46. Panggilan Suara Seruling Aneh

1.3K 25 0
                                    

Keadaan yang sunyi senyap di pos yang penting dari istana Ban-jin-kiong, menyebabkan Cu-ing dan Hun-ing heran.

"Karena Siau toako sudah datang lebih dulu ke sini, kemungkinan para penjaga tentu sudah dibasmi," akhirnya Hun-ing menarik kesimpulan.

Mendengar itu Siau Lo-seng terkejut. Diam-diam ia kagum atas kecerdasan Hun-ing yang dapat menduga sesuatu dengan tepat.

"Ya, memang mereka telah kuhancurkan semua, kita boleh keluar dengan aman," akhirnya Lo-seng memberi keterangan.

Selekas keluar dari rumah pondok aneh itu, Lo-seng dan kedua gadis berada dalam lingkungan hutan lebat.

"Tampaknya hutan itu sunyi senyap tetapi sesungguhnya merupakan sebuah barisan yang hebat. Kita harus hati-hati," kata Hun-ing.

"Tahukah kalian dimana sesungguhnya letak istana Ban-jin-kiong itu?" tiba-tiba Lo-seng bertanya.

"Memang mengherankan sekali," kata Cu-ing, "tempat ini sudah termasuk lingkungan Ban-jin-kiong, tetapi mengapa tak tampak sebuah bangunan rumah? Apakah istana Ban-jin-kiong itu masih jauh dari sini?"

Kebalikannya Hun-ing memberi jawaban, "Dalam dunia persilatan tiada seorangpun yang tahu dimana letak istana Ban-jin-kiong itu. Dengan begitu jelas, istana itu merupakan sebuah tempat yang sangat rahasia. Tetapi menurut dugaanku, Ban-jin-kiong memang berada di sekeliling tempat ini. Bukankah demikian, Siau toako?"

Lo-seng tersenyum: "Benar, istana Ban-jin-kiong memang dibangun dalam hutan itu."

"Ah, tak percaya," Cu-ing gelengkan kepala, "kecuali istana itu dibangun di bawah tanah, barulah kita tak dapat melihatnya."

"Bagus, adik Ing," seru Hun-ing, "engkau memang cerdik benar."

"Apa?" teriak Cu-ing terkejut, "benarkah istana itu berada di bawah tanah?"

"Sst, ada seseorang akan keluar," bisik Lo-seng tiba-tiba, "jangan bicara."

Dengan cepat pemuda itupun sudah menyelinap ke bawah sebatang pohon. Kedua nona itupun mengikuti.

Saat itu terdengar derap langkah orang memberisik di tengah hutan. Sampai beberapa saat baru suara derap kaki itu berhenti. Tetapi anehnya dalam hutan tetap tak tampak sesuatu.

Baru setelah berselang lama sekali, terdengar suara orang berseru:

"Apakah keempatpuluh tujuh To-su sudah hadir semua?"

To-su di sini Algojo. Tetapi hal itu tidak mengejutkan Lo-seng bertiga. Mereka lebih terkejut ketika mendengar suara orang itu yang nadanya mereka kenal sebagai Li Giok-hou.

"Laporan kepada Sau-kiongcu bahwa keempatpuluh tujuh to-su sudah hadir lengkap," seru seseorang dengan nada lantang.

"Jangan bergerak sembarangan. Hutan penuh dengan perangkap rahasia. Lebih baik kita tunggu saja di sini," Lo-seng cepat menggunakan ilmu Menyusup suara untuk memberi peringatan kepada kedua nona.

Kembali terdengar Giok-hou berseru bengis.

"Ang Piu, selama ini Kiong-cu (kepala istana) selalu menghargai engkau. Bahkan keempatpuluh tujuh orang yang tergabung dalam regu Algojo telah dipercayakan kepada pimpinanmu. Bertahun-tahun lamanya, engkau memang telah melakukan kewajiban dengan bagus. Tetapi beberapa hari yang lalu ketika istana ini diterobos Bu Beng Lojin, boleh dikata seluruh anggauta algojo telah mendapat hukuman, kecuali engkau seorang. Dengan demikian engkau tentu tahu betapa besar rasa sayang Kiong-cu kepadamu."

"Sau-kiongcu," seru Ang Piu dengan nada parau," sekalipun tubuh Ang Piu hancur lebur, tetap belum dapat menghimpaskan budi yang dilimpahkan Kiong-cu kepada diriku."

Pendekar 100 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang