Tetapi Lo-seng pun gunakan tangan kirinya untuk balas menyerang.
"Berhenti kalian ini!" tiba-tiba terdengar lengking suara seorang wanita. Dan serempak dengan itu pula maka ruanganpun terang benderang.
Ternyata yang mengepalai rombongan pendatang itu seorang nona yang cantik tetapi dingin wajahnya. Umurnya sekitar duapuluhan tahun. Dia bukan lain yalah Hiat Sat Mo-li, toa-suci atau kakak seperguruan yang nomor satu dari nona Ui Hun-ing.
Dia membawa pengikut sembilan lelaki berbaju biru dan bersenjata pedang.
Saat itu Lo Seng dan Giok-hou sedang melangsungkan pertempuran jarak dekat yang seru. Tangan kanan masing-masing masih saling berlekatan, sedang tangan kiri saling berserabutan melancarkan pukulan dan tutukan. Sedikit lengah, jalan darah tentu tertutuk. Kalau tidak mati tentu akan terluka parah.
Pertempuran semacam itu memang amat berbahaya sekali. Selain menggunakan ilmu kepandaian pun juga kecerdasan otak. Siapa lambat tentu kalah.
Hiat Sat Mo-li terkejut menyaksikan mereka bertempur sedemikian dahsyatnya.
Dalam beberapa kejap saja kedua anak muda itu telah berhantam sampai duapuluh jurus lebih.
Tiba-tiba terdengar suara mengerang tertahan. Giok-hou terhuyung-huyung tiga-empat langkah. Wajahnya pucat lesi. Tetapi secepat kilat pemuda itupun sudah mencabut pedangnya.
"Giok-hou, hari ini jangan harap engkau mampu lolos dari tanganku," Lo-seng tertawa dingin.
Giok-hou tertawa sinis.
"Hm, akupun sudah dapat mengetahui siapa engkau ini sebenarnya. Hm, hm...... sungguh tak kira ternyata engkau seorang manusia seribu muka."
Lo-seng terkejut dalam hati, pikirnya: "Apakah dia benar sudah tahu siapa diriku ini? Hm, dia seorang yang cerdik dan ganas sekali. Kalau tak dilenyapkan mungkin kelak tentu menimbulkan banyak kesulitan......."
"Siapa engkau!" tiba-tiba Hiat Sat Mo-li menegur Lo-seng.
Karena sudah tahu siapa Hiat Sat Mo-li itu maka Lo-seng pun tertawa hambar: "Aku Siau Lo-seng."
Tampak wajah nona itu berobah. Pikirnya: "Siau Lo-seng? Ah, rasanya nama itu belum pernah terdengar di dunia persilatan......."
"Kalian berdua berani mati menyelundup ke tempat ini," sesaat kemudian nona itu berseru, "jangan harap kalian dapat keluar dengan masih bernyawa."
Lo-seng picingkan mata melirik ke arah Puteri Neraka yang masih terbaring di atas ranjang batu.
"Puteri Neraka itu," sahutnya, "tentulah kalian yang menguasainya, bukan?"
Sambil berkata, diam-diam Lo-seng teringat akan Pek Wan Taysu. Ia heran mengapa sampai sekian lama belum juga paderi Siau-lim itu muncul?
"Siapakah di antara kedua musuh ini yang harus kuselesaikan dulu?" pikirnya.
Menunjuk pada Siau Lo-seng, Giok-hou berseru pelahan kepada Hiat Sat Mo-li:
"Dia bukan lain yalah Pendekar Ular Emas yang termasyhur itu. Harap nona segera menyadarkan Puteri Neraka dan selekasnya membereskan orang itu!"
Seketika berobahlah wajah Hiat Sat Mo-li. Serentak ia menudingkan kebut pertapaannya ke arah seorang anak buahnya dan berseru: "Lekas ringkus dulu penghianat itu!"
Yang dimaksud penghianat oleh Hiat Sat Mo-li yalah lelaki baju biru yang menyertai Giok-hou tadi.
Perintah itu mengejutkan Giok-hou. Dan lelaki baju biru yang datang bersamanya tadi pun pucat seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
Genel KurguSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...