Habis berkata secepat kilat pemuda itu mencuri pandang ke arah Mo-seng-li. Tampak nona itu diam saja dengan tenang.
"Apakah Siau Mo benar-benar tak berada di sini?" tiba-tiba Lam-thian-ong mengajukan pertanyaan kepada Mo-seng-li.
Mo-seng-li menyahut tawar, "Kepandaianku kalah dengan Siau Mo. Engkau sendiri tentu sudah tahu. Kalau dia di sini mungkinkah aku dapat membebaskan diri?"
Lam-thian-ong tertawa gelak-gelak.
"Kalau begitu sekali pun telah ditawan musuh Mo-seng-li tetap selamat tak kurang suatu apa, selamat kuhaturkan kepadamu."
Hiat Sat Mo-li mengangkat kebut hud-tim pelahan, serunya: "Saat ini orang-orang Naga Hijau masih mengepung kita. Untuk sementara baiklah kita jangan bentrok dengan mereka. Ji-sumoay, lekas engkau bunuh dia!"
Mo-seng-li menimang sejenak, lalu berkata:
"Dia berkepandaian sakti juga. Kalau kita dapat mempergunakannya tentu lebih baik. Apalagi aku telah mengadakan perjanjian dengan dia untuk bekerja sama menghadapi pihak Naga Hijau."
"Ah, ternyata Mo-seng-li tak mau mengatakan tentang diri toako. Legalah hatiku," pikir Bok-yong Kang. Habis berpikir ia terus lanjutkan langkah.
"Hai, hendak kemana engkau?" tiba-tiba Hiat Sat Mo-li berteriak seraya menutuk dengan ujung hud-tim.
Tetapi Bok-yong Kang memang sudah bersedia. Melihat betapa bulu-bulu hud-tim yang lemas itu tiba-tiba berobah menjadi seikat jarum yang tajam dan kaku. Terkejutlah Bok-yong Kang. Buru-buru ia menghindar ke samping.
"Hm, ternyata memang hebat," kata Hiat Sat Mo-li, "kalau engkau mampu menghindari sejurus lagi akan kuterima."
Sekali kedua bahu nona itu bergetar, maka orangnya pun segera maju dan sekali tangan membalik maka kebut hud-tim pun segera meluncur ke bawah dan menutuk dengan cepat sekali.
Bok-yong Kang deliki mata. Ia menghantam dengan tangan kanan dan kiri, lalu berjumpalitan membuat tubuh ke belakang sampai setombak jauhnya.
"Hm, engkau hendak menerima aku, sayang aku tak mau menjadi hambamu. Kalau memang berkepandaian sakti silahkan membunuh aku," serunya menggeram.
Setelah serangan kedua gagal Hiat Sat Mo-li menarik pulang kebutnya.
"Engkau tak mau pun harus mau juga," serunya sambil maju dua langkah dan secepat kilat dengan tangan kiri menyambar bahu Bok-yong Kang.
Bok-yong Kang loncat ke samping lalu balas memukul dada orang. Tapi nona baju biru itu hanya tertawa dingin. Ia menyelinap dua langkah ke samping, kebut di tangan kanan menampar dan tangan kiri cepat menyambar pergelangan tangan lawan.
Memang Bok-yong Kang masih kalah tinggi kepandaiannya dengan Hiat Sat Mo-li, Kalah tingkat, memang berat. Maka dengan mudah sekali nona itu segera dapat menguasai pergelangan tangan Bok-yong Kang.
Seketika Bok-yong Kang rasakan lengan kanannya lunglai tiada bertenaga.
Sekonyong-konyong terdengar suata suitan yang nyaring dan sesosok bayangan bagaikan anak panah melayang turun ke titian pintu kuil. Kecepatan gerak orang itu mengejutkan rombongan Hiat Sat Mo-li.
Dan ketika mereka berpaling tampak seorang tua bertubuh kurus dan memelihara jenggot panjang menjulai sampai ke dada, tengah berdiri dengan tenang.
Dan serempak dengan kemunculan orang tua berjenggot panjang itu dari belakang dan muka kuil, pun bermuculan berpuluh-puluh lelaki berpakaian hitam, tegap dan tangkas. Mereka segera berbondong-bondong masuk ke dalam kuil lalu membentuk sebuah lingkar barisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
Fiction généraleSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...