39. Kesadaran Melalui Suara Seruling Aneh

1.3K 25 0
                                    

Hun-ing menghela napas: "Siau toako, apakah engkau lupa bahwa engkau ini orang she Siau dan namamu Lo-seng?"

Waktu mengatakan nama itu, sengaja Hun-ing gunakan tenaga dalam agar suaranya dapat menggetarkan hati Lo-seng. Terapi di luar dugaan pemuda itu. hanya termangu-mangu saja memandang langit.

Kira-kira sepeminum teh lamanya, tanpa berkata apa-apa, Siau Lo-seng terus berputar tubuh dan ayunkan langkah pergi.

"Siau toako, tunggu sebentar!" teriak Cu-ing.

Siau Lo-seng tak menghiraukan. Dia berjalan dengan kepala menunduk.

"Adik Ing," kata Hun-ing, "jangan mencegahnya. Cukup kita ikuti dia dari belakang. Entah kemana dia hendak menuju nanti."

"Ui Pang-cu," kata Pek Wan Taysu dengan rawan, "ternyata dia memang sudah kehilangan kesadaran pikirannya. Ah sungguh tak kira bahwa seorang pemuda yang begitu gagah dan diharapkan akan menjadi penyelamat dunia persilatan, akhirnya menjadi sedemikian mengenaskan nasibnya."

"Pek Wan locianpwe," kata Hun-ing, "yang kita kuatirkan dia itu dikuasai orang. Kalau hanya kehilangan ingatan sendiri, itu tak mengapa."

"Kurasa dia tidak di bawah kekuasaan orang," kata Cu-ing

"Ya, benar," sahut Pek Wan Taysu, "rasanya dia telah menderita penyakit itu karena obat racun yang diminumnya itu."

"Taysu," tiba-tiba Hun-ing gelengkan kepala, "tahukah taysu bahwa Pedang Ular Emas yang dibawanya itu, pernah ditanam di sebuah tempat sepi di luar kota Lok-yang? Kalau dia kehilangan ingatan karena obat beracun itu, tentulah dia takkan dapat mencari tempat pedang itu dan menggalinya lagi?"

Pek Wan Taysu termenung beberapa saat katanya: "Benar, memang dia pernah memberitahu kepadaku bahwa dia hendak melenyapkan pedang Ular Emas itu. Tetapi apakah yang terjadi pada dirinya di kuil tua itu? Mengapa dia hilang? Apakah dia bangun lalu pergi ataukah dibawa orang? Kalau menilik keadaannya saat ini, rasanya dia memang bangun sendiri lalu lolos dan berkelana kemana-mana."

Hun-ing mengangguk.

"Pendapat taysu memang sama dengan pendapatku," kata Hun-ing, "tetapi hendaknya dalam mengupas persoalan, harus kita pandang dari segi baik dan buruknya. Taysu, bagaimana pun dapat taysu mengenal Pedang Ular Emas yang dipakai oleh Siau toako lagi itu?"

"Hal itu dapat diterangkan menurut beberapa tafsiran," kata Pek Wan Taysu. "menilik tadi dia dapat mengingau seorang diri, jelas kesadaran pikirannya masih belum lenyap sama sekali. Berdasarkan hal itu maka dapatlah kita membuat tafsiran begini. Dia mungkin masih teringat akan pedang pusaka Ular Emas, lalu dia mencarinya lagi. Kemungkinan lain, ada orang yang mencuri Pedang Ular Emas dan kebetulan berpapasan dengan Lo-seng. Lo-seng lalu merebutnya. Kita tahu bahwa sebelum dia kehilangan ingatannya, pedang Ular Emas itu merupakan senjata yang paling disayanginya Maka dia tentu kenal sekali dengan pedang itu."

Uraian Pek Wan Taysu itu walaupun agak dipaksakan tetapi beralasan juga.

Kemudian Hun-ing pun mengemukakan pendapatnya: "Akupun hendak membuat pengandaian. Bahwa mayat Siau toako telah dicuri orang lalu orang itu menggunakan dia sebagai alat pun bukan suatu hal yang mustahil, bukan?"

Pek Wan Taysu mengangguk: "Ui Pang-cu, harap suka melanjutkan tafsiran pangcu!"

Hun-ing merenung sejenak lalu berkata:

"Pada waktu Siau toako menderita luka parah ia berkata: 'apabila dalam duabelas jam dia tidak terjaga, berarti dia mati'. Tetapi ternyata kita telah menjaganya sampai enam hari enam malam dan dia masih belum meninggal......"

Berhenti sebentar, Hun-ing melanjutkan lagi, "Mengapa Siau toako perlu memberitahu kepada kita, tentulah dikarenakan dia sudah mengetahui khasiat obat itu. Dia kuatir, obat racun itu akan menyerang jantungnya sehingga dia meninggal."

Pendekar 100 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang