Empat puluh tahun yang lalu, dunia persilatan tenteram dan damai. Tetapi ternyata suasana itu hanya seperti 'api dalam sekam' di luar, tenang, di dalam menyala. Tiap-tiap partai persilatan sedang kasak kusuk untuk merencanakan langkah merebut kedudukan sebagai pemimpin dunia persilatan.
Pada waktu itu diam-diam telah timbul sebuah persekutuan yang menamakan diri sebagai Ho-ping-beng atau persekutuan Cinta Damai.
Persekutuan itu bertujuan untuk mengadu kesaktian dengan para pimpinan partai-partai persilatan. Adu kesaktian itu disertai dengan sebuah syarat. Apabila pimpinan partai persilatan tersangkut dapat menang maka dia berhak mencrima pusaka, baik senjata maupun kitab, menurut apa yang dikehendaki. Begitu pula wakil persekutuan Cinta Damai yang kalah itu akan menurut dan tunduk pada perintah ketua partai persilatan yang menang itu.
Tetapi apabila ketua partai persilatan tersebut kalah, dia harus mengundurkan diri dari dunia persilatan.
Oleh karena hadiah pusaka yang akan diberikan oleh persekutuan Cinta Damai itu memang sungguh-sungguh luar biasa nilainya maka banyak jago-jago silat sakti yang datang dan minta diadu dengan wakil persekutuan Cinta Damai.
Ternyata selama itu, tiada seorangpun tokoh silat yang menang. Jago dari persekutuan Cinta Damai itu memang luar biasa saktinya.
Sejak itu dunia persilatan berangsur-angsur tenang.
Menutur sampai di situ, Leng Tiong-siang berhenti. Sejenak ia memandang Siau Lo-seng. Dilihatnya anak muda itu termangu-mangu mendengarkannya.
"Bukankah pimpinan persekutan Cinta Damai itu hanya terdiri dari empat orang?" tiba-tiba Cu-ing menyeletuk.
"Rupanya engkau tahu hal itu," serunya.
"Tidak, aku hanya tahu sedikit sekali," sahut nona itu.
"Tetapi kemudian, persekutuan Cinta Damai itu kalah di tangan seorang jago pedang," kata Leng Tiong-siang pula.
"Siapa?" tanya Cu-ing.
Leng Tiong-siang tak lekas menyahut melainkan termenung beberapa jenak.
"Naga sakti tanpa bayangan Siau Han-kwan," kata Leng Tiong-siang sesaat kemudian.
Serempak ketiga orang itupun memandang ke arah Siau Lo-seng. Tetapi alangkah kejut mereka!
Ternyata saat itu Siau Lo-seng sudah tak ada di tempatnya. Dan sebagai gantinya, di tempat itu telah berdiri seorang baju hitam yang mengenakan kerudung muka.
Peristiwa itu berlangsung pada waktu Leng Tiong-siang bicara dengan kedua nona tanpa diketahui sama sekali oleh mereka bertiga.
Dapat dibayangkan betapa kejut Leng Tiong-siang dan kedua nona itu.
"Hai, engkau manusia atau setan!" bentak Hun-ing.
Tetapi orang bertubuh tinggi kurus yang mengenakan kerudung muka hitam itu tak bergerak. Kedua tangannya menjulur ke lutut.
Diam-diam Leng Tiong-siang tergetar hatinya. Dengan kepandaian yang dimiliki toh ia masih tak dapat mengetahui kemunculan orang itu.
Dalam pada itu Hun-ing dan Cu-ing tak dapat menahan sabar lagi. Kedua nona itu serempak membentak dan lepaskan pukulan.
Tetapi orang aneh itu seolah-olah tak mengacuhkan pukulan dahsyat dari kedua nona. Dia tetap tegak, tidak menghindar maupun menangkis.
"Bum, bum....."
Pukulan itu tepat mendarat di dada orang berkerudung. Tetapi suara mengerang tertahan malah terdengar dari mulut Hun-ing dan Cu-ing. Kedua nona itu terhuyung mundur dua langkah. Tangan mereka terasa sakit. Sedang orang berkerudung hitam itu tetap tegak seperti patung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar 100 Hari
Ficção GeralSuatu peristiwa aneh telah terjadi. Kho Ing-ti diam saja, tak menangkis maupun menghindari sehingga lengannya tertusuk dan darahnya menyembur keluar. Tetapi Hun-ing pun terkapar rubuh di bawah kaki Kho Ing-ti. Rupanya nona itu juga terkena sebuah pu...