tak menyangka bahwa penyaruannya sebagai Siau Mo, walaupun hanya berjalan beberapa waktu saja ternyata telah termasyhur di seluruh dunia persilatan.

Melihat Siau Lo-seng tak dapat menjawab. Ceng Hi makin mendesak dengan kata-kata bengis:

"Tuhan Maha Pemurah," serunya, "perbuatan jahat akhirnya tentu akan tumpas seperti yang engkau alami hari ini."

"Kalau engkau berkeras menuduh aku sebagai Siau Mo akupun tak dapat memberi keterangan suatu apa," kata Siau Lo-seng. "hanya kuminta engkau suka menerangkan bila dan bagaimana ketua dan anak murid Bu-tong-pay sampai menderita kematian itu?"

"Apakah engkau sungguh-sungguh hendak bertanya?"

"Kalau tidak untuk menyelidiki, perlu apa aku harus banyak mulut?" balas Siau Lo-seng.

Tampak ketiga tokoh tua Bu-tong Sam-siu sedang berunding. Tetapi mereka tak terdengar mengeluarkan suara. Hanya ujung bibirnya yang bergerak-gerak. Berulang kali menganggukkan kepala seperti memberi persetujuan. Ternyata mereka menggunakan ilmu Menyusup suara untuk berunding.

Cahaya wajah Ceng Hi tampak berobah ketika mendengar penyahutan Siau Lo-seng.

"Tujuh hari yang lalu, mereka telah terbunuh di puncak Thou-ban-hong," kata Ceng Hi. "sejak berdirinya Bu-tong-pay, baru pertama kali itu mengalami peristiwa yang sedemikian mengerikan. Tiada seorangpun dari pembunuh itu yang dapat dibekuk sehingga kalian dapat pergi dengan bebas. Tak terduga, apa yang diduga Hun Hay sutit ternyata benar. Kami terpaksa mengundang para Tiang-lo Bu-tong-pay supaya melindung biara kami. Rencana itu memang benar dapat menjebak kedatanganmu kemari."

"Ah, ternyata memang benar......" tiba-tiba Siau Lo-seng menghela napas.

Ceng Hi tertegun.

"Pada waktu itu ada orang yang melihat engkau menggunakan pedang Ular Emas untuk membunuh anak buah kami. Walaupun tak kenal engkau tetapi setiap orang persilatan tentu mengetahui bahwa hanya Siau Mo lah yang menggunakan pedang Ular Emas!"

"Benarkah ketua Bu-tong-pay yang lalu telah mati terbunuh?" tegur Siau Lo-seng.

"Masakan pura-pura mati!" bentak Ceng Hi Tojin yang sekarang menggantikan kedudukan sebagai ketua Bu-tong-pay, "saat ini jenasahnya masih berada di belakang ruang."

"Bukan, aku bukan bermaksud begitu," seru Siau Lo-seng, "maksudku hendak bertanya, apa jenasah Giok Hi ciang-bun-jin itu masih utuh sehingga dapat kita kenali orangnya?"

"Masakan aku tak dapat mengenali suheng sendiri," Ceng Hi Tojin makin marah, "hm, kalau engkau mau lihat, akan kuberi kesempatan kepadamu."

Habis berkata ketua Bu-tong-pay itupun segera berputar tubuh dan melangkah menuju ruang samping lalu menyingkap kain tirai yang menutup pintu.

Pendekar 100 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang