Tetapi Siau Lo-seng tak habis herannya. Dengan cara bagaimanakah Ban-jin-kiong dapat menguasai sekian banyak tokoh-tokoh persilatan yang ternama itu. Mengapa sebagai ketua Bu-tong-pay yang termasyhur, Ceng-hi-cu mudah diperintah oleh Ban-jin-kiong?
Akhirnya Siau Lo-seng menarik kesimpulan bahwa sumber dari teka teki itu terletak pada partai Bu-tong-pay. Bukankah Pek Wan Taysu dan barisan Tat-mo-coat-ci-tin dari Siau-lim-si juga menuju ke gunung Bu-tong-san untuk memberi bantuan pada partai itu?
Dengan kesimpulan itu akhirnya Siau Lo-seng memutuskan untuk menuju ke Bu-tong-san. Dia segera berangkat menempuh perjalanan ke markas Bu-tong-pay yang jauh jaraknya itu.
◄Y►
Ketika menyusur lereng gunung Bu-tong-san, ia tak tertarik akan alam pemandangan yang permai dari pegunungan itu. Dia hanya mempercepat langkah untuk mencapai jalan yang menuju ke Ceng-cin-kiong, markas besar partai Bu-tong-pay.
Ceng-cin-kiong, sebuah biara yang megah bangunannya. Puncaknya menjulang tinggi di antara rindangnya pohon-pohon yang mengelilingi tempat itu. Pagar temboknya amat tebal dan kokoh. Pintu biara itu tertutup rapat dan tak tampak barang seorang penjaga sama sekali.
Siau Lo-seng mondar mandir di luar pintu. Ia heran sekali mengapa sebuah markas besar dari perguruan yang termasyhur dalam dunia persilatan tampak begitu sunyi senyap. Ribuan lie telah ia tempuh siang dan malam. Adakah ia akan menemui suatu markas yang sudah kosong?
Tiba-tiba dari jalan kecil sebuah hutan, muncul seorang imam yang memikul dua buah tahang air. Tetapi begitu melihat Siau Lo-seng imam itu cepat-cepat masuk ke dalam hutan lagi.
Sudah tentu Siau Lo-seng heran. Cepat-cepat ia loncat mengejar. Tetapi ketika masuk ke dalam hutan, ia terlongong-longong. Hutan itu lebat dengan pohon dan imam itu lenyap entah kemana. Diam-diam ia terkejut mengapa imam itu dapat bergerak lebih cepat dari dirinya.
Tiba-tiba ia merasa setiup angin melanda punggungnya. Cepat ia gunakan gerak Naga sakti keluar laut, loncat ke udara dan melayang beberapa tombak jauhnya.
"Bum......" tiga batang pohon rubuh, menimbulkan suara yang dahsyat.
Belum sempat Siau Lo-seng mengetahui siapa penyerang gelap itu, tiba-tiba sebatang senjata yang panjang telah menyapu dirinya. Cepat dia loncat mundur sampai setombak.
"Bum......" kembali tiga batang pohon terhantam rubuh.
Tetapi pada saat itu ia dapat melihat jelas siapakah penyerang itu. Ternyata imam muda yang memikul tahang air tadi. Dia menggunakan pikulan besi untuk menyerang.
Serangannya gagal, imam muda itu menggembor keras dan menghantamkan pikulan besinya ke dada Siau Lo-seng dengan jurus Menyiak awan melihat matahari.
"Tunggu dulu sebentar......" teriak Siau Lo-seng. Ia mengisar dua langkah ke samping seraya menabaskan tangan kiri ke arah pikulan besi.
"Plak......" pikulan besi terlepas tetapi di luar dugaan, imam muda itu dengan cepat segera menampar dada Siau Lo-seng.
Serangan imam muda itu memang tak terduga-duga dan amat ganas sekali. Siau Lo-seng terkejut. Cepat ia loncat menghindar sampai setombak jauhnya.
Entah bagaimana tampaknya imam muda itu mendendam sekali kepada Siau Lo-seng. Ia loncat dan menyerang gencar.
Tak kurang dari sebelas jurus serangan telah dilancarkan imam muda itu. Selain cepat pun setiap gerak pukulannya mengandung tenaga dalam yang dahsyat sehingga Siau Lo-seng terpaksa harus sibuk menghindar kian kemari dan loncat mundur sampai empat-lima langkah.
Karena melihat kekalapan imam muda itu, marahlah Siau Lo-seng. Segera ia balas menghantam.
"Bum......"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
General FictionSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...